Seni Grafis Jakarta Era 60-an dan 70-an
Jum'at, 29 Oktober 2021 - 08:44 WIB
JAKARTA - Program Bicara Rupa Seri Sejarah Seni Rupa Modern Indonesia yang digelar Galeri Nasional Indonesia (GNI), Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek , kembali hadir dengan mengangkat tema berbeda. Dikemas dalam format ceramah umum, kali ini mengulas seputar tema “Mengungkap Seni Grafis Jakarta Era 60-an dan 70-an”.
baca juga: Manifesto VII, Langkah Berani Galeri Nasional di Tengah Pandemi
Acara yang berlangsung kemarin, via Zoom dan live Facebook Galeri Nasional Indonesia, menghadirkan narasumber Citra Smara Dewi (Kurator Galeri Nasional Indonesia, Sejarawan Seni, Pengajar FSRD IKJ) dan moderator Asep Topan (Kurator Independen). Menurut Citra, perkembangan seni grafis Jakarta pada era 60-an dan 70-an masih belum banyak dikaji. Pegrafis Jakarta seakan tertelan sejarah di tengah hiruk pikuk dinamika seni rupa pada zamannya.
“Dalam melihat perkembangan seni grafis Jakarta era 60-an dan 70-an tersebut, telah dilakukan kajian terhadap karya-karya seni grafis. Karya grafis yang dikaji adalah koleksi GNI, yaitu karya perupa Oesman Effendi yang pernah dihibahkan kepada negara tahun 1968 yang hampir terlupakan sejarah, serta karya-karya monoprint-monotype era 1970-an dari perupa Zaini yang menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia dan FSRD IKJ,” ungkap Citra.
Citra memaparkan bagaimana sejarah lahirnya seni grafis Jakarta, siapa saja aktor atau tokoh yang berperan, dan bagaimana spirit zaman yang memengaruhi karakter karya-karya yang diciptakan. Yang juga menarik dari ceramah ini adalah pembahasan tentang peran seniman Minang terhadap perkembangan seni rupa Jakarta, baik para sastrawan, penulis, maupun kritikus; seberapa besar peran para “seniman perantau” tersebut; dan bagaimana memaknai karya-karya seni grafis Jakarta era 60-an dan 70-an dalam konteks kekinian.
baca juga: Galeri Nasional Kembali Dibuka dengan Prosedur Kunjungan Baru
Kepala GNI Pustanto berharap, program Bicara Rupa ini dapat semakin melengkapi peta perkembangan seni grafis Jakarta, sebagai bagian dari seni rupa Indonesia. “Kajian yang telah dilakukan saat ini semoga dapat memotivasi atau memicu munculnya kajian-kajian berikutnya tentang seni grafis, baik di Jakarta maupun di wilayah lainnya. Kami juga berharap semoga acara ini menjadi media informasi dan edukasi seni rupa bagi publik, khususnya tentang seni grafis,” kata Pustanto.
Kunjungan Dibuka dengan Prosedur Baru
Sementara itu, Pustanto juga mengungkapkan, mulai kemarin, GNI kembali membuka kunjungan untuk publik menyusul ditetapkannya PPKM level 2 di wilayah DKI Jakarta. Prosedur kunjungan dirancang dan disesuaikan dengan tetap memprioritaskan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Seluruh petugas GNI juga telah menerima vaksin Covid-19 dan dilengkapi dengan perlengkapan sesuai dengan protokol kesehatan.
baca juga: Manifesto VII, Langkah Berani Galeri Nasional di Tengah Pandemi
Acara yang berlangsung kemarin, via Zoom dan live Facebook Galeri Nasional Indonesia, menghadirkan narasumber Citra Smara Dewi (Kurator Galeri Nasional Indonesia, Sejarawan Seni, Pengajar FSRD IKJ) dan moderator Asep Topan (Kurator Independen). Menurut Citra, perkembangan seni grafis Jakarta pada era 60-an dan 70-an masih belum banyak dikaji. Pegrafis Jakarta seakan tertelan sejarah di tengah hiruk pikuk dinamika seni rupa pada zamannya.
“Dalam melihat perkembangan seni grafis Jakarta era 60-an dan 70-an tersebut, telah dilakukan kajian terhadap karya-karya seni grafis. Karya grafis yang dikaji adalah koleksi GNI, yaitu karya perupa Oesman Effendi yang pernah dihibahkan kepada negara tahun 1968 yang hampir terlupakan sejarah, serta karya-karya monoprint-monotype era 1970-an dari perupa Zaini yang menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia dan FSRD IKJ,” ungkap Citra.
Citra memaparkan bagaimana sejarah lahirnya seni grafis Jakarta, siapa saja aktor atau tokoh yang berperan, dan bagaimana spirit zaman yang memengaruhi karakter karya-karya yang diciptakan. Yang juga menarik dari ceramah ini adalah pembahasan tentang peran seniman Minang terhadap perkembangan seni rupa Jakarta, baik para sastrawan, penulis, maupun kritikus; seberapa besar peran para “seniman perantau” tersebut; dan bagaimana memaknai karya-karya seni grafis Jakarta era 60-an dan 70-an dalam konteks kekinian.
baca juga: Galeri Nasional Kembali Dibuka dengan Prosedur Kunjungan Baru
Kepala GNI Pustanto berharap, program Bicara Rupa ini dapat semakin melengkapi peta perkembangan seni grafis Jakarta, sebagai bagian dari seni rupa Indonesia. “Kajian yang telah dilakukan saat ini semoga dapat memotivasi atau memicu munculnya kajian-kajian berikutnya tentang seni grafis, baik di Jakarta maupun di wilayah lainnya. Kami juga berharap semoga acara ini menjadi media informasi dan edukasi seni rupa bagi publik, khususnya tentang seni grafis,” kata Pustanto.
Kunjungan Dibuka dengan Prosedur Baru
Sementara itu, Pustanto juga mengungkapkan, mulai kemarin, GNI kembali membuka kunjungan untuk publik menyusul ditetapkannya PPKM level 2 di wilayah DKI Jakarta. Prosedur kunjungan dirancang dan disesuaikan dengan tetap memprioritaskan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Seluruh petugas GNI juga telah menerima vaksin Covid-19 dan dilengkapi dengan perlengkapan sesuai dengan protokol kesehatan.
tulis komentar anda