Dari Gambar Bermuara Isu SARA

Selasa, 25 Agustus 2020 - 08:35 WIB
Potensi munculnya sikap saling curiga ke depan akan selalu ada. Untuk itu perlu memberi pendidikan kepada masyarakat bahwa sebagai bangsa harus siap dengan kondisi keberagaman. Perbedaan harus bisa diterima.

Sikap saling curiga, menurut Komaruddin, bisa muncul karena pertama, dipicu ketidakadilan ekonomi dan politik. Jurang antara kaya dan miskin yang kian lebar.

“Sebenarnya tidak apa-apa, bisa diterima kalau orang menjadi kaya karena mungkin dia berusaha keras. Tapi, itu kalau hukumnya tegak, hukum tegas, adil, dan tidak pilih kasih pada kelompok tertentu,” paparnya.

Kedua, sikap saling curiga muncul akibat rakyat kecewa pada keadaan. Kekecewaan ini datang dari berbagai pintu, mulai kondisi ekonomi yang tidak merata, politik yang pengap, korupsi yang merajalela, ditambah lagi dengan adanya media sosial. Ruang demokrasi yang terbuka ditambah kebebasan bicara di media sosial telah menciptakan kegaduhan. (Baca juga: Dua Sejoli yang Bunuh Diri di Sungai Musi Ditemukan Sudah Tak Bernyawa)

“Bagi orang yang merasa kalah, seolah mendapat umpan karena di media sosial merasa ada teman. Maka, kekecewaan makin mengkristal, dari ombak kecil jadi ombak besar, kita jadi mudah curiga,” katanya.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, dalam masyarakat yang semakin terbuka, semua pihak harus senantiasa berhati-hati dan bijak dalam menyampaikan pernyataan dan mengambil kebijakan. Dinamika dan suasana psikologis yang berkembang di masyarakat harus dipahami.

“Karena sudah terulang beberapa kali, sebaiknya pemerintah dan para penyelenggara negara lebih peka terhadap masalah SARA yang berpotensi menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” ujarnya, saat dihubungi kemarin.

Dalam amatan Mu’ti, reaksi masyarakat, khususnya umat Islam, terhadap simbol-simbol dan gambar yang dibuat oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara baru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. “Hal serupa tidak pernah atau jarang sekali terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya,” ujarnya, saat dihubungi kemarin.

Reaksi masyarakat, khususnya umat Islam, menurut Mu’ti, disebabkan oleh faktor politik. Masih ada residu dan rivalitas politik kelompok kontra Presiden Joko Widodo. Dalam amatan Mu’ti, ada tiga isu yang hampir selalu dikaitkan dengan kepemimpinan Presiden Jokowi. (Baca juga: BI Ungkap Adanya Penyebab Pakaian Adat China di Uang Baru Pecahan Rp75.000)

Pertama, isu bahwa Jokowi berasal dari keluarga PKI dan didukung oleh eks atau kelompok yang pro-PKI. Pemerintahan Jokowi dikelilingi oleh kalangan komunis. Kedua, Presiden Jokowi adalah keturunan Tionghoa dan didukung penuh oleh para pengusaha keturunan Tionghoa serta Pemerintah China.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More