Menakar Manfaat BRICS dan MIKTA bagi Indonesia
Selasa, 05 November 2024 - 07:09 WIB
Diawali dengan pertemuan tingkat Menlu negara-negara BRIC di sela-sela Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di New York pada tahun 2006, BRIC selanjutnya tumbuh berkembang menjadi sebuah blok kekuatan baru dunia dan KTT BRIC pertama diadakan di Yekaterinburg, Rusia pada tanggal 16 Juni 2009. Nama Indonesia sempat dipandang oleh sebagian kalangan berpotensi menjadi bagian dari BRIC bersama Afrika Selatan, sehingga jika keduanya bergabung maka akronim nama kelompok ini akan berubah menjadi BRIICS (Brazil, Russia, India, Indonesia, China, South Africa). Namun, ternyata justru Afrika Selatan yang "dipilih" untuk bergabung dengan BRICS pada tahun 2010.
Nama "BRICS" yang merupakan akronim dari masing-masing negara pilar utamanya memberikan nilai plus tersendiri bagi Brasil, Rusia, China, dan Afrika Selatan, salah satunya menempatkan mereka pada posisi “founders” sekaligus “owners” dari organisasi ini. Dari aspek penamaan, nama BRICS terasa sedikit berbeda dibandingkan dengan nama lembaga organisasi kerja sama yang mengusung kekhasan organisasinya, seperti ASEAN, Indian Ocean Rim Association (IORA), dan sejenisnya.
Indonesia dan BRICS
Kehadiran Indonesia pada KTT BRICS di Rusia baru-baru ini menandai era baru partisipasi Indonesia sebagai partner country kelompok blok ekonomi ini. Secara umum masuknya Indonesia ke dalam BRICS secara umum disambut cukup positif meskipun tidak sedikit yang mempertanyakan keputusan Indonesia dalam konteks ini. Bagi pihak yang mempertanyakan bergabungnya Indonesia sebagai partner country BRICS, setidaknya terdapat dua pertimbangan utama yang mendasarinya.
Pertama, pertimbangan menyangkut pentingnya menjaga marwah dan martabat Indonesia di mata dunia, khususnya di mata negara-negara BRICS. Sejarah bangsa mencatat dengan tinta emas kiprah Indonesia dalam pergaulan internasional di antaranya tampil sebagai pelopor. Kepeloporan Indonesia dalam pendirian GNB dan ASEAN adalah contoh fakta sejarah yang sangat membanggakan. Atas dasar pertimbangan prestasi gemilang di masa lalu tersebut, kiranya dapat dimengerti jika ada sebagian kalangan yang berharap “lebih” terkait keberadaan Indonesia di BRICS. Dalam arti, meski tidak menjadi negara pilar utama BRICS, setidaknya kiprah Indonesia tidak dipandang sebagai follower belaka.
Kedua, pertimbangan terkait aspek manfaat bergabung BRICS untuk kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh, dalam konteks keberadaan Rusia sebagai anggota BRICS sekaligus sebagai negara maju di bidang industri pertahanan dan negara kaya sumber daya energi khususnya migas, bagaimana strategi Indonesia dalam memanfaatkan Rusia sebagai mitra strategisnya di bidang pertahanan dan migas vis-à-vis stick and carrot policy-nya Amerika Serikat khususnya yang terkait dengan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Selama rasa ketakuan akan sanksi CAATSA terus membayangi, maka pola hubungan dengan Rusia dalam kerangka BRICS akan tetap bersifat business as usual alih-alih business unusual sebagaimana yang diharapkan.
MIKTA Kekuatan Penyeimbang
Selain BRICS, Indonesia juga merupakan anggota MIKTA (Mexico, Indonesia, Korea, Turkiye, Australia), sebuah cross-regional consultative platform. BRICS dan MIKTA memiliki kesamaan dalam proses pendiriannya. Selain negara-negara anggota utamanya sama-sama anggota G-20, MIKTA juga didirikan di New York pada bulan September 2013 di sela-sela SMU PBB. Sebagai forum konsultasi lintas kawasan, MIKTA didesain untuk membangun saling kesepahaman dan meningkatkan hubungan kerja sama bilateral serta mengembangan proyek bersama untuk memperluas pertukaran informasi dan pengalaman di antara sesama negara-negara anggota.
Indonesia menaruh harapan besar kepada MIKTA untuk dapat menjadi sebuah kekuatan positif (a positive force) di tengah situasi dunia yang terpolarisasi. Dalam situasi dunia seperti ini, MIKTA dapat berperan sebagai bridge builder bagi terjalinnya hubungan dan kerja sama internasional yang didasari sikap saling memahami satu sama lain. Peranan sebagai bridge builder sangat terbuka untuk diperankan oleh MIKTA khususnya dalam menjembatani komunikasi dan membangun kesepahaman antara Blok Barat khususnya Amerika Serikat dan BRICS.
Peranan MIKTA sebagai bridge builder dalam hal ini mesti ditopang dengan penguatan kelembagaan MIKTA sebagaimana proses penguatan kelembagaan yang berhasil dilewati dengan baik oleh BRICS. Peranan MIKTA sebagai bridge builder dinilai sangat strategis dalam rangka meredam potensi gesekan kepentingan antara Blok Barat dan BRICS di masa mendatang. Potensi terjadinya gesekan politik di antara kedua pihak dapat muncul ke permukaan sebagai konsekuensi logis atau implikasi nyata dari adanya kebijakan perluasan keanggotaan BRICS yang tergolong masif namun cukup sensitif.
Nama "BRICS" yang merupakan akronim dari masing-masing negara pilar utamanya memberikan nilai plus tersendiri bagi Brasil, Rusia, China, dan Afrika Selatan, salah satunya menempatkan mereka pada posisi “founders” sekaligus “owners” dari organisasi ini. Dari aspek penamaan, nama BRICS terasa sedikit berbeda dibandingkan dengan nama lembaga organisasi kerja sama yang mengusung kekhasan organisasinya, seperti ASEAN, Indian Ocean Rim Association (IORA), dan sejenisnya.
Indonesia dan BRICS
Kehadiran Indonesia pada KTT BRICS di Rusia baru-baru ini menandai era baru partisipasi Indonesia sebagai partner country kelompok blok ekonomi ini. Secara umum masuknya Indonesia ke dalam BRICS secara umum disambut cukup positif meskipun tidak sedikit yang mempertanyakan keputusan Indonesia dalam konteks ini. Bagi pihak yang mempertanyakan bergabungnya Indonesia sebagai partner country BRICS, setidaknya terdapat dua pertimbangan utama yang mendasarinya.
Pertama, pertimbangan menyangkut pentingnya menjaga marwah dan martabat Indonesia di mata dunia, khususnya di mata negara-negara BRICS. Sejarah bangsa mencatat dengan tinta emas kiprah Indonesia dalam pergaulan internasional di antaranya tampil sebagai pelopor. Kepeloporan Indonesia dalam pendirian GNB dan ASEAN adalah contoh fakta sejarah yang sangat membanggakan. Atas dasar pertimbangan prestasi gemilang di masa lalu tersebut, kiranya dapat dimengerti jika ada sebagian kalangan yang berharap “lebih” terkait keberadaan Indonesia di BRICS. Dalam arti, meski tidak menjadi negara pilar utama BRICS, setidaknya kiprah Indonesia tidak dipandang sebagai follower belaka.
Kedua, pertimbangan terkait aspek manfaat bergabung BRICS untuk kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh, dalam konteks keberadaan Rusia sebagai anggota BRICS sekaligus sebagai negara maju di bidang industri pertahanan dan negara kaya sumber daya energi khususnya migas, bagaimana strategi Indonesia dalam memanfaatkan Rusia sebagai mitra strategisnya di bidang pertahanan dan migas vis-à-vis stick and carrot policy-nya Amerika Serikat khususnya yang terkait dengan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Selama rasa ketakuan akan sanksi CAATSA terus membayangi, maka pola hubungan dengan Rusia dalam kerangka BRICS akan tetap bersifat business as usual alih-alih business unusual sebagaimana yang diharapkan.
MIKTA Kekuatan Penyeimbang
Selain BRICS, Indonesia juga merupakan anggota MIKTA (Mexico, Indonesia, Korea, Turkiye, Australia), sebuah cross-regional consultative platform. BRICS dan MIKTA memiliki kesamaan dalam proses pendiriannya. Selain negara-negara anggota utamanya sama-sama anggota G-20, MIKTA juga didirikan di New York pada bulan September 2013 di sela-sela SMU PBB. Sebagai forum konsultasi lintas kawasan, MIKTA didesain untuk membangun saling kesepahaman dan meningkatkan hubungan kerja sama bilateral serta mengembangan proyek bersama untuk memperluas pertukaran informasi dan pengalaman di antara sesama negara-negara anggota.
Indonesia menaruh harapan besar kepada MIKTA untuk dapat menjadi sebuah kekuatan positif (a positive force) di tengah situasi dunia yang terpolarisasi. Dalam situasi dunia seperti ini, MIKTA dapat berperan sebagai bridge builder bagi terjalinnya hubungan dan kerja sama internasional yang didasari sikap saling memahami satu sama lain. Peranan sebagai bridge builder sangat terbuka untuk diperankan oleh MIKTA khususnya dalam menjembatani komunikasi dan membangun kesepahaman antara Blok Barat khususnya Amerika Serikat dan BRICS.
Peranan MIKTA sebagai bridge builder dalam hal ini mesti ditopang dengan penguatan kelembagaan MIKTA sebagaimana proses penguatan kelembagaan yang berhasil dilewati dengan baik oleh BRICS. Peranan MIKTA sebagai bridge builder dinilai sangat strategis dalam rangka meredam potensi gesekan kepentingan antara Blok Barat dan BRICS di masa mendatang. Potensi terjadinya gesekan politik di antara kedua pihak dapat muncul ke permukaan sebagai konsekuensi logis atau implikasi nyata dari adanya kebijakan perluasan keanggotaan BRICS yang tergolong masif namun cukup sensitif.
tulis komentar anda