Sule dan Butarsi Berkolaborasi, Stunting Perlahan Pergi
Minggu, 05 November 2023 - 19:12 WIB
Sepekan dirawat, kondisi Ayumni mulai membaik. Syaiful pun memutuskan membawa putri kesayangannya itu pulang. Namun derita kembali datang, beberapa hari di rumah, gigi anak pertamanya itu seluruhnya tanggal. Syaiful masih tak sadar, gizi buruk berpengaruh terhadap kekuatan dan kesehatan gigi.
Berbagai ikhtiar dilakukan agar Ayumni bisa segera pulih, mampu berdiri dan berlari seperti anak-anak seusianya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan membawa Ayumni ke ahli terapi tradisional. “Beberapa kali terapi dilakukan. Tapi saat saya ajarkan berdiri, masih gemetar, kakinya tak bisa menapak. Lambat laun saya tahu, ternyata memang anak saya mengalami gizi buruk,” paparnya.
Meskipun berada di kawasan permukiman yang dekat dengan layanan kesehatan, termasuk Posyandu, namun Syaiful dan istrinya mengaku menyimpan rapat-rapat kondisi anaknya. “Saya tak bisa terbuka karena malu dengan kondisi ekonomi saya, juga kondisi anak saya. Kondisi ekonomi saya membuat saya tak percaya diri untuk bergaul dengan warga,” katanya.
Kegetiran yang dialami Syaful disimpannya dalam-dalam. Tak banyak yang bisa dia lakukan. “Saya dan istri bingung harus bagaimana. Kami hanya bisa berdoa,” katanya.
baca juga: Wapres Dorong Kolaborasi Percepat Penurunan Stunting
Beruntung, Siti Suhada, Ketua PKK di RW01 yang merangkap Bendahara Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara kerap memantau kondisi warganya. “Keluarga Syaiful ini awalnya tertutup. Namun terus kami arahkan agar mau memeriksakan kondisi anaknya di Posyandu,” cetusnya.
Beragam pendekatan dilakukan hingga akhirnya Syaiful bersedia memeriksakan kesehatan anaknya secara berkala di Posyandu. Menurut Siti Suhada, tak hanya Ayumni, empat tahun silam, banyak balita di kawasan Rawa Badak Selatan yang menderita gizi buruk atau yang dikenal dengan istilah stunting.
“Penanganan kepada balita stunting terhambat karena banyak warga yang enggan terbuka. Umumnya mereka malu karena kondisi ekonominya. Banyak yang tidak tahu apa itu stunting. Yang mereka tahu hanya kurang gizi,” ungkap Siti Suhada.
Karenanya, lanjut dia, pihaknya bersama Puskesmas Kecamatan Koja, dan Kelurahan Rawa Badak Selatan rutin melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya asupan gizi anak. “Tak hanya saat anak lahir, tetapi saat anak masih dalam kandungan. Peningkatan literasi stunting terus kami lakukan sampai sekarang,” ujarnya.
Penggerak kesehatan di Kelurahan Rawa Bada terus melakukan edukasi untuk memutus mata rantai stunting salah satunya dengan Sekolah Gizi bagi ibu dan balita. “Seluruh kader Posyandu kami libatkan.Saat ini ada 200 balita yang kami pantau, dan hanya tiga balita yang kekurangan gizi. Itupun sudah berhasil ditingkatkan sejak tiga bulan terakhir,” paparnya.
Berbagai ikhtiar dilakukan agar Ayumni bisa segera pulih, mampu berdiri dan berlari seperti anak-anak seusianya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan membawa Ayumni ke ahli terapi tradisional. “Beberapa kali terapi dilakukan. Tapi saat saya ajarkan berdiri, masih gemetar, kakinya tak bisa menapak. Lambat laun saya tahu, ternyata memang anak saya mengalami gizi buruk,” paparnya.
Meskipun berada di kawasan permukiman yang dekat dengan layanan kesehatan, termasuk Posyandu, namun Syaiful dan istrinya mengaku menyimpan rapat-rapat kondisi anaknya. “Saya tak bisa terbuka karena malu dengan kondisi ekonomi saya, juga kondisi anak saya. Kondisi ekonomi saya membuat saya tak percaya diri untuk bergaul dengan warga,” katanya.
Kegetiran yang dialami Syaful disimpannya dalam-dalam. Tak banyak yang bisa dia lakukan. “Saya dan istri bingung harus bagaimana. Kami hanya bisa berdoa,” katanya.
baca juga: Wapres Dorong Kolaborasi Percepat Penurunan Stunting
Beruntung, Siti Suhada, Ketua PKK di RW01 yang merangkap Bendahara Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara kerap memantau kondisi warganya. “Keluarga Syaiful ini awalnya tertutup. Namun terus kami arahkan agar mau memeriksakan kondisi anaknya di Posyandu,” cetusnya.
Beragam pendekatan dilakukan hingga akhirnya Syaiful bersedia memeriksakan kesehatan anaknya secara berkala di Posyandu. Menurut Siti Suhada, tak hanya Ayumni, empat tahun silam, banyak balita di kawasan Rawa Badak Selatan yang menderita gizi buruk atau yang dikenal dengan istilah stunting.
“Penanganan kepada balita stunting terhambat karena banyak warga yang enggan terbuka. Umumnya mereka malu karena kondisi ekonominya. Banyak yang tidak tahu apa itu stunting. Yang mereka tahu hanya kurang gizi,” ungkap Siti Suhada.
Karenanya, lanjut dia, pihaknya bersama Puskesmas Kecamatan Koja, dan Kelurahan Rawa Badak Selatan rutin melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya asupan gizi anak. “Tak hanya saat anak lahir, tetapi saat anak masih dalam kandungan. Peningkatan literasi stunting terus kami lakukan sampai sekarang,” ujarnya.
Penggerak kesehatan di Kelurahan Rawa Bada terus melakukan edukasi untuk memutus mata rantai stunting salah satunya dengan Sekolah Gizi bagi ibu dan balita. “Seluruh kader Posyandu kami libatkan.Saat ini ada 200 balita yang kami pantau, dan hanya tiga balita yang kekurangan gizi. Itupun sudah berhasil ditingkatkan sejak tiga bulan terakhir,” paparnya.
tulis komentar anda