Dinamika Profesi Guru, antara Honorer, PPPK, dan ASN
Selasa, 19 Oktober 2021 - 11:49 WIB
Memang di beberapa provinsi sudah mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih manusiawi untuk mengapresiasi pengabdian dan loyalitas guru-guru honor tersebut.
Sebut saja Pemprov DKI, besaran gaji yang diterima guru honor adalah sesuai dengan UMR yang berlaku. Dilansir dari https://www.99.co/blog/indonesia/gaji-guru-honorer-indonesia-2021/ , bahwa gaji guru honor SMA di DKI Jakarta tiap bulannya adalah sebesar Rp4.590.000 dengan tunjangan Rp229.500 per bulan. Tentu besaran tersebut cukup realistis untuk mendukung kelayakan hidup di Kota Jakarta yang relatif tinggi biaya hidupnya.
Namun masih banyak daerah khususnya daerah kabupaten kota yang menaungi sekolah dasar dan menengah (SMP) negeri di daerahnya. Gaji yang diberikan atas keringat yang dikeluarkan para pejuang pencerdas generasi bangsa berstatus guru honor tersebut besarnya kisaran Rp300.000-500.000 per bulan.
Guru di sekolah sekolah swasta yang kategori bukan sekolah bonafit pun punya cerita yang tidak terlalu jauh berbeda. Honor mereka dihitung per jam mengaja. Salah satu sekolah swasta di Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang misalnya, menetapkan honor gurunya sebesar Rp35.000 per jam pelajaran (JP) per minggu.
Hitungan tersebut tidak dikalikan banyaknya pertemuan dalam satu bulan. Melainkan nominal akhir yang akan diterima selama satu bulan. Misal, guru A mengajar di sekolah tersebut sebanyak 20 JP per minggu. Hitungannya adalah 10 JP x Rp35.000 = Rp350.000. Nah, nominal tersebutlah yang akan diterima oleh guru A tersebut tiap bulannya dari sekolah tersebut. Ilustrasi tersebut berdasarkan pengalaman pribadi yang dirasakan penulis saat ini.
Maka tak heran bila muncul istilah "guru terbang". Guru yang masih berstatus honor tersebut harus mengajar lebih dari satu sekolah. Ada bahkan yang harus mengajar di 3-4 sekolah agar mereka punya sesi atau jam mengajar yang banyak. Sehingga bila dikalkulasi akhir nominal akhirnya bisa lebih layak untuk hidup mereka.
Hingga detik ini, menjadi seorang ASN/PNS adalah harapan besar bagi sebagian teman-teman, termasuk juga profesi guru. Mereka siap melakukan "apa saja" agar cita-cita tersebut terwujud. Nah, model seperti inilah yang mewarnai pemberitaan di media dimana ada beberapa orang yang tertipu oleh oknum yang mengaku bisa menjadikannya sebagai seorang PNS.
Perlu diakui bahwa pemerintah memang mulai menata mekanisme rekruitmen penerimaan CPNS dengan menerapkan tes berbasis komputer. Sehingga proses seleksi CPNS beberapa tahun ini terbilang cukup obyektif. Namun sistem seleksi CPNS ini tentu tidak berpihak bagi guru honorer yang usianya sudah 35 plus meski mereka sudah cukup lama mengabdi di sekolah tersebut.
Pasalnya, berdasarkan peraturan yang ada sebagaimana tertuang pada laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), bahwa salah satu syarat mendaftar ASN/PNS yakni calon peserta harus berusia maksimal 35 tahun.
Diskriminasi Kebijakan?
Sebut saja Pemprov DKI, besaran gaji yang diterima guru honor adalah sesuai dengan UMR yang berlaku. Dilansir dari https://www.99.co/blog/indonesia/gaji-guru-honorer-indonesia-2021/ , bahwa gaji guru honor SMA di DKI Jakarta tiap bulannya adalah sebesar Rp4.590.000 dengan tunjangan Rp229.500 per bulan. Tentu besaran tersebut cukup realistis untuk mendukung kelayakan hidup di Kota Jakarta yang relatif tinggi biaya hidupnya.
Namun masih banyak daerah khususnya daerah kabupaten kota yang menaungi sekolah dasar dan menengah (SMP) negeri di daerahnya. Gaji yang diberikan atas keringat yang dikeluarkan para pejuang pencerdas generasi bangsa berstatus guru honor tersebut besarnya kisaran Rp300.000-500.000 per bulan.
Guru di sekolah sekolah swasta yang kategori bukan sekolah bonafit pun punya cerita yang tidak terlalu jauh berbeda. Honor mereka dihitung per jam mengaja. Salah satu sekolah swasta di Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang misalnya, menetapkan honor gurunya sebesar Rp35.000 per jam pelajaran (JP) per minggu.
Hitungan tersebut tidak dikalikan banyaknya pertemuan dalam satu bulan. Melainkan nominal akhir yang akan diterima selama satu bulan. Misal, guru A mengajar di sekolah tersebut sebanyak 20 JP per minggu. Hitungannya adalah 10 JP x Rp35.000 = Rp350.000. Nah, nominal tersebutlah yang akan diterima oleh guru A tersebut tiap bulannya dari sekolah tersebut. Ilustrasi tersebut berdasarkan pengalaman pribadi yang dirasakan penulis saat ini.
Maka tak heran bila muncul istilah "guru terbang". Guru yang masih berstatus honor tersebut harus mengajar lebih dari satu sekolah. Ada bahkan yang harus mengajar di 3-4 sekolah agar mereka punya sesi atau jam mengajar yang banyak. Sehingga bila dikalkulasi akhir nominal akhirnya bisa lebih layak untuk hidup mereka.
Hingga detik ini, menjadi seorang ASN/PNS adalah harapan besar bagi sebagian teman-teman, termasuk juga profesi guru. Mereka siap melakukan "apa saja" agar cita-cita tersebut terwujud. Nah, model seperti inilah yang mewarnai pemberitaan di media dimana ada beberapa orang yang tertipu oleh oknum yang mengaku bisa menjadikannya sebagai seorang PNS.
Perlu diakui bahwa pemerintah memang mulai menata mekanisme rekruitmen penerimaan CPNS dengan menerapkan tes berbasis komputer. Sehingga proses seleksi CPNS beberapa tahun ini terbilang cukup obyektif. Namun sistem seleksi CPNS ini tentu tidak berpihak bagi guru honorer yang usianya sudah 35 plus meski mereka sudah cukup lama mengabdi di sekolah tersebut.
Pasalnya, berdasarkan peraturan yang ada sebagaimana tertuang pada laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN), bahwa salah satu syarat mendaftar ASN/PNS yakni calon peserta harus berusia maksimal 35 tahun.
Diskriminasi Kebijakan?
tulis komentar anda