Memilih OECD Bukan BRICS, Apakah Rasional?

Jum'at, 22 Maret 2024 - 05:51 WIB
Saat ini Indonesia masuk dalam critical part, dari negara dengan pendapatan di akhir tahun depan diperkirakan sebesar USD5.000, harus bisa menjadi negara dengan pendapatan USD10.000. Salah satu upaya untuk ke luar dari jebakan pendapatan kelas menengah adalah ekonomi harus tumbuh minimal 6-7% hingga 20 tahun mendatang. Dengan menjadi anggota OECD, investasi dan multilateral trade akan terbuka, termasuk mengakses di 38 negara OECD.

Dengan bergabung OECD, Indonesia juga bisa mendapat panduan untuk menyelaraskan diri dengan tolok ukur internasional. Dengan bantuan OECD, pembuatan kebijakan Indonesia bisa memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola.

Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi. Dengan menjadi anggota OECD, Indonesia bisa mengimplementasikan best practice standart seperti digunakan anggota OECD.

Di sisi lain, sebagai organisasi yang relatif baru, kinerja BRICS dan dampaknya terhadap anggota tentu belum bisa dirasakan maksimal. Belum lagi, di antara anggota pendiri BRICS ternyata belum ada kata sepakat akan dibawa kemana organisasi ini ke depan.

Di antara perbedaan krusial adalah terkait visi China yang ingin mengembangkan tatanan dunia multipolar untuk menantang dominasi Barat. Ambisi ini ternyata ditolak India dan Brazil yang memang menjalin hubungan erat dengan AS dan kawan-kawan.

Keputusan rasional telah diambil pemerintah. Namun ada sejumlah pertanyaan yang tersisa, seperti bagaimana reaksi BRICS dengan keputusan tersebut, dan apakah tidak mengganggu hubungan baik yang terjalin sejauh ini.

Pertanyaan urgen disampaikan mengingat hubungan beberapa anggota BRICS seperti Rusia dan China dengan negara-negara anggota utama OECD seperti Amerika Serikat dan beberapa anggota Uni Eropa berada di titik nadir terendah, terutama pasca-Perang Rusia-Ukraina.

baca juga: Menko Airlangga: OECD Mengakui Peran Indonesia Sebagai Pemain Global

Pertanyaan tak kalah pentingnya adalah apakah bergabung dengan OECD tidak memperpanjang hegemomi negara-negara Barat terhadap Indonesia. Konflik sawit dan hilirisasi nikel dan bahan tambang lain merupakan indikasi kongkret bahwa banyak negara maju yang juga anggota BRICS tidak rela Indonesia mengalami perkembangan. Dengan masuk anggota OECD, apakah Indonesia tidak semakin didikte?

Jawaban pertanyaan tersebut tentu hanya bisa dijawab oleh perjalanan waktu. Namun yang benar-benar perlu mendapat perhatian pemerintah adalah, jangan sampai bergabung dengan BRICS serta-merta menutup pintu komunikasi dan kerjasama dengan BRICS atau negara-negara anggota BRICS.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More