RUU Ciptaker Akan Merugikan Pekerja, Pemerintah, dan Pengusaha
Senin, 05 Oktober 2020 - 09:52 WIB
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ( RUU Ciptaker ) dinilai akan menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Salah satu yang diprediksi akan menjadi masalah adalah kemungkinan upah minimum kabupaten atau kota (UMK) diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkapkan UMP itu ditetapkan dari wilayah dengan upah yang nilainya paling rendah. BPJS Watch mencontohkan Kota Bekasi akan bisa disamakan dengan UMK Kabupaten Ciamis yang besarnya Rp2 juta per bulan. Jumlah itu jauh dari UMK Kota Bekasi sekarang sebesar Rp4,6 juta. (Baca juga: Gabungan Serikat Pekerja Minta RUU Ciptaker Tidak Dibawa ke Rapat Paripurna)
Timboel mengatakan dengan penetapan UMP akan menurunkan daya beli pekerja. “Perputaran barang dan jasa akan tersendat karena daya beli masyarakat menurun. Bila pergerakan barang dan jasa menurun akan mempengaruhi investasi barang dan jasa tersebut,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Dia menyatakan konsumsi masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Padahal, konsumsi rumah tangga itu berkontribusi 55-60% terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Di satu pihak pemerintah sedang menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi positif. Sementara itu, pemerintah memposisikan konsumsi melemah. Ini kebijakan kontradiktif,” tuturnya.
Penurunan upah minimum akan membuat efek domino, misalnya terhadap iuran jaminan kesehatan nasional (JKN). Iuran dari pekerja formal merupakan penyumbang kedua tertinggi pemasukan bagi JKN.
“Bila iuran dari pekerja formal menurun, akan berpotensi menciptakan defisit JKN yang dikelola BPJS kesehatan semakin besar. Bila defisit terjadi, APBN harus menutupinya. Lagi-lagi membebani APBN,” ucapnya.
BPJS Watch menilai jika RUU Ciptaker, khususnya klaster ketenagakerjaan disahkan akan merugikan pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Pemerintah dan DPR berpikir ulang untuk mengesahkan RUU ini.
Timboel menegaskan penolakan sejumlah serikat pekerja terhadap RUU Ciptaker mempunyai alasan yang kuat. Namun, rencana demonstrasi untuk menolak RUU Ciptaker dinilai berpotensi meningkatkan penyebaran virus Sars Cov-II. (Baca juga: Banyak Aturan Krusial yang Diserahkan pada PP dalam RUU Ciptaker)
“Saya berharap pemerintah dan DPR ikut bertanggung jawab penuh untuk menghindari terjadinya kenaikan penyebaran COVID-19 ini di kalangan pekerja/buruh. Oleh karenanya, pengesahan RUU ini harus ditunda dan ajak kembali serikat pekerja untuk berdiskusi membicarakan klaster ketenagakerjaan ini,” pungkasnya.
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkapkan UMP itu ditetapkan dari wilayah dengan upah yang nilainya paling rendah. BPJS Watch mencontohkan Kota Bekasi akan bisa disamakan dengan UMK Kabupaten Ciamis yang besarnya Rp2 juta per bulan. Jumlah itu jauh dari UMK Kota Bekasi sekarang sebesar Rp4,6 juta. (Baca juga: Gabungan Serikat Pekerja Minta RUU Ciptaker Tidak Dibawa ke Rapat Paripurna)
Timboel mengatakan dengan penetapan UMP akan menurunkan daya beli pekerja. “Perputaran barang dan jasa akan tersendat karena daya beli masyarakat menurun. Bila pergerakan barang dan jasa menurun akan mempengaruhi investasi barang dan jasa tersebut,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Dia menyatakan konsumsi masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Padahal, konsumsi rumah tangga itu berkontribusi 55-60% terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Di satu pihak pemerintah sedang menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi positif. Sementara itu, pemerintah memposisikan konsumsi melemah. Ini kebijakan kontradiktif,” tuturnya.
Penurunan upah minimum akan membuat efek domino, misalnya terhadap iuran jaminan kesehatan nasional (JKN). Iuran dari pekerja formal merupakan penyumbang kedua tertinggi pemasukan bagi JKN.
“Bila iuran dari pekerja formal menurun, akan berpotensi menciptakan defisit JKN yang dikelola BPJS kesehatan semakin besar. Bila defisit terjadi, APBN harus menutupinya. Lagi-lagi membebani APBN,” ucapnya.
BPJS Watch menilai jika RUU Ciptaker, khususnya klaster ketenagakerjaan disahkan akan merugikan pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Pemerintah dan DPR berpikir ulang untuk mengesahkan RUU ini.
Timboel menegaskan penolakan sejumlah serikat pekerja terhadap RUU Ciptaker mempunyai alasan yang kuat. Namun, rencana demonstrasi untuk menolak RUU Ciptaker dinilai berpotensi meningkatkan penyebaran virus Sars Cov-II. (Baca juga: Banyak Aturan Krusial yang Diserahkan pada PP dalam RUU Ciptaker)
“Saya berharap pemerintah dan DPR ikut bertanggung jawab penuh untuk menghindari terjadinya kenaikan penyebaran COVID-19 ini di kalangan pekerja/buruh. Oleh karenanya, pengesahan RUU ini harus ditunda dan ajak kembali serikat pekerja untuk berdiskusi membicarakan klaster ketenagakerjaan ini,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda