KRPI Bakal Tempuh Jalur Hukum Jika RUU Cipta Kerja Tetap Disahkan Jadi UU
Rabu, 02 September 2020 - 22:03 WIB
JAKARTA - Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) merekomendasikan draf sandingan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang memprioritaskan kepentingan nasional agar tercapainya keadilan sosial bagi seluruh pekerja dan rakyat Indonesia.
Di dalam RUU Cipta Kerja pemerintah mengusulan penghapusan 30 pasal, pengubahan 30 pasal dan sisipan 15 pasal dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal-pasal tersebut terkait aturan hukum tentang Tenaga Kerja Asing (TKA); Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja, Pesangon; dan denda. (Baca juga: Menimbang Omnibus Law Cipta Kerja)
Berdasarkan fakta penghapusan dan pengubahan pasal-pasal UU Ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja, KRPI menyatakan bahwa, dalam amanat alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibnan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (Baca juga: Kesepahaman RUU Cipta Kerja Buruh-DPR Diharap Beri Manfaat untuk Semua)
Selain itu, substansi RUU Cipta Kerja tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 serta harus berorientasi dan memprioritaskan kepentingan nasional demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ”Metode Omnibus Law yang digunakan dalam RUU Cipta Kerja pun jangan sampai memperlemah Indonesia sebagai negara hukum dan memperburuk kualitas aturan hukum dalam undang-undang eksisting/sektoral yang telah berlaku,” ujar juru bicara KRPI Timboel Siregar Selasa (1/9/2020). (Baca juga: Matangkan RUU Ciptaker, DPR Jangan Sekadar Jadi Tukang Stempel)
Tidak hanya itu, kata Timboel, cluster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja selayaknya melahirkan aturan hukum yang dapat mendorong ketenagakerjaan yang lebih baik. Jangan sampai revisi terhadap UU Ketenagakerjaan malah mereduksi atau menghilangkan manfaat yang telah diterima oleh pekerja Indonesia selama ini.
Menurut dia, aturan hukum dalam RUU Cipta Kerja jika sungguh-sungguh bertujuan untuk membuka akses rakyat terhadap ekonomi dan kesempatan bekerja harus mampu mengintegrasikan politik legislasi sistem pendidikan nasional, sistem nasional ketenagakerjaan, sistem nasional perindustrian, sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
"Atas pertimbangan tersebut, KRPI merekomendasikan untuk mempertahankan pasal-pasal di UU Ketenagakerjaan yang diusulkan dihapus oleh pemerintah dalam RUU Cipta Kerja, Menerima usulan Pemerintah tanpa atau dengan perubahan redaksional dan Pasal yang diusulkan perubahan baik dengan penghapusan maupun penambahan redaksional kalimat," ujarnya.
Adapun pasal-pasal yang diusulkan dihapus oleh pemerintah dalam RUU Cipta Kerja yang direkomendasikan untuk dipertahankan di antaranya, Tentang Tenaga Kerja Asing (6 Pasal), Tentang Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja (21 Pasal), Tentang PHK dan Pesangan (20 Pasal) khusus Pasal 155 ayat (2) UUK 13/2003. ”Menerima usulan pemerintah tanpa atau dengan perubahan redaksional yaitu Tentang Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja,” katanya.
Pasal 56 Penambahan ayat (3) dan ayat (4) di RUU Cipta Kerja dihapus karena penggunaan frasa “kesepakatan” melemahkan hak-hak buruh atau pekerja dalam hal perlindungan upah dan kepastian kerja,” katanya.
Terkait dengan PHK dan Pesangon, kata dia, pihaknya menyetujui jika Pasal 159 dihapus sesuai Putusan MK 012/PUU-I/2003 tentang kesalahan berat pada Pasal 158, 159, 160 ayat (1), 170, 171, dan 186. Mengenai PHK dan pesangon, pasal yang dihapus meliputi Pasal 151A, Pasal 154A dan perubahan Pasal 157 ayat (1) huruf b menjadi Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan pekerja/buruh dan keluarganya.
"Jika rekomendasi ini tidak diterima oleh Panja RUU Cipta Kerja DPR dan Pemerintah yang terlibat dalam pembahasan, serta draft dari pemerintah dipaksakan disahkan sebagai undang-undang, meski terindikasi kuat bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan Ketetapan MPR I/MPR/2003, maka KRPI akan menempuh jalur hukum," ujar Timboel.
Di dalam RUU Cipta Kerja pemerintah mengusulan penghapusan 30 pasal, pengubahan 30 pasal dan sisipan 15 pasal dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal-pasal tersebut terkait aturan hukum tentang Tenaga Kerja Asing (TKA); Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja, Pesangon; dan denda. (Baca juga: Menimbang Omnibus Law Cipta Kerja)
Berdasarkan fakta penghapusan dan pengubahan pasal-pasal UU Ketenagakerjaan di dalam RUU Cipta Kerja, KRPI menyatakan bahwa, dalam amanat alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibnan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (Baca juga: Kesepahaman RUU Cipta Kerja Buruh-DPR Diharap Beri Manfaat untuk Semua)
Selain itu, substansi RUU Cipta Kerja tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 serta harus berorientasi dan memprioritaskan kepentingan nasional demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ”Metode Omnibus Law yang digunakan dalam RUU Cipta Kerja pun jangan sampai memperlemah Indonesia sebagai negara hukum dan memperburuk kualitas aturan hukum dalam undang-undang eksisting/sektoral yang telah berlaku,” ujar juru bicara KRPI Timboel Siregar Selasa (1/9/2020). (Baca juga: Matangkan RUU Ciptaker, DPR Jangan Sekadar Jadi Tukang Stempel)
Tidak hanya itu, kata Timboel, cluster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja selayaknya melahirkan aturan hukum yang dapat mendorong ketenagakerjaan yang lebih baik. Jangan sampai revisi terhadap UU Ketenagakerjaan malah mereduksi atau menghilangkan manfaat yang telah diterima oleh pekerja Indonesia selama ini.
Menurut dia, aturan hukum dalam RUU Cipta Kerja jika sungguh-sungguh bertujuan untuk membuka akses rakyat terhadap ekonomi dan kesempatan bekerja harus mampu mengintegrasikan politik legislasi sistem pendidikan nasional, sistem nasional ketenagakerjaan, sistem nasional perindustrian, sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
"Atas pertimbangan tersebut, KRPI merekomendasikan untuk mempertahankan pasal-pasal di UU Ketenagakerjaan yang diusulkan dihapus oleh pemerintah dalam RUU Cipta Kerja, Menerima usulan Pemerintah tanpa atau dengan perubahan redaksional dan Pasal yang diusulkan perubahan baik dengan penghapusan maupun penambahan redaksional kalimat," ujarnya.
Adapun pasal-pasal yang diusulkan dihapus oleh pemerintah dalam RUU Cipta Kerja yang direkomendasikan untuk dipertahankan di antaranya, Tentang Tenaga Kerja Asing (6 Pasal), Tentang Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja (21 Pasal), Tentang PHK dan Pesangan (20 Pasal) khusus Pasal 155 ayat (2) UUK 13/2003. ”Menerima usulan pemerintah tanpa atau dengan perubahan redaksional yaitu Tentang Upah, Jaminan Sosial, Hubungan Kerja,” katanya.
Pasal 56 Penambahan ayat (3) dan ayat (4) di RUU Cipta Kerja dihapus karena penggunaan frasa “kesepakatan” melemahkan hak-hak buruh atau pekerja dalam hal perlindungan upah dan kepastian kerja,” katanya.
Terkait dengan PHK dan Pesangon, kata dia, pihaknya menyetujui jika Pasal 159 dihapus sesuai Putusan MK 012/PUU-I/2003 tentang kesalahan berat pada Pasal 158, 159, 160 ayat (1), 170, 171, dan 186. Mengenai PHK dan pesangon, pasal yang dihapus meliputi Pasal 151A, Pasal 154A dan perubahan Pasal 157 ayat (1) huruf b menjadi Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan pekerja/buruh dan keluarganya.
"Jika rekomendasi ini tidak diterima oleh Panja RUU Cipta Kerja DPR dan Pemerintah yang terlibat dalam pembahasan, serta draft dari pemerintah dipaksakan disahkan sebagai undang-undang, meski terindikasi kuat bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan Ketetapan MPR I/MPR/2003, maka KRPI akan menempuh jalur hukum," ujar Timboel.
(cip)
tulis komentar anda