10 Perubahan Klaster Ketenagakerjaan dalam Naskah yang Disahkan dan Dikirim ke Presiden

Kamis, 15 Oktober 2020 - 14:24 WIB
c. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur).

e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

f. perusahaan pailit;

g. adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:

1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

2. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

3. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;

4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;

5. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja;

h. adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja;

i. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:

1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;

j. pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;

k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

l. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

m. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

n. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

o. pekerja/buruh meninggal dunia.

(2) Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).

6. Pasal 186

Perubahan ketentuan pidana dan denda terhadap badan penempatan kerja (Pasal 35 ayat 2 dan 3), perusahaan yang lalai memberikan hak upah pekerja (Pasal 93 ayat2), dan pekerja/buruh atau serikat buruh yang melakukan mogok kerja (Pasal 137) atau mengajak pekerja/buruh lain melakukan mogok kerja (Pasal 138 ayat 1). Dengan menghapus ketentuan pidana dan denda bagi pekerja/buruh atau serikat yang melakukan mogok kerja.

Pasal 186

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, atau Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Berubah menjadi:

Pasal 186

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 93 ayat (2), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

7. Pasal 190

Perubahan redaksi pemerintah menjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 190

(1) Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2), Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berubah menjadi:

Pasal 190

(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat (1) atau ayat (2) undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

8. Pasal 46C UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)

Penambahan 1 ayat baru, ayat (2) mengenai iuran peserta jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang dibayarkan oleh pemerintah pusat.

Pasal 46C

(1) Peserta jaminan kehilangan pekerjaan adalah setiap orang yang telah membayar iuran.

(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Pemerintah Pusat.

9. Pasal 46D

Penambahan 1 ayat baru, bahwa JKP maksimal diberikan sebanyak 6 bulan upah (ayat 2).

Pasal 46D

(1) Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

(2) Jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 6 (enam) bulan upah.

(3) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan tertentu.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

10. Pasal 1 UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI)

Perubahan redaksi pada Pasal 1 ayat 9 di mana, sebelumnya perusahaan penempatan PMI mendapatkan izin dari menteri ketenagakerjaan, diubah menjadi izin dari pemerintah pusat.

Pasal 1

(9) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia adalah badan usaha berbadan hukum perseroan terbatas yang telah memperoleh izin tertulis dari Menteri untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Berubah menjadi:

(9) Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia adalah badan usaha berbadan hukum perseroan terbatas yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More