MA Pangkas Hukuman Suami Inneke Koesherawati Jadi 1,5 Tahun
Senin, 07 Desember 2020 - 12:58 WIB
"Lima, membebankan kepada Terpidana untuk membayar biaya perkara pada pemeriksaan Peninjauan Kembali sebesar Rp2.500," kata hakim Salman.
Amar dan pertimbangan putusan termaktub dalam salinan putusan PK Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2020 atas nama Fahmi Darmawansyah. Putusan diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 21 Juli 2020 oleh Salman Luthan sebagai ketua majelis bersama dua orang anggota yakni Abdul Latif dan Sofyan Sitompul.
(Baca Juga: Suami Inneke Koesherawati Ditanya Soal Keterlibatan Anggota TNI).
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh ketua majelis yang dihadiri dua hakim anggota serta Nurjamal sebagai panitera pengganti. JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan terpidana Fahmi tidak hadir saat pengucapan putusan.
Perkara ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 20-21 Juli 2018 di Bandung termasuk di dalam Lapas Sukamiskin dan di Jakarta. Saat itu, KPK menciduk di antaranya Wahid Husen selaku Kepala Lapas Sukamiskin periode Maret-Juli 2018, Fahmi Darmawansyah , Hendry Saputra selaku PNS dan sopir Kalapas Sukamiskin, Andri Rahmat, dan Inneke Koesherawati (istri Fahmi).
Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan putusan Pengadilan Tipikor Bandung, perkara atas nama Fahmi Darmawansyah ini terkait dengan pemberian suap oleh Fahmi secara bersama-sama dengan terpidana perantara pemberi suap Andri Rahmat. Suap diberikan kepada terpidana penerima suap Wahid Husen melalui terpidana perantara penerima suap Hendry Saputra.
Suap yang diberikan Fahmi kepada Wahid berupa 1 unit mobil jenis Double Cabin 4 x 4 merek Mitsubishi Triton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merk Kenzo, 1 buah tas clutch bag merk Louis Vuitton, dan uang dengan jumlah seluruhnya sejumlah Rp39,5 juta.
Saat melakukan perbuatan pidana, Fahmi Darmawansyah alias Emi alias Fahmi Saidah merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin sekaligus terpidana pemberi suap kepada para pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam perkara suap pengurusan proyek pengadaaan satelit monitoring dan drone di Bakamla dari APBN Perubahan 2016. Sedangkan Andri Rahmat merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin sekaligus narapidana perkara pidana umum dan tahanan pendamping untuk Fahmi.
Suap tersebut terbukti karena Fahmi memperoleh berbagai fasilitas istimewa sebagai warga binaan (narapidana) dari Wahid Husen. Kamar atau sel yang ditempati Fahmi dilengkapi dengan berbagai fasilitas di luar standar kamar Lapas yang seharusnya, antara lain dilengkapi televisi berikut jaringan TV kabel, AC, kulkas kecil, tempat tidur spring bed, furniture, dan dekorasi interior High Pressure Laminated (HPL). Fahmi juga diperbolehkan menggunakan telepon genggam selama di dalam Lapas Sukamiskin.
Berikutnya, Fahmi diperbolehkan membangun sendiri saung dan kebun herbal di dalam areal Lapas Sukamiskin serta membangun ruangan berukuran 2x3 meter persegi yang dilengkapi dengan tempat tidur untuk keperluan melakukan hubungan badan suami-istri. Kamar bercinta itu dipergunakan Fahmi saat dikunjungi istrinya maupun disewakan Fahmi kepada warga binaan lain dengan tarif sebesar Rp650 ribu, sehingga Fahmi mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri Rahmat.
Amar dan pertimbangan putusan termaktub dalam salinan putusan PK Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2020 atas nama Fahmi Darmawansyah. Putusan diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 21 Juli 2020 oleh Salman Luthan sebagai ketua majelis bersama dua orang anggota yakni Abdul Latif dan Sofyan Sitompul.
(Baca Juga: Suami Inneke Koesherawati Ditanya Soal Keterlibatan Anggota TNI).
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh ketua majelis yang dihadiri dua hakim anggota serta Nurjamal sebagai panitera pengganti. JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan terpidana Fahmi tidak hadir saat pengucapan putusan.
Perkara ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 20-21 Juli 2018 di Bandung termasuk di dalam Lapas Sukamiskin dan di Jakarta. Saat itu, KPK menciduk di antaranya Wahid Husen selaku Kepala Lapas Sukamiskin periode Maret-Juli 2018, Fahmi Darmawansyah , Hendry Saputra selaku PNS dan sopir Kalapas Sukamiskin, Andri Rahmat, dan Inneke Koesherawati (istri Fahmi).
Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan putusan Pengadilan Tipikor Bandung, perkara atas nama Fahmi Darmawansyah ini terkait dengan pemberian suap oleh Fahmi secara bersama-sama dengan terpidana perantara pemberi suap Andri Rahmat. Suap diberikan kepada terpidana penerima suap Wahid Husen melalui terpidana perantara penerima suap Hendry Saputra.
Suap yang diberikan Fahmi kepada Wahid berupa 1 unit mobil jenis Double Cabin 4 x 4 merek Mitsubishi Triton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merk Kenzo, 1 buah tas clutch bag merk Louis Vuitton, dan uang dengan jumlah seluruhnya sejumlah Rp39,5 juta.
Saat melakukan perbuatan pidana, Fahmi Darmawansyah alias Emi alias Fahmi Saidah merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin sekaligus terpidana pemberi suap kepada para pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam perkara suap pengurusan proyek pengadaaan satelit monitoring dan drone di Bakamla dari APBN Perubahan 2016. Sedangkan Andri Rahmat merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin sekaligus narapidana perkara pidana umum dan tahanan pendamping untuk Fahmi.
Suap tersebut terbukti karena Fahmi memperoleh berbagai fasilitas istimewa sebagai warga binaan (narapidana) dari Wahid Husen. Kamar atau sel yang ditempati Fahmi dilengkapi dengan berbagai fasilitas di luar standar kamar Lapas yang seharusnya, antara lain dilengkapi televisi berikut jaringan TV kabel, AC, kulkas kecil, tempat tidur spring bed, furniture, dan dekorasi interior High Pressure Laminated (HPL). Fahmi juga diperbolehkan menggunakan telepon genggam selama di dalam Lapas Sukamiskin.
Berikutnya, Fahmi diperbolehkan membangun sendiri saung dan kebun herbal di dalam areal Lapas Sukamiskin serta membangun ruangan berukuran 2x3 meter persegi yang dilengkapi dengan tempat tidur untuk keperluan melakukan hubungan badan suami-istri. Kamar bercinta itu dipergunakan Fahmi saat dikunjungi istrinya maupun disewakan Fahmi kepada warga binaan lain dengan tarif sebesar Rp650 ribu, sehingga Fahmi mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri Rahmat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda