ASEAN Benteng Stabilitas Indo-Pasifik

Senin, 11 September 2023 - 07:38 WIB
Bagaimana stabilitas itu terwujud dan pelan tapi pasti ASEAN meraih kesejahteraan seperti dicitakan? Kondisi tersebut tidak terlepas dari Deklarasi Perbara atau Deklarasi Bangkok yang menjadi landasan kesepakatan berdirinya ASEAN.

Deklarasi yang ditandatangani ketua delegasi lima negara pendiri -Menlu Indonesia Adam Malik, Wakil PM Malaysia Tun Abdul Razak, Menlu Filipina Narcisco Ramos, Menlu Singapura S Rajaratnam, dan Menlu Thailand Thanat Khoman- memberi kerangka bahwa ASEAN mempunyai tanggung jawab untuk memperkuat stabilitas ekonomi dan sosial, menjamin adanya perdamaian dan laju pembangunan nasional serta memastikan adanya stabilitas keamanan dari campur tangan luar dengan segala bentuk manifestasinya.

ASEAN juga mengadopsi sejumlah prinsip yang menjadi fondasi hubungan antar-negara ASEAN seperti tertuang dalamTreaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC). Prinsip dimaksud secara garis besar meliputi saling menghormati kedaulatan, menjauhkan dari campur eksternal, tidak saling mencampuri urusan internal negara anggota, menyelesaikan perselihan secara damai, serta menolak penggunaan ancaman dan kekerasan.

Dalam perkembangannya, ASEAN tidak sebatas inward looking, tapi juga outward looking dengan memperluas peran mentransmisikan stabilitas yang dicapai pada skala lebih luas, termasuk di Indo-Pasifik. Peran ini ditegaskan dalam ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP)yang diarahkan untuk menjaga perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik.

Untuk diketahui, Indo-Pasifik merupakan salah satu wilayah bio-geografis maritim dunia. Kawasannya meliputi perairan tropika di Samudera Hindia, Samudera Pasifik bagian barat dan tengah, serta laut-laut pedalaman di wilayah Indonesia dan Filipina.

baca juga: Penanggulangan Kejahatan Siber di ASEAN

Seperti dipaparkan dalam laman Kemlu.go.id, outlook yang diperkenalkan pada KTT ASEAN di Bangkok pada 2019 ini mengedepankan pendekatan dialog dan kerja sama yang terbuka dan inklusif di bidang yang menjadi prioritas ASEAN. Prioritas dimaksud meliputi maritim, ekonomi, konektivitas, dan pencapaian target sustainable development goals (SDGs). Melalui AOIP ini, ASEAN ingin menempatkan dirinya sebagai centrum dari arsitektur kawasan Indo-Pasifik.

Pada KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Presiden Jokowi menegaskan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023akanmemperkuat ASEAN agar mampu menghadapi tantangan, tanggap terhadap dinamika, dan tetap memegang peran sentral di kawasan Indo-Pasifik. Dengan semakin besarnya rivalitas di Indo-Pasifik, para pemimpin ASEAN bersepakat implementasi AOIP semakin penting dengan menggunakan paradigma kerja sama, inklusif, dan konkret.

Disebutkan pula, tiga prinsip utama AOIP -centrality, inclusivity, dan complementarity- akan terus disuarakan. Sentralitas ASEAN sangat dibutuhkan di tengah dinamika pergeseran geopolitik dan geostrategis di kawasan Indo-Pasifik. AOIP membuka dialog dan kerja sama dengan semua negara tanpa terkecuali. Outlook ini juga mengedepankan sinergi di tengah berbagai perbedaan konsep Indo-Pasifik dan ditujukan untuk memperkuat mekanisme yang sudah ada dalam menghadapi tantangan regional dan global.

Pegang Teguh Cita-cita ASEAN

Saat menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan ASEAN kepad Laos, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa pekerjaan besar ASEAN tidak mungkin selesai karena akan terus menghadapi beragam dinamika dan kompleksitas global. Karena itulah, mantan Wali Kota Solo itu mengajak negara-negara anggota untuk bahu membahu menavigasi tantangan menjadi peluang, rivalitas menjadi kolaborasi, eksklusifitas menjadi inklusifitas, dan perbedaan menjadi persatuan.

Pada momen KTT ASEAN, Jokowi juga menyampaikan pesan langsung kepada para pemimpin perwakilan negara ASEAN untuk tidak menciptakan konflik dan ketegangan baru, guna menjaga perdamaian. Jokowi juga mengingatkan bahwa negara-negara ASEAN memiliki tanggung jawab menurunkan tensi yang panas untuk mencairkan suasana yang beku, untuk menciptakan ruang dialog.

"Dan saya bisa pastikan bahwa sampai saat ini ASEAN telah berada pada track yang benar untuk bisa menjalankan peran tersebut, menjadi kontributor stabilitas dan perdamaian, serta menjadi epicentrum of growth," ucapnya.

Ajakan yang disampaikan Jokowi sangat tepat bila melihat turbulensi dinamika yang berkembangan belakangan. Pertarungan kepentingan negara-negara besar, dalam hal ini AS dengan sekutunya -terutama AUKUS- versus China, untuk memperebutkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik sangat berpotensi menyeret negara-negara ASEAN ke dalam medan konflik, bahkan perang terbuka. Perbedaan kepentingan dan orientasi politik antar-negara ASEAN plus konflik LCS rawan menjadi pintu masuk.

Bisa dibayangkan, jika perang terjadi di Selat Taiwan antara Taiwan dengan sekutu barat-nya versus China atau Korea Selatan berhadap dengan Korea Utara, area pertempuran relatif bisa dibatasi di wilayah perbatasan sengketa. Namun bila pecah perang di LCS, maka perang akan melebar ke kawasan lebih luas di Indo-Pasifik.

Potensi ini terjadi karena posisi strategis LCS dan sumberdaya di dalamnya, serta terkoneksi langsung dengan Indo-Pasifik. Sangat mungkin, perang yang melibatkan beberapa negara yang bersengketa plus intervensi kekuatan adi daya di LCS dan ambisi memperebutkan kekuasaan di kawasan Indo-Pasifik akan melebar dan memicu perang dunia ketiga.

Karena itulah, sangat penting bagi negara-negara ASEAN untuk tetap berpegang teguh pada tujuan berdirinya ASEAN seperti termaktub dalam Deklarasi Bangkok maupun prinsip hubungan antar-anggota seperti tercantum dalam TAC. Setiap konflik di internal negara atau antar-negara ASEAN diselesaikan dengan cara dialog, tanpa kekerasan, dan menghindari campur tangan asing walaupun dari sesama negara ASEAN.

Pun bila masing-masing negara ASEAN sudah memiliki aliansi seperti dilakukan Malaysia dan Singapura dalam FPDA atau memiliki kerjasama militer dengan negara-negara besar seperti ditunjukkan Filipina yang membuka negara untuk dijadikan pangkalan militer AS dan beberapa negara di Indo China dengan China, jangan sampai menabrak rambu-rambu dasar berdirinya ASEAN.

baca juga: Wapres Ajak ASEAN Perkuat Ketahanan Pangan

Dalam perjalanan sejarahnya, ASEAN memiliki track record positif menyelesaikan konflik di masing-masing negara atau antar-negara anggota. Bahkan ASEAN menjadi bagian dari resolusi konflik. Fakta ini bisa diverifikasi pada perang saudara di Kamboja yang didalamnya melibatkan kekuatan Vietnam Utara dan China, serta AS. Selain PBB, ASEAN -terutama yang diwakili Menlu Ali Alatas- terlibat aktif perjanjian damai yang berlangsung pada sekitar tahun 1980.

Begitu juga pada konflik Filipina dengan Moro Nationalism Liberation Front (MNLF) Moro, ASEAN dengan dimotori Indonesia menjadi bagian penting resolusi konflik, hingga perdamaian Filipina terwujud dan berlangsung hingga saat ini.

Kohesivitas yang terbangun kuat di antara anggota ASEAN dan komitmen untuk menjaga cita-cita berdirinya ASEAN modal kuat untuk menghadapi dinamika internal ASEAN, konflik LCS dan pertarungan geopolitik dan geostrategi di Indo-Pasifik. Jangan sampai di antara anggota ASEAN terperangkap menjadi pion dan proxy negara-negara besar untuk memainkan kepentingan dan membenturkannya dengan kekuatan lain, terutama dalam konteks rivalitas AS versus China dalam konflik LCS,
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More