Sule dan Butarsi Berkolaborasi, Stunting Perlahan Pergi

Minggu, 05 November 2023 - 19:12 WIB
loading...
Sule dan Butarsi Berkolaborasi,...
Pasangan Syaiful dan Nur Fadilah bersyukur ikhtiar agar putrinya bebas dari stunting membuahkan hasil. Foto: Anton Chrisbiyanto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Syaiful nampak letih. Wajahnya terlihat lebih tua dari usianya yang masih 30 tahun. Di kontrakan berukuran 3x5 meter persegi yang disewanya dengan tarif Rp800.000 per bulan, pria asal Sragen Jawa Tengah itu tampak sibuk menyiapkan gerobak dorong berbahan aluminium untuk menjual dagangannya.

baca juga: Perang Melawan Stunting

Mengadu nasib ke Jakarta, Syaiful mengaku kurang beruntung, lantaran impiannya untuk bekerja di sektor formal belum terwujud. Namun, ia tak patah arang. Semangat untuk mengarungi kerasnya mengais rejeki di Ibu Kota membuat Syaiful terus berjuang.

“Saat pertama kali datang ke Jakarta, saya menjadi karyawan di pedagang makanan. Sekarang saya coba mandiri dengan berjualan sendiri,” ujarnya kepada SINDOnews saat ditemui di kontrakannya RT 07, RW 01, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, Minggu (5/11/2023)

Syaiful berjualan sempol ayam, gorengan yang terbuat dari daging ayam cincang dicampur tepung tapioka dan bumbu. Dengan mendorong gerobak bertuliskan Sempol Ayam Cahaya 08, Syaiful terus berusaha mengais rezeki. Setiap sore, pria berkumis tipis itu berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya di kawasan Koja, Jakarta Utara.

Pada 2019, Saiful berjumpa dengan Nur Fadilah (34) yang kemudian menjadi jodohnya. Mahligai rumah tangga dijalaninya dengan penuh perjuangan hingga lahirlah Ayumna Naila Zahwa, bayi mungil perempuan saat puncak Pandemi Covid-19, pada Juli 2020 silam, di RS Islam Jakarta Utara.

baca juga: Problematika Stunting, Kerja Bersama

Sayangnya, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, saat berusia 1,5 tahun, dirinya menyadari anaknya tak bisa berdiri sempurna. Berat badan Ayumni pun tak kunjung bertambah. Waktu terus berjalan, Syaiful menyadari ada yang tak beres dalam diri putrinya.

Syaiful dan istrinya lalu memutuskan membawa Ayumni ke rumah sakit. Bayi mungil itu harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) selama sepekan. “Ayumni divonis ada kelainan di kepala, juga kurang gizi alias gizi buruk,” ungkap Syaiful.

Sepekan dirawat, kondisi Ayumni mulai membaik. Syaiful pun memutuskan membawa putri kesayangannya itu pulang. Namun derita kembali datang, beberapa hari di rumah, gigi anak pertamanya itu seluruhnya tanggal. Syaiful masih tak sadar, gizi buruk berpengaruh terhadap kekuatan dan kesehatan gigi.

Berbagai ikhtiar dilakukan agar Ayumni bisa segera pulih, mampu berdiri dan berlari seperti anak-anak seusianya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan membawa Ayumni ke ahli terapi tradisional. “Beberapa kali terapi dilakukan. Tapi saat saya ajarkan berdiri, masih gemetar, kakinya tak bisa menapak. Lambat laun saya tahu, ternyata memang anak saya mengalami gizi buruk,” paparnya.

Meskipun berada di kawasan permukiman yang dekat dengan layanan kesehatan, termasuk Posyandu, namun Syaiful dan istrinya mengaku menyimpan rapat-rapat kondisi anaknya. “Saya tak bisa terbuka karena malu dengan kondisi ekonomi saya, juga kondisi anak saya. Kondisi ekonomi saya membuat saya tak percaya diri untuk bergaul dengan warga,” katanya.

Kegetiran yang dialami Syaful disimpannya dalam-dalam. Tak banyak yang bisa dia lakukan. “Saya dan istri bingung harus bagaimana. Kami hanya bisa berdoa,” katanya.

baca juga: Wapres Dorong Kolaborasi Percepat Penurunan Stunting

Beruntung, Siti Suhada, Ketua PKK di RW01 yang merangkap Bendahara Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara kerap memantau kondisi warganya. “Keluarga Syaiful ini awalnya tertutup. Namun terus kami arahkan agar mau memeriksakan kondisi anaknya di Posyandu,” cetusnya.

Beragam pendekatan dilakukan hingga akhirnya Syaiful bersedia memeriksakan kesehatan anaknya secara berkala di Posyandu. Menurut Siti Suhada, tak hanya Ayumni, empat tahun silam, banyak balita di kawasan Rawa Badak Selatan yang menderita gizi buruk atau yang dikenal dengan istilah stunting.

“Penanganan kepada balita stunting terhambat karena banyak warga yang enggan terbuka. Umumnya mereka malu karena kondisi ekonominya. Banyak yang tidak tahu apa itu stunting. Yang mereka tahu hanya kurang gizi,” ungkap Siti Suhada.

Karenanya, lanjut dia, pihaknya bersama Puskesmas Kecamatan Koja, dan Kelurahan Rawa Badak Selatan rutin melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya asupan gizi anak. “Tak hanya saat anak lahir, tetapi saat anak masih dalam kandungan. Peningkatan literasi stunting terus kami lakukan sampai sekarang,” ujarnya.

Penggerak kesehatan di Kelurahan Rawa Bada terus melakukan edukasi untuk memutus mata rantai stunting salah satunya dengan Sekolah Gizi bagi ibu dan balita. “Seluruh kader Posyandu kami libatkan.Saat ini ada 200 balita yang kami pantau, dan hanya tiga balita yang kekurangan gizi. Itupun sudah berhasil ditingkatkan sejak tiga bulan terakhir,” paparnya.

Sule dan Butarsi Berkolaborasi, Stunting Perlahan Pergi

Aktivitas sore hari anak-anak di Kecamatan Koja, Jakarta Utara memainkan gasing.
Foto: Anton Chrisbiyanto/SINDOnews


Program peningkatan gizi itu dilakukan bertahap sejak 2018 silam. Salah satunya dengan pemberian menu Sule singkatan dari Serba Unsur Lele, yang merupakan makanan olahan berbahan baku ikan lele yang dibuat ibu-ibu penggerak gizi kelompok Bunda Koja. Komunitas ini merupakan binaan PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta.

Varian Sule pun beragam, di antaranya nugget, abon, stik, kerupuk, pangsit dan brownies. Ada juga Bubuk Tabur Bernutrisi (Butarsi) yang merupakan olahan produk abon ikan lele dicampur dengan daun kelor yang juga menjadi senjata mengatasi permasalahan gizi buruk di wilayah Rawa Badak Selatan dan kawasan lainnya di Jakarta Utara.

“Abon, nugget dibagikan kepada ibu dan balita di posyandu. Tetapi, jika mereka tidak hadir kami yang anatrakan ke rumah masing-masing,” kata Siti Suhada.

Perang melawan stunting dengan menggunakan Sule dan Butarsi itu dimulai sejak 2018 silam. Diawali oleh Integrated Terminal Jakarta Pertamina Patra Niaga membentuk Sekolah Gizi Pertamina Sehati (SGPS) yang memberikan pembekalan cara memasak menu murah, mudah dan sederhana namun bergizi seimbang.

Diberikan juga pembekalan mengenai bahaya gizi buruk dan stunting bila didiamkan dengan melibatkan peran Bunda Koja yang merupakan kader kesehatan di Kecamatan Koja di bawah pengawasan Puskesmas Koja dan ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Untuk diketahui, dalam Jurnal yang diterbitkan IPB, ikan lele dengan kandungan protein yang cukup tinggi berkisar antara 22,0% sampai dengan 46,0% dan kadar zat besi pada daun kelor sebesar 4,245 mg/100g menjadikan kombinasi yang tepat untuk pemenuhan zat gizi bagi balita. Ikan lele mempunyai kandungan gizi, khususnya protein yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.

baca juga: Wapres Kumpulkan Menteri Bahas Target Turunkan Stunting

Selain mengandung protein, ikan lele juga mengandung asam lemak tak jenuh yang bermanfaat untuk menangkal terjadinya serangan jantung. Hasil analisis proksimat tepung kepala ikan lele dumbo memiliki kadar protein cukup tinggi yaitu 50,94%).

Tak hanya itu, tulang ikan lele memiliki kandungan gizi kalsium, fosfor, protein dan lemak. Kalsium mempunyai fungsi dalam tubuh antara lain pembentul tulang dan pembentukan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologis, mengatur pembekuan darah dan kontraksi otot.

“Untuk mengantarkan menu-menu sehat itu, kami meminta para kader yang bisa naik motor untuk mengantar ke rumah warga,” kata Siti Suhada. Ikhtiar yang dilakukan dengan menu Sule dan Butarsi itu pun terus membuahkan hasil. “Balita dengan stunting nyaris tidak ada,” paparnya.

Dewi (40) warga Tugu Selatan, Koja memaparkan, Sule merupakan menu makanan yang menjadi ikhtiar dirinya agar anaknya bebas dari stunting. “Dibagikan gratis, kadang juga saya membeli jika jatah pembagian sudah habis. Cukup efektif yntuk meningkatkan gizi anak saya,” paparnya.

Kini, putri Dewi sudah berusia tujuh tahun dan mengenyam pendidikan kelas satu sekolah dasar. Seperti halnya Syaiful, Dewi mengaku tak sadar jika buah hatinya mengalami stunting. Dirinya baru tahu kondisi putrinya tak berkembang normal seperti anak sebayanya saat usianya menginjak tahun kedua. “Saya bawa ke dokter dan dinyatakan gizi buruk. Saya tidak tahu istilah stunting,” paparnya.

baca juga: 298 Anak di Kota Lubuklinggau Terdeteksi Stunting

Dewi bersyukur adanya Sekokah Gizi dan produk makanan berbahan lele yang murah dan terjangkau bisa meningkatkan gizi putrinya. “Ikut sekolah gizi membuat saya mengerti apa itu stunting dan bagaimana cara mencegahnya sejak dini,” tuturnya.

Komitmen Turunkan Stunting

Sebagai kota Megapolitan dengan beragam fasilitas modern tak membuat Jakarta bebas dari stunting. Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, jumlah balita stunting di Jakarta sekitar 20.000 anak. Yang sudah berhasil diintervensi sejumlah 9.000 anak.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun terus melakukan langkah konkret untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem dan stunting pada balita. Upaya tersebut dilakukan melalui sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Pusat seperti Kemenkes demi mempercepat penanganan stunting.

Upaya yang dilakukan salah satunya pemberian makanan tambahan untuk balita maupun edukasi kepada para orang tua agar memerhatikan gizi bagi ibu hamil dan balita. Lalu, di Posyandu atau dari Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta juga diberikan makanan tambahan. “Gerakan Anak Sehat ini juga dapat menambah kesadaran masyarakat Jakarta terhadap bahaya stunting atau tengkes,” kata Heru di Balai Kota, Selasa (31/10/2023).

Sule dan Butarsi Berkolaborasi, Stunting Perlahan Pergi

Rumah produksi Sule (makanan sehat berbahan dasar ikan lele) di Koja, Jakarta Utara.
Foto: Anton Chrisbiyanto/SINDOnews

Masalah stunting hingga kini mendapatkan perhatian serius pemerintah. Dengan memerangi stunting, berarti menyelamatkan generasi masa depan bangsa. Statistik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting. Sebanyak 6,3 juta balita stunting ada di Indonesia.

Pada 2023, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.

Menurut UNICEF, stunting disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk. Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin yang juga Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat, mengingatkan, aksi percepatan penurunan stunting perlu melibatkan stakeholder lainnya di luar instansi pemerintah.

baca juga: Solok Tekan Stunting lewat Peningkatan Kesejahteraan Petani

Stunting pekerjaan besar yang harus diselesaikan tuntas agar Indonesia siap memetik bonus demografi berkualitas tinggi dan dapat menyambut Indonesia Emas 2045. Percepatan penurunan stunting pada Balita adalah program prioritas Pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024. Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun terus terlibat dalam program percepatan penurunan stunting nasional. Sejak stunting menjadi salah satu program prioritas pemerintah, sejumlah BUMN telah berperan aktif melakukan intervensi kepada sasaran program. Salah satunya PT Pertamina (Persero).

Asisten Deputi Bidang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Kementerian BUMN, Edi Eko Cahyono, mengatakan, BUMN memiliki komitmen membantu pemerintah dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.

“Peran BUMN adalah sebagai agen pencipta nilai dan agen pembangunan. Maka dari itu, kami memastikan diri ikut serta membangun kesejahteraan dan berperan dalam pemerataan hasil pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Menurut amanat Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang tertuang dalam Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting, dalam program nasional ini terdapat kolaborasi multipihak.

Peran masing-masing pihak secara bersama dalam penanganan persoalan gizi anak dalam menurunkan angka stunting itu dimulai dari masyarakat hingga stakeholder terkait lainnya. Hal ini selaras dengan instruksi Menteri BUMN Erick Thohir yang berkomitmen menyukseskan penyaluran program bantuan pangan kepada masyarakat.

Meskipun masih berjibaku dengan masalah stunting, namun DKI Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi balita stunting terendah kedua di Indonesia pada 2022. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Ibu Kota sebesar 14,8% pada tahun lalu.

Dengan demikian, DKI Jakarta mampu memangkas angka balita stunting sebesar 2 poin dari tahun sebelumnya. Pada SSGI 2021, prevalensi balita stunting di provinsi ini mencapai 16,8%. Angka stunting di Jakarta berada di bawah ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Ini mengindikasikan bahwa stunting di DKI Jakarta masih tergolong rendah.

PT Pertamina (Persero) sendiri berkomitmen untuk terus aktif menjalankan tanggung jawab sosialnya di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan hingga pemberdayaan masyarakat. Melalui unit operasi PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Jakarta, BUMN migas ini terus mendorong peningkatan gizi balita sebagai penerus masa depan.

baca juga: Tangani Stunting, Kota Semarang Luncurkan Rumah SIGAP

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting dikutip dari keterangan resminya mengatakan, Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk selalu berkontribusi melestarikan lingkungan serta mendorong kemandirian ekonomi masyarakat di sekitar wilayah operasi melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang berkelanjutan. Bunda Koja menjadi ikhtiar Pertamina untuk mendukung pemerintah dalam mengatasi stunting.

Program mengatasi stunting BUMN migas itu bertujuan mengimplementasikan Menghapus Kemiskinan Mengakhiri Kelaparan dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan cara ini, Pertamina yakin dapat senantiasa menghasilkan manfaat di masyarakat sesuai dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Tak hanya di Jakarta, PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan melalui Integrated Terminal Balikpapan melakukan kegiatan TJSL dengan menjalankan Program Pemberdayaan Masyarakat Program Kampung Pangan Berseri (Balikpapan Semarak Inovasi) sebagai program ketahanan pangan yang disinergikan dari program Pertamina Sehati dengan fokus pada pelayanan Kesehatan.

Memutus Mata Rantai Gizi Buruk

Ratna Nuri Wulandari, anggota kader Bunda Koja mengungkapkan, kolaborasi Sule dan Butarsi dalam kurun empat tahun terakhir berhasil memerangi stunting di kawasan Kecamatan Koja, Jakarta Utara. “Program dari Pertamina itu awalnya bermula dari sekolah gizi. Didapatkan menu gizi dari ikan,” ujarnya.

Para kader Bunda Koja pun terus melakukan diskusi untuk menentukan ikan apa yang memiliki nilai gizi tinggi dan mampu memerangi stunting. “Kami mencari ikan apa yang terjangkau oleh masyarakat. Akhirnya diputuskan lele yang kami olah menjadi beragam produk,” katanya.

baca juga: Upaya Berdikari Turunkan Angka Stunting di Indonesia

Tak sekadar mengolah ikan lele menjadi produk makanan, Bunda Koja juga diajarkan mengelola limbah hasil produksi. “Karena konsepnya zero waste, tulang ikan lele kami manfaatkan untuk produksi tempe,” paparnya.

Bunda Koja memiliki perwakilan di masing-masing Rukun Warga (RW) di Kecamatan Koja. Hal ini untuk memudahkan distribusi produk gizi itu ke masyarakat. Pada 2018 silam pernah ada 50 balita terpapar stunting. Kemudian diedukasi di sekolah gizi, diberikan menu serba lele dan makanan bergizi lainnya.

“Sekarang mereka sehat semua dan sudah ada yang masuk usia Sekolah Dasar,” ungkap Ratna. Saat ini, para balita yang mengalami stunting rata-rata sudah berusia di atas 5 tahun dan dalam kondisi sehat.

Budidaya lele dilakukan dengan metode budidaya ikan dalam ember (Budikdamber) yang merupakan sistem pertanian akuaponik. Metode akuaponik menggabungkan teknik bercocok tanam sayuran dengan memelihara ikan dalam waktu bersamaan menggunakan media ember.

Pada 2019, Pertamina menginisiasi kolaborasi antara kelompok masyarakat dan berbagai stakeholder melalui integrasi sistem budikdamber dan pengembangan inovasi produk olahan ikan lele. Awalnya, program ini secara khusus ditujukan untuk mengatasi permasalahan malnutrisi atau gizi kurang pada anak-anak yang terjadi di wilayah Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara sebagai wilayah Ring 1 Integrated Terminal Jakarta.

Dalam perkembangannya, program ini tidak hanya berhasil menyediakan sumber protein untuk meningkatkan status gizi anak-anak di wilayah Rawa Badak Selatan, tetapi juga menjadi sumber pendapatan di tengah keterbatasan lahan untuk kegiatan pertanian urban di bawah payung kegiatan Budikdamber SULE Berdaya.

Sule dan Butarsi Berkolaborasi, Stunting Perlahan Pergi

Anak-anak tengah bermain sepeda di Koja Jakarta Utara.
Foto: Anton Chrisbiyanto/SINDOnews

Ratna mengatakan, Sule dan Butarsi berhasil menjadi menu perbaikan gizi bagi balita di kawasan itu. Ibu-ibu yang memiliki balita juga diajarkan bagaimana proses memasak lele agar nilai gizinya tetap terjaga.

Produksi Sule dan Butarsi juga melibatkan warga. Sehingga tak sekadar memberikan dampak positif terhadap program pengurangan stunting, namun juga meningkatkan perekonomian warga. ”Kami melibatkan orang tua balita. Untuk produksi keripik tempe misalnya, kami sisihkan dari keuntungan 10% untuk ibu yang memiliki balita,” papar Ratna.

baca juga: Perangi Stunting, Ini yang Dilakukan Pemprov Babel

Menurut Ratna, keberlanjutan Sule dan Butarsi tetap dijaga lantaran saat ini distribusi menu bergizi tersebut sudah melibatkan banyak pihak. Selain Puskesmsa juga Dinas Kesehatan, sehingga Sule dan Butarsi semakin dekat ke masyarakat. Ia pun berharap agar masyarakat juga memiliki kepedulian terhadap kesehatan anak dengan memberikan makanan-makanan bergizi .

Literasi kepada masyarakat tentang stunting pun perlu ditingkatkan, mengingat masih banyak masyarakat yang tidak memiliki pemahaman mumpuni terkait stunting. “Edukasi ini penting, tidak hanya pada saat anak sudah lahir, bahkan dari sebelum menikah pun masyarakat harus mendapatkan edukasi terkait stunting,” tegasnya.

Anggota kelompok Bunda Koja lainnya, Nurhayati mengatakan, saat program sekolah gizi berjalan, produk Sule yang di produksi di Kelurahan Koja itu dibagikan kepada para peserta. Meskipun sekarang sudah masuk exit program, namun berkat pendampingan dari Pertamina, warga Kecamatan Koja, Jakarta Utara sudah bisa mandiri menghadirkan menu sehat untuk melawan stunting.

“Efek keberlanjutan dari pendampingan itu terlihat karena produksi Sule terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kami produksi terus karena masih ada order termasuk dari Puskesmas,” ujar Nurhayati.

Puskesmas Kecamatan Koja sendiri terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar literasi stunting terus meningkat. Prevelensi stunting di Kecamatan Koja pun tercatat menurun drastis. “Kami sedang berproses,” kata Syaiful Anwar, Kepala TU Puskesmas Kecamatan Koja.

Sule dan Butarsi tentunya bisa jadi role model dalam upaya memerangi stunting di Tanah Air. Pertamina pun terus mengedukasi warga dalam hal peningkatan gizi, salah satunya dengan melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

baca juga: Jokowi Minta Pemda Turunkan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem

Sule dan Butarsi kini menjadi menu andalan warga untuk memerangi stunting, tak hanya di wilayah Rawa Badak Selatan, tetapi juga di Kecamatan Koja. “Mudah-mudahan kondisi anak saya terus membaik. Ayumna senang dengan menu ikan lele ini, sekarang berat badan dan tinggi badannya bertambah,” ujar Nur Fadilah sembari menyuapi anaknya Ayumni, yang terlihat lahap menyantap makanannya.

Tak jauh dari kediaman Nur Fadilah, sejumlah anak tampak ceria dan lincah memainkan gasing. Tak ada tanda-tanda mereka pernah terpapar stunting. Semua terlihat sehat dan lincah. Zaren siswa SDN 05 Rawa Badak, Nia siswa kelas 5 Madrasah 5, dan Muhammad Ardan sisawa SDN 03 Tugu Selatan mengaku sering mengonsumsi Sule berbentuk nugget.

“Sering makan dan enak,” kata Ardan mewakili teman-temannya. Anak-anak yang lahir dan tumbuh di tengah kerasnya kehidupan Jakarta ini tentunya kelak akan menjadi generasi penerus bangsa yang mandiri, sehat dan cerdas.
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1286 seconds (0.1#10.140)