Waspadai Narasi Kemenangan Mujahid atas Runtuhnya Bashar Al-Assad

Selasa, 24 Desember 2024 - 23:43 WIB
loading...
Waspadai Narasi Kemenangan...
Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Robi Sugara menilai jatuhnya Bashar Al-Assad merupakan bentuk reformasi Suriah layaknya Reformasi 1998 yang terjadi di Indonesia. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Robi Sugara mengungkapkan pandangannya terkait situasi geopolitik di Suriah dan dampaknya bagi Indonesia. Robi menilai jatuhnya Bashar Al-Assad merupakan bentuk reformasi Suriah layaknya Reformasi 1998 yang terjadi di Indonesia. Masyarakat sudah jengah terhadap pemerintahan dan menginginkan adanya perubahan.

"Bashar al-Assad itu kan sebenarnya sudah dikomplain oleh masyarakatnya," ucap Robi di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

"Ini betul transisi politik, transisi dari masyarakat yang sebetulnya memang diinginkan," tambahnya.

Namun, Robi mengungkapkan kekhawatiran terhadap narasi yang berkembang di Indonesia, khususnya media sosial yang cenderung menganggap ini adalah kemenangan umat muslim, kemenangan para mujahid. Momentum ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstremis, radikal untuk mengembalikan semangat untuk memainkan narasi propaganda untuk menyesatkan masyarakat.

"Tapi yang terpenting sebenarnya adalah memahami orang-orang Indonesia, orang-orang yang di luar Suriah, yang kemudian bisa jadi mereka akan terjebak kelompok teror yang mengatasnamakan agama untuk mengembalikan semangatnya, untuk regroup dan reorganisasi," kata Robi.

Menurut Robi, Suriah telah melalui masa-masa yang sangat sulit. Apa yang terjadi sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang rakyat Suriah, yang tidak hanya melibatkan perlawanan fisik, tetapi juga pengaruh dari negara-negara besar, misalnya Turki, Qatar, Amerika dan Israel. Hal ini diindikasikan karena tidak ada perlawanan yang masif ketika Hayat Tahrir Al-Syam (HTS) masuk ke Damaskus, munculnya pemerintahan transisi dan dirangkulnya kelompok kelompok minoritas untuk bisa hidup berdampingan di Suriah.

Robi mengklaim bahwa ini adalah bentuk diplomasi-diplomasi di tingkat elit yang ditunjukkan munculnya negara negara internasional untuk melakukan normalisasi hubungan dengan pemerintah Suriah yang baru.

"Ini bukan kemenangan 100% yang dilakukan oleh perlawanan, tapi kemenangannya itu lewat jalur diplomasi. Jalur diplomasi adalah memanfaatkan negara-negara yang punya kepentingan dengan kelompok perlawanan itu dalam rangka mengganti rezim Suriah," kata Robi.

Oleh karena itu, Direktur Indonesia Muslim Crisis Center ini menyerukan pemerintah untuk meluruskan narasi-narasi yang beredar di media sosial agar tidak menyesatkan masyarakat. Jangan sampai masyarakat terpedaya seperti pada masa munculnya ISIS. Masyarakat harus cermat dalam membaca situasi dan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah.

Selain itu, Robi menambahkan, perlunya pemerintah melakukan konsolidasi antara ulama-ulama moderat Indonesia dan ulama moderat di Suriah. Hal ini harus dilakukan pemerintah untuk membangun misi perdamaian, dan meredam suara kelompok garis keras. Menurutnya, banyak ulama Indonesia yang memiliki kedekatan dengan ulama Suriah.

"Indonesia punya kemampuan itu untuk melakukan diplomasi terhadap Suriah dengan melakukan pendekatan dan berkomunikasi dengan ulama-ulama yang karismatik di Suriah," tandas Robi.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0951 seconds (0.1#10.140)