Menakar Manfaat BRICS dan MIKTA bagi Indonesia

Selasa, 05 November 2024 - 07:09 WIB
Perluasan keanggotaan BRICS dalam konteks ini diumumkan secara terbuka pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan tanggal 22-24 Agustus 2023. Saat itu tercatat ada penambahan anggota baru BRICS, yaitu Argentina, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, yang berlaku efektif terhitung mulai tanggal 1 Januari 2024. Pada KTT BRICS ke-16 di Kota Kazan, Rusia tanggal 22-24 Oktober 2024, BRICS juga mengumumkan secara terbuka 13 negara mitra baru (new partner country), yakni Indonesia, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turkiye, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. Dari negara-negara tersebut, dua di antaranya adalah anggota MIKTA, yaitu Indonesia dan Turkiye.

Kerawanan akan terjadinya gesekan antara BRICS dan Blok Barat juga berpotensi dipicu oleh keinginan pihak BRICS yang mencoba melepaskan diri dari ketergantungan atas mata uang dollar Amerika Serikat serta keinginan akan kehadiran lembaga-lembaga internasional alternatif seperti lembaga International Monetary Fund (IMF) dan World Bank yang berada di bawah kendali Barat.

Lokomotif Kemajuan MIKTA

Keberadaan Indonesia di MIKTA dinilai lebih strategis dibandingkan dengan keberadaannya di BRICS. Salah satu alasan di sini berhubungan dengan keberadaan Indonesia yang terpatri dalam nama lembaga (MIKTA) melalui akronim “I” yang merefleksikannya sebagai bagian dari negara inti atau founding countries. Adanya akronim nama Indonesia di sini juga merupakan investasi ketokohan Indonesia dalam kepolitikan global. Dibandingan dengan BRICS, MIKTA memiliki nilai lebih yang bersifat konkret.

Dalam konteks kerja sama di bidang teknologi pertahanan, Indonesia dan dua negara MIKTA, yaitu Korea Selatan dan Turkiye, telah memiliki kerja sama kemitraan strategis di sektor industri pertahanan. Bersama Korea Selatan, Indonesia terlibat dalam kerja sama pengembangan pesawat tempur KF-21 meski sempat ‘mandek’ kelanjutannya. Sementara itu, bersama Turkiye, Indonesia mengembangkan kerja sama kemitraan strategis di bidang produksi medium tank Harimau.

Fakta konkret di atas menunjukkan potensi MIKTA sangat menjanjikan meskipun secara kelembagaan masih berstatus sebagai forum konsultasi antar sesama negara-negara anggotanya. Melalui kemauan politik (political will) dari negara-negara anngotanya, MIKTA diyakini dapat tumbuh jauh lebih kuat dan memiliki posisi setara secara kelembagaan dengan BRICS. Semakin bertambah kuatnya MIKTA, manfaat nyata dari keberadaanya niscaya akan semakin dirasakan oleh negara-negara anggotanya.

Kebijakan “setengah hati” negara-negara pilar MIKTA terhadap masa depan MIKTA secara kasatmata cukup nyata. Bahkan, MIKTA Leaders’ Gathering pertama baru diselenggarakan di sela-sela acara KTT G-20 di New Delhi tanggal 9 September 2023. Namun, situasi demikian justru merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk berkontribusi dan memegang kendali lokomotif kemajuan MIKTA agar dapat berdiri sejajar dengan BRICS.

Di sini Indonesia dengan kebijakan luar bebas aktifnya dapat berperan maksimal di banyak lini untuk tujuan kemaslahatan masyarakat dunia tanpa mempertaruhkan kepentingan pihak-pihak tertentu. Langkah diplomasi demikian dipandang selaras dengan prinsip diplomasi Indonesia yang mengusung semangat “menang tanpo ngasorake” sekaligus meneguhkan peranan Indonesia sebagai “truly global player” alih-alih “truly global follower” di ranah pergaulan internasional.

Penguatan Mesin Diplomasi

Guna mendukung keberhasilan diplomasi Indonesia di luar negeri, termasuk di lingkup BRICS dan MIKTA, pemerintah Indonesia tentunya perlu memperkuat mesin diplomasi Indonesia yang pelaksanaannya di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Dalam konteks ini dan seperti posisi Kemenkeu saat ini yang tidak berada di bawah Kemenko namun berada langsung di bawah Presiden, keberadaan Kemlu kiranya patut dipertimbangkan untuk ditempatkan langsung di bawah presiden, bukan di bawah Kemenko Polkam yang heavy-nya secara spesifik lebih pada aspek politik-keamanan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More