Raksasa Sawit Disebut Dukung Praktik Deforestasi lewat RUU Cipta Kerja
Rabu, 16 September 2020 - 13:52 WIB
(Baca: Soal Ombibus Law RUU Cipta Kerja, Sosiolog: Dampak Lingkungan Penting Dikritisi)
Kajian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Indonesia Madani juga memastikan bahwa RUU tersebut akan melemahkan perlindungan hukum untuk hutan alam di Indonesia dan berpotensi menyebabkan bencana berskala besar. Termasuk kerusakan signifikan terhadap tutupan hutan alam di provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Jawa Tengah dalam dua hingga tiga dekade mendatang.
Sejumlah ketentuan yang dinilai bermasalah dalam RUU Cipta Kerja tersebut meliputi, di longgarkannya persyaratan untuk melakukan peninjauan dampak lingkungan dari proyek industri dan agribisnis. Lalu, diperkuatnya wewenang pemerintah pusat untuk menyetujui bisnis dan investasi di kawasan hutan dan lahan gambut yang telah ditunjuk secara resmi – meskipun saat ini tengah diberlakukan moratorium deforestasi di kawasan-kawasan tersebut.
Kemudian, dihapusnya persyaratan yang mewajibkan setiap provinsi untuk mengalokasikan dan mempertahankan setidaknya 30% dari keseluruhan lahan milik provinsi tersebut sebagai tutupan hutan, dan sebaliknya malah mengizinkan masing-masing pemerintah provinsi untuk menetapkan standar mereka sendiri "secara proporsional".
Dihilangkannya tanggung jawab dan kewajiban hukum yang berlaku ketat bagi setiap perusahaan yang di areal konsesinya terjadi karhutla (kebakaran lahan dan hutan). Regulasi ini berperan sebagai insentif utama bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencegah dan memadamkan kebakaran yang mungkin terjadi serta menahan diri untuk tidak membakar lahan milik mereka sendiri.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini kemungkinan besar akan mengakibatkan melonjaknya praktik deforestasi yang dilakukan oleh produsen minyak sawit serta mencemari nama baik industri minyak sawit dan juga para pelanggannya. Unsur-unsur pro-deforestasi pada RUU tersebut juga dinilai mengabaikan moratorium pembukaan hutan untuk pembangunan perkebunan dan kayu yang ditetapkan secara permanen oleh Pemerintah Indonesia pada Agustus 2019 lalu.
Kajian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Indonesia Madani juga memastikan bahwa RUU tersebut akan melemahkan perlindungan hukum untuk hutan alam di Indonesia dan berpotensi menyebabkan bencana berskala besar. Termasuk kerusakan signifikan terhadap tutupan hutan alam di provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Jawa Tengah dalam dua hingga tiga dekade mendatang.
Sejumlah ketentuan yang dinilai bermasalah dalam RUU Cipta Kerja tersebut meliputi, di longgarkannya persyaratan untuk melakukan peninjauan dampak lingkungan dari proyek industri dan agribisnis. Lalu, diperkuatnya wewenang pemerintah pusat untuk menyetujui bisnis dan investasi di kawasan hutan dan lahan gambut yang telah ditunjuk secara resmi – meskipun saat ini tengah diberlakukan moratorium deforestasi di kawasan-kawasan tersebut.
Kemudian, dihapusnya persyaratan yang mewajibkan setiap provinsi untuk mengalokasikan dan mempertahankan setidaknya 30% dari keseluruhan lahan milik provinsi tersebut sebagai tutupan hutan, dan sebaliknya malah mengizinkan masing-masing pemerintah provinsi untuk menetapkan standar mereka sendiri "secara proporsional".
Dihilangkannya tanggung jawab dan kewajiban hukum yang berlaku ketat bagi setiap perusahaan yang di areal konsesinya terjadi karhutla (kebakaran lahan dan hutan). Regulasi ini berperan sebagai insentif utama bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencegah dan memadamkan kebakaran yang mungkin terjadi serta menahan diri untuk tidak membakar lahan milik mereka sendiri.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini kemungkinan besar akan mengakibatkan melonjaknya praktik deforestasi yang dilakukan oleh produsen minyak sawit serta mencemari nama baik industri minyak sawit dan juga para pelanggannya. Unsur-unsur pro-deforestasi pada RUU tersebut juga dinilai mengabaikan moratorium pembukaan hutan untuk pembangunan perkebunan dan kayu yang ditetapkan secara permanen oleh Pemerintah Indonesia pada Agustus 2019 lalu.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda