Antisipasi Covid-19 Klaster Pilkada
Rabu, 16 September 2020 - 06:45 WIB
Antisipasi Kedepan
Perjalanan penyelenggaraan Pilkada masih panjang dan akan memasuki fase yang lebih krusial yang tidak bisa dihindarkan bertemunya banyak orang, yaitu kampanye dan pemungutan suara. Sementara perkembangan jumlah kasus positif Covid-19 semakin meningkat.
Oleh karena itu, sejumlah hal harus dilakukan untuk mengantisipasi fase kampanye dan pemungutan suara. Dalam masa kampanye, regulasi teknis tidak mengalami perubahan yang fundamental. Hanya ada regulasi yang mewajibkan penerapan protokol Covid-19. Misalnya, PKPU masih membuka ruang bagi kampanye rapat umum, dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan orang dengan penerapan protokol Covid-19. Kewaspadaan melalui penerapan protokol wajib hukumnya untuk menekan penularan virus yang semakin tinggi.
Tantangan penerapan protokol Covid-19 menjadi sangat krusial, terutama dalam empat level. Pertama, komitmen politik (political will) otoritas. Komitmen politik terhadap penanganan Covid-19 jadi titik penting menyangkut penyiapan kerangka hukum, anggaran dan sanksi terhadap pelanggaran protokol Covid-19. Sayangnya, kerangka hukum tentang penanganan pandemi tidak dijalankan secara konsisten. Otoritas berada dalam dilema, antara menanganai urusan ekonomi dan pandemi Covid-19. Demikian juga dari sisi penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol Covid-19 yang belum maksimal. Oleh nya itu, kita patut belajar dari sejumlah Negara yang relatif berhasil mengendalikan wabah, seperti Jerman, Kanada, dan China.
Kedua, level penyelenggara Pemilu. Semua penyelenggara Pemilu harus sadar betul bahwa penyelenggaraan Pilkada tahun ini berada dalam situasi pandemi. Itu sebabnya, penerapan seluruh protokol Covid-19 wajib hukumnya. Bawaslu telah menjadikan penerapan protokol Covid-19 ini sebagai salah satu obyek pengawasan. Oleh karena itu, sejumlah pencegahan dilakukan oleh Bawaslu baik kepada KPU dan bakal Calon Kepala Daerah untuk mengingatkan penerapan protokol Covid-19 ini. Bahkan, temuan-temuan di 243 titik akan diproses berdasarkan ketentuan, jika memenuhi unsur akan ditindak berdasarkan mekanisme yang tersedia. Kalau berkaitan dengan pidana, Bawaslu akan merekomendasikan kepada kepolisian dan pihak lain yang berwenang.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, Bawaslu, KPU dan DKPP isu ini menjadi atensi untuk menyusun penegakan disiplin dan sanksi hukum bagi pelanggar protokol Covid-19.
Ketiga, level tim pasangan calon. Kasus hadirnya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah mendaftar ke KPU dalam posisi terkonfirmasi positif Covid-19 dan sejumlah event yang melanggar social distancing pada saat deklarasi dan pendaftaran bakal calon merefleksikan masih rendahnya kesadaran peserta pemilihan dalam mematuhi ketentuan protokol Covid-19.
Keinginan mengatur pendisiplinan dan saksi hukum yang lebih berat bagi kontestan Pilkada 2020 sebagaimana tercermin dalam RDP komisi II DPR RI patut diapresiasi. Dengan demikian, kontestan tidak bisa lagi bermain-main dengan protokol Covid-19.
Keempat, pemilih. Di level pemilih, penerapan protokol Covid-19 sangat tergantung dari penegakan hukum yang dilakukan oleh aparatur. Hal ini bisa kita lihat dari periode bulan Maret hingga Mei dimana masyarakat relatif berdiam diri dirumah. Oleh karena itu, penerapan protokol Covid-19 juga menjadi jaminan bagi partisipasi pemilih. Jika dalam kurung waktu tiga bulan, September – Desember 2020 situasi tidak terkendali maka kita patut waspada dengan turunnya partisipasi pemilih.
Sinergi antisipasi dan kerjasama mutlak dipelukan dalam situasi serba terbatas seperti ini jika kita ingin menggelar pilkada di saat wabah belum mereda. Tak ada kata terlambat, semua pihak harus bergandeng tangan memainkan tugas dan perannya masing-masing.
Perjalanan penyelenggaraan Pilkada masih panjang dan akan memasuki fase yang lebih krusial yang tidak bisa dihindarkan bertemunya banyak orang, yaitu kampanye dan pemungutan suara. Sementara perkembangan jumlah kasus positif Covid-19 semakin meningkat.
Oleh karena itu, sejumlah hal harus dilakukan untuk mengantisipasi fase kampanye dan pemungutan suara. Dalam masa kampanye, regulasi teknis tidak mengalami perubahan yang fundamental. Hanya ada regulasi yang mewajibkan penerapan protokol Covid-19. Misalnya, PKPU masih membuka ruang bagi kampanye rapat umum, dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan orang dengan penerapan protokol Covid-19. Kewaspadaan melalui penerapan protokol wajib hukumnya untuk menekan penularan virus yang semakin tinggi.
Tantangan penerapan protokol Covid-19 menjadi sangat krusial, terutama dalam empat level. Pertama, komitmen politik (political will) otoritas. Komitmen politik terhadap penanganan Covid-19 jadi titik penting menyangkut penyiapan kerangka hukum, anggaran dan sanksi terhadap pelanggaran protokol Covid-19. Sayangnya, kerangka hukum tentang penanganan pandemi tidak dijalankan secara konsisten. Otoritas berada dalam dilema, antara menanganai urusan ekonomi dan pandemi Covid-19. Demikian juga dari sisi penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol Covid-19 yang belum maksimal. Oleh nya itu, kita patut belajar dari sejumlah Negara yang relatif berhasil mengendalikan wabah, seperti Jerman, Kanada, dan China.
Kedua, level penyelenggara Pemilu. Semua penyelenggara Pemilu harus sadar betul bahwa penyelenggaraan Pilkada tahun ini berada dalam situasi pandemi. Itu sebabnya, penerapan seluruh protokol Covid-19 wajib hukumnya. Bawaslu telah menjadikan penerapan protokol Covid-19 ini sebagai salah satu obyek pengawasan. Oleh karena itu, sejumlah pencegahan dilakukan oleh Bawaslu baik kepada KPU dan bakal Calon Kepala Daerah untuk mengingatkan penerapan protokol Covid-19 ini. Bahkan, temuan-temuan di 243 titik akan diproses berdasarkan ketentuan, jika memenuhi unsur akan ditindak berdasarkan mekanisme yang tersedia. Kalau berkaitan dengan pidana, Bawaslu akan merekomendasikan kepada kepolisian dan pihak lain yang berwenang.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, Bawaslu, KPU dan DKPP isu ini menjadi atensi untuk menyusun penegakan disiplin dan sanksi hukum bagi pelanggar protokol Covid-19.
Ketiga, level tim pasangan calon. Kasus hadirnya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah mendaftar ke KPU dalam posisi terkonfirmasi positif Covid-19 dan sejumlah event yang melanggar social distancing pada saat deklarasi dan pendaftaran bakal calon merefleksikan masih rendahnya kesadaran peserta pemilihan dalam mematuhi ketentuan protokol Covid-19.
Keinginan mengatur pendisiplinan dan saksi hukum yang lebih berat bagi kontestan Pilkada 2020 sebagaimana tercermin dalam RDP komisi II DPR RI patut diapresiasi. Dengan demikian, kontestan tidak bisa lagi bermain-main dengan protokol Covid-19.
Keempat, pemilih. Di level pemilih, penerapan protokol Covid-19 sangat tergantung dari penegakan hukum yang dilakukan oleh aparatur. Hal ini bisa kita lihat dari periode bulan Maret hingga Mei dimana masyarakat relatif berdiam diri dirumah. Oleh karena itu, penerapan protokol Covid-19 juga menjadi jaminan bagi partisipasi pemilih. Jika dalam kurung waktu tiga bulan, September – Desember 2020 situasi tidak terkendali maka kita patut waspada dengan turunnya partisipasi pemilih.
Sinergi antisipasi dan kerjasama mutlak dipelukan dalam situasi serba terbatas seperti ini jika kita ingin menggelar pilkada di saat wabah belum mereda. Tak ada kata terlambat, semua pihak harus bergandeng tangan memainkan tugas dan perannya masing-masing.
tulis komentar anda