Wawancara Khusus Kepala BRIN Laksana Tri Handoko: Swasta Harus Terlibat dalam Penelitian
Rabu, 22 Desember 2021 - 11:23 WIB
baca juga: Dilebur ke BRIN, Para Peneliti BPPT Diharapkan Tetap Semangat Berinovasi
Prosesproductdevelopmentitu sebenarnya proses kolaborasi, makanya disebutco-development. Basisnya itu lisensi. Mungkin di awal, periset yang mengembangkan. Misalnya, kandidat obat, cari senyawa, punya khasiat sesuatu. Nah, industri tidak hanya melihat aspek itu. Dia juga melihat aspek seberapa mahal proses produksinya. Inilah yang kita fasilitasi industri untuk bisa masuk ke sana. Mengapa kontribusi swasta 80% dan pemerintah 20%? Karena yang mahal itudi bagiantadi. Kalau risetaja, itu murah sebenarnya. Begitu industri masuk, itulah kontribusi industri ke riset. Itu jadi kolaborasi.Jadi bukan istilahnya BRIN menciptakan sekian teknologi, nanti industri akan membeli. Tidak ada sebenarnya begitu. Intinya kolaborasi. Fokus kita itu lebih pada yang jadi.
Bagi mereka yang mengajukan, apakah adakah batasan investasi?
Kalau yang mengajukan itu tidak ada batas investasi. Jadi untuk mengajukan itu hanyapelrubahwa sudah membelanjakan investasi. Misalnya, sebesar Rp1.000 untuk riset. Kalau kemudian diakui, nantinya bisa dapat pengurangan pajak maksimal senilai Rp3.000. Jadi tidak ada batasan. Siapa pun bisa, tidak untuk perusahaan besar saja, pengusaha kecil juga bisa dapat. Justru kalau produk inovatif itu biasanya perusahaan menengah.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Laksana Tri Handoko, meninjau fasilitas
Pusat Kajian dan Kebijakan Penerbangan dan Antariksa di Menteng, Jakarta Pusat,
Jumat (24/09/2021). foto/dok BRIN
Sudah banyak yang mengajukan dan itu lewat OSS. Kalau sampai hari ini yang masuk ke BRIN belum tahu, tapi sudah ada 30 lebih. Untuk insentif pengurangan pajak yang 300% itu kalau sudah sampai produksi dan sudah lisensi. Tapi kalau baru riset saja, hanya bisa dapat 100%. Kalau sudah sampai kekayaan intelektual seperti hak paten, bisa bertambah menjadi 150%. Jadi ada gradual, tingkatannya, tergantung dari progresnya. Itulah insentif fiskal. Sementara, kalau yang dilakukan BRIN itu insentif non fiskal.
baca juga: Peleburan Litbangjirap ke BRIN, Akademisi Anggap Kemunduran Iptek
Prosesproductdevelopmentitu sebenarnya proses kolaborasi, makanya disebutco-development. Basisnya itu lisensi. Mungkin di awal, periset yang mengembangkan. Misalnya, kandidat obat, cari senyawa, punya khasiat sesuatu. Nah, industri tidak hanya melihat aspek itu. Dia juga melihat aspek seberapa mahal proses produksinya. Inilah yang kita fasilitasi industri untuk bisa masuk ke sana. Mengapa kontribusi swasta 80% dan pemerintah 20%? Karena yang mahal itudi bagiantadi. Kalau risetaja, itu murah sebenarnya. Begitu industri masuk, itulah kontribusi industri ke riset. Itu jadi kolaborasi.Jadi bukan istilahnya BRIN menciptakan sekian teknologi, nanti industri akan membeli. Tidak ada sebenarnya begitu. Intinya kolaborasi. Fokus kita itu lebih pada yang jadi.
Bagi mereka yang mengajukan, apakah adakah batasan investasi?
Kalau yang mengajukan itu tidak ada batas investasi. Jadi untuk mengajukan itu hanyapelrubahwa sudah membelanjakan investasi. Misalnya, sebesar Rp1.000 untuk riset. Kalau kemudian diakui, nantinya bisa dapat pengurangan pajak maksimal senilai Rp3.000. Jadi tidak ada batasan. Siapa pun bisa, tidak untuk perusahaan besar saja, pengusaha kecil juga bisa dapat. Justru kalau produk inovatif itu biasanya perusahaan menengah.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Laksana Tri Handoko, meninjau fasilitas
Pusat Kajian dan Kebijakan Penerbangan dan Antariksa di Menteng, Jakarta Pusat,
Jumat (24/09/2021). foto/dok BRIN
Sudah banyak yang mengajukan dan itu lewat OSS. Kalau sampai hari ini yang masuk ke BRIN belum tahu, tapi sudah ada 30 lebih. Untuk insentif pengurangan pajak yang 300% itu kalau sudah sampai produksi dan sudah lisensi. Tapi kalau baru riset saja, hanya bisa dapat 100%. Kalau sudah sampai kekayaan intelektual seperti hak paten, bisa bertambah menjadi 150%. Jadi ada gradual, tingkatannya, tergantung dari progresnya. Itulah insentif fiskal. Sementara, kalau yang dilakukan BRIN itu insentif non fiskal.
baca juga: Peleburan Litbangjirap ke BRIN, Akademisi Anggap Kemunduran Iptek
Lihat Juga :
tulis komentar anda