Deflasi: Kebijakan Harus Bagaimana?
Senin, 07 Oktober 2024 - 06:09 WIB
Hal ini bisa mengakibatkan stagnasi ekonomi yang semakin parah. Fenomena ini pun menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku ekonomi, mengingat deflasi berkepanjangan dapat menandakan adanya masalah fundamental dalam perekonomian suatu negara.
Deflasi yang terjadi di Indonesia selama beberapa bulan terakhir telah menjadi perhatian utama pemerintah dan ekonom. Dalam situasi seperti ini, negara perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah dampak buruk yang dapat terjadi pada perekonomian. Salah satu tokoh ekonomi yang relevan dalam menangani situasi yang lebih parah, depresi berat (great depression di tahun 30’an) adalah John Maynard Keynes.
Menurut Keynes, pada saat terjadinya deflasi, pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi. Salah satu cara efektif yang bisa dilakukan adalah melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Selain itu, subsidi untuk kebutuhan pokok seperti bahan bakar, pangan, dan energi juga menjadi instrumen penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi. Dengan meningkatnya konsumsi, permintaan terhadap barang dan jasa di pasar akan pulih, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan deflasi.
Selain fokus pada permintaan agregat, pemerintah juga perlu memperhatikan sisi penawaran (supply side) sebagai upaya menghadapi tantangan deflasi. Pemikiran Joseph Schumpeter menjadi sangat relevan dalam konteks ini, yang menekankan pentingnya inovasi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan lingkungan usaha yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan Schumpeterian menyarankan bahwa untuk membangkitkan perekonomian, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal kepada sektor-sektor strategis, memperkuat kualitas tenaga kerja, serta menciptakan iklim bisnis yang memungkinkan inovasi dan produktivitas.
Pada praktiknya, pemerintah dapat memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak atau subsidi bagi sektor-sektor tertentu, seperti industri manufaktur, teknologi, dan pertanian, yang memiliki potensi untuk tumbuh dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian. Insentif ini akan mendorong para pelaku usaha untuk meningkatkan produksi, mengadopsi teknologi baru, dan melakukan ekspansi bisnis.
Dengan demikian, kapasitas produksi nasional dapat meningkat, sehingga sisi penawaran agregat menjadi lebih kuat dan mampu memenuhi permintaan pasar. Pada saat penawaran meningkat, risiko kenaikan harga akibat peningkatan permintaan dapat diminimalisir, menjaga stabilitas ekonomi.
Selain memberikan insentif fiskal, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi kunci dalam mendorong penawaran agregat. Pemerintah dapat berinvestasi dalam pendidikan, pelatihan vokasional, dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Peran Pemerintah dan Keseimbangan Ekonomi
Deflasi yang terjadi di Indonesia selama beberapa bulan terakhir telah menjadi perhatian utama pemerintah dan ekonom. Dalam situasi seperti ini, negara perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah dampak buruk yang dapat terjadi pada perekonomian. Salah satu tokoh ekonomi yang relevan dalam menangani situasi yang lebih parah, depresi berat (great depression di tahun 30’an) adalah John Maynard Keynes.
Menurut Keynes, pada saat terjadinya deflasi, pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi. Salah satu cara efektif yang bisa dilakukan adalah melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Selain itu, subsidi untuk kebutuhan pokok seperti bahan bakar, pangan, dan energi juga menjadi instrumen penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi. Dengan meningkatnya konsumsi, permintaan terhadap barang dan jasa di pasar akan pulih, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan deflasi.
Selain fokus pada permintaan agregat, pemerintah juga perlu memperhatikan sisi penawaran (supply side) sebagai upaya menghadapi tantangan deflasi. Pemikiran Joseph Schumpeter menjadi sangat relevan dalam konteks ini, yang menekankan pentingnya inovasi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan lingkungan usaha yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan Schumpeterian menyarankan bahwa untuk membangkitkan perekonomian, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal kepada sektor-sektor strategis, memperkuat kualitas tenaga kerja, serta menciptakan iklim bisnis yang memungkinkan inovasi dan produktivitas.
Pada praktiknya, pemerintah dapat memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak atau subsidi bagi sektor-sektor tertentu, seperti industri manufaktur, teknologi, dan pertanian, yang memiliki potensi untuk tumbuh dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian. Insentif ini akan mendorong para pelaku usaha untuk meningkatkan produksi, mengadopsi teknologi baru, dan melakukan ekspansi bisnis.
Dengan demikian, kapasitas produksi nasional dapat meningkat, sehingga sisi penawaran agregat menjadi lebih kuat dan mampu memenuhi permintaan pasar. Pada saat penawaran meningkat, risiko kenaikan harga akibat peningkatan permintaan dapat diminimalisir, menjaga stabilitas ekonomi.
Selain memberikan insentif fiskal, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi kunci dalam mendorong penawaran agregat. Pemerintah dapat berinvestasi dalam pendidikan, pelatihan vokasional, dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Lihat Juga :
tulis komentar anda