Melacak Jejak Harimau Jawa, Raja Rimba yang Menolak Punah (2)
Jum'at, 12 November 2021 - 05:34 WIB
baca juga: Upaya BKSDA Blitar Melacak 'Sang Legenda' Harimau Jawa di Lereng Wilis
Konsep punah secara ilmiah telah bergeser dari suatu katagorik generik, yang berlaku umum menjadi lebih menekankan pada keyakinan ilmiah setelah memperhitungkan banyak pertimbangan. Dahulu suatu jenis satwa dikatakan punah apabila dalam kurun waktu 50 tahun setelah perjumpaan terakhir tidak pernah dijumpai kembali di alam.
Masa kini pernyataan punah ditetapkan manakala dunia ilmiah secara yakin, dengan telah mempertimbangkan berbagai pendekatan keilmuan dan teknik, berpendapat bahwa jenis tersebut memang sudah tidak mungkin lagi hidup di alam bebas.
Didik Raharyono, Peneliti Harimau Jawa dan penulis buku Berkawan Harimau Bersama Alam dalam presentasinya Fakta Harimau Jawa (2014) bahwa terjadi silang pendapat antara masyarakat ilmiah dan masyarakat sekitar hutan. Para ahli menyatakan bahwa Harimau Jawa ini telah punah yang didasarkan pada berbagai hasil penelitian yang tidak pernah menemukan sosok Harimau Jawa ini di alam.
baca juga: Ini Tempat Terakhir di Dunia, di Mana Gajah, Badak, Orangutan dan Harimau Hidup Bersama
Akan tetapi, berdasarkan penuturan masyarakat lokal di sekitar Taman Nasional Meru Betiri menyatakan bahwa masih terjadi perjumpaan dengan harimau loreng di kawasan tersebut. Fakta-fakta tentang keberadaannya dengan materi temuan seperti foto, laporan pembunuhan, sisa pembunuhan, jejak, cakaran dan kotoran menunjukkan informasi awal keberadaan spesies ini.
Wahyu Giri Prasetya dalam presentasinya berjudul “Mengapa Kami Menolak Harimau Jawa Punah” menyebutkan, bahwa harimau Jawa belum bisa dikatakan punah. Dalam materinya, fakta temuan selain dari foto, masih ditemukan. Laporan pembunuhan dan sisa pembunuhan masih terus didapat.
Selain itu, metode pemantauan konvensional dalam upaya melacak jejak harimau Jawa juga ada banyak kelemahan. Contohnya, pemasangan kamera di TN Meru Betiri masih dalam jumlah yang terbatas sekali, dan tidak dilakukan penelitian dalam 2 kali siklus umur secara terus menerus, dan juga lokasi penelitian yang ada masih terbatas di Meru Betiri.
baca juga: Memilukan, Ibu di Riau Saksikan Putrinya Diseret Harimau hingga Tewas
Pada 1974, penelitian Seidensticker dan Sujono di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur memperkirakan Harimau Jawa tinggal 3-4 ekor. Jika mengacu pada Steidensticker & Soejono, yang menyatakan punah pada 1976 di Suaka Margasatwa Meru Betiri. Maka dengan usia harimau berkisar 25 tahun dikalikan dua kali umur rata-rata maka Harimau Jawa baru bisa dikatakan punah pada 2026. Jadi terlalu dini dan tak kuat dasar pernyataan punah bagi harimau Jawa.
Konsep punah secara ilmiah telah bergeser dari suatu katagorik generik, yang berlaku umum menjadi lebih menekankan pada keyakinan ilmiah setelah memperhitungkan banyak pertimbangan. Dahulu suatu jenis satwa dikatakan punah apabila dalam kurun waktu 50 tahun setelah perjumpaan terakhir tidak pernah dijumpai kembali di alam.
Masa kini pernyataan punah ditetapkan manakala dunia ilmiah secara yakin, dengan telah mempertimbangkan berbagai pendekatan keilmuan dan teknik, berpendapat bahwa jenis tersebut memang sudah tidak mungkin lagi hidup di alam bebas.
Didik Raharyono, Peneliti Harimau Jawa dan penulis buku Berkawan Harimau Bersama Alam dalam presentasinya Fakta Harimau Jawa (2014) bahwa terjadi silang pendapat antara masyarakat ilmiah dan masyarakat sekitar hutan. Para ahli menyatakan bahwa Harimau Jawa ini telah punah yang didasarkan pada berbagai hasil penelitian yang tidak pernah menemukan sosok Harimau Jawa ini di alam.
baca juga: Ini Tempat Terakhir di Dunia, di Mana Gajah, Badak, Orangutan dan Harimau Hidup Bersama
Akan tetapi, berdasarkan penuturan masyarakat lokal di sekitar Taman Nasional Meru Betiri menyatakan bahwa masih terjadi perjumpaan dengan harimau loreng di kawasan tersebut. Fakta-fakta tentang keberadaannya dengan materi temuan seperti foto, laporan pembunuhan, sisa pembunuhan, jejak, cakaran dan kotoran menunjukkan informasi awal keberadaan spesies ini.
Wahyu Giri Prasetya dalam presentasinya berjudul “Mengapa Kami Menolak Harimau Jawa Punah” menyebutkan, bahwa harimau Jawa belum bisa dikatakan punah. Dalam materinya, fakta temuan selain dari foto, masih ditemukan. Laporan pembunuhan dan sisa pembunuhan masih terus didapat.
Selain itu, metode pemantauan konvensional dalam upaya melacak jejak harimau Jawa juga ada banyak kelemahan. Contohnya, pemasangan kamera di TN Meru Betiri masih dalam jumlah yang terbatas sekali, dan tidak dilakukan penelitian dalam 2 kali siklus umur secara terus menerus, dan juga lokasi penelitian yang ada masih terbatas di Meru Betiri.
baca juga: Memilukan, Ibu di Riau Saksikan Putrinya Diseret Harimau hingga Tewas
Pada 1974, penelitian Seidensticker dan Sujono di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur memperkirakan Harimau Jawa tinggal 3-4 ekor. Jika mengacu pada Steidensticker & Soejono, yang menyatakan punah pada 1976 di Suaka Margasatwa Meru Betiri. Maka dengan usia harimau berkisar 25 tahun dikalikan dua kali umur rata-rata maka Harimau Jawa baru bisa dikatakan punah pada 2026. Jadi terlalu dini dan tak kuat dasar pernyataan punah bagi harimau Jawa.
tulis komentar anda