Keniscayaan Visi Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari di Tahun 2030

Minggu, 18 Juli 2021 - 17:43 WIB
Di sini tantangan mulai muncul, dengan perlu mendatangkan teknologi baru ini, maka ada kemungkinan biaya untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi dari cekungan ini membutuhkan biaya yang cukup besar sedangkan dari sisi harga minyak dunia, seperti yang sudah kita ketahui, tidak dapat ditentukan harganya oleh Indonesia karena memang diatur melalui mekanisme pasar dunia.

Sehingga ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar dimana seluruh pemangku kepentingan harus sudah mulai bersiap sejak sekarang, dimana apabila cekungan-cekungan di laut dalam ini ingin dikembangkan maka perlu dipikirkan mengenai insentif bagi investor, bagaimana konsep rantai suplai dibangun sehingga cocok dengan kebutuhan lapangan dan bagaimana para pemangku kepentingan juga menyeimbangkan konsep pengembangan lapangan ini dengan keberpihakan kepada perusahaan dalam negeri yang saat ini sedang gencar sekali diperjuangkan.

Ketersediaan Pasar

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, saat ini dunia sudah mulai melakukan konversi penggunaan bahan bakar dari hidrokarbon ke energi baru dan terbarukan. Dampak dari perubahan ini, mengakibatkan banyak pasar-pasar internasional seperti Jepang dan China yang mengurangi pengambilan pasokan LNG karena sudah mulai beralih kepada EBT tersebut.

Untuk itu, target produksi yang besar dan agresif ini juga perlu juga disertai dengan pertimbangan dan pemikiran mengenai ketersediaan pasar untuk menyerap produk yang dihasilkan oleh industri hulu migas tersebut.

Upaya untuk membangun konsep rantai suplai yang baik di Indonesia mengenai migas ini, mungkin perlu dilihat kembali lebih holistik dan jelas mengingat saat ini apabila kita membahas industri migas Indonesia masih terbagi menjadi 3 bagian yaitu hulu, midstream dan hilir. Dimana dengan pembagian tersebut, setiap bagian memiliki target masing-masing dan belum tentu dapat diserap oleh bagian lainnya.

Misalnya apabila memang produksi gas di tahun 2030 dapat mencapai 12 BSCFD, maka pertanyaan yang perlu diantisipasi adalah apakah jaringan pipa transmisi yang ada kapasitasnya tercukupi untuk menyalurkan produksi gas ini, apakah kapal-kapal LNG dapat siap untuk mengantarkan, ini salah satu contoh permasalahan yang mungkin akan muncul di level midstream.

Untuk hilirnya, misalnya apakah memang PLN masih membutuhkan gas-gas sebesar itu untuk membangkitkan listriknya, atau apakah pabrik petrochemical memiliki kapasitas yang cukup untuk menyerap produksi dari hulu migas.

Dua tantangan besar tersebut, seharusnya sudah mulai dipikirkan lebih komprehensif oleh para pemangku kepentingan di industri migas Indonesia, sehingga apabila waktunya tiba nanti, memang segala hal mendasar yang harus disiapkan jauh-jauh hari sudah disiapkan dan dibangun bersama seiring dengan niat dari Pemerintah dan SKK Migas untuk mencapai visi 1 juta barel per hari minyak dan 12 BSCFD gas di tahun 2030.

Mudah-mudahan momentum ini dimanfaatkan oleh para investor untuk mulai melirik pembangunan pabrik-pabrik petrochemical di Indonesia bagian timur sehingga pemerataan pembangunan serta dampak berganda yang ditimbulkan dengan ditemukan dan diproduksinya minyak dan gas bumi dapat dirasakan juga manfaatnya oleh masyarakat Indonesia dimanapun produksi ini ditemukan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More