Sains, Corona, dan Agama

Rabu, 29 April 2020 - 12:31 WIB
Di samping ‘ekonomi’, mungkin ‘agama’ adalah kata yang paling banyak disebut dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Jika ekonomi menawarkan cara untuk mendapatkan kemakmuran di dunia, agama menawarkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tidak seperti ilmu ekonomi di mana cara kemakmuran yang ditawarkannya boleh disanggah dan ditantang, jalan keselamatan yang ditawarkan agama selalu disegel dengan klaim kebenaran absolut.

Tapi justru karena inilah agama seringkali problematik. Dari mata air agama, kita menemukan pesan-pesan damai, tapi dari jantung agama pula kita menemukan berbagai konflik kekerasan yang berdarah-darah. Keduanya mengklaim sebagai jalan keselamatan. Agama adalah pedang bermata dua.

Saat wabah, ketika manusia dihantui kematian yang bisa datang kapan saja, agama yang mendaku sebagai jalan keselamatan itu mau tak mau dicari-cari pemeluknya untuk membuktikan janjinya. Sayangnya, dalam sejarah wabah, yang datang untuk menyelamatkan manusia dari kepunahan adalah sains.

Sains yang lahir dari rasio manusia tak pernah mengklaim kebenaan absolut. Dia hanya menjelaskan mengapa sesuatu terjadi. Mungkin penjelasannya salah, tapi dia mencari penyebab yang ada di bumi. Penyebab yang ada di langit yang seringkali keluar dari lisan para agamawan tak pernah bisa dimasukkan ke dalam tabung-tabung laboratorium untuk diperiksa.

Saat Wabah Hitam (Black Death) membunuh seperempat hingga setengah penduduk Eropa pada abad ke-14, misalnya, para agamawan nyaris kehilangan reputasinya karena doa-doanya tak bisa menjaga umatnya dari serbuan wabah. Mereka juga tumbang oleh bakteri yang menginfeksi kutu tikus-tikus yang ngendon di geladak kapal-kapal yang berlayar dari Asia ke Eropa.

Salib yang ditempel di pintu-pintu rumah tak sanggup menolak bakteri yersinia pestis yang masuk ke dalamnya. Berbagai ritual penyiksaan diri untuk menapaktilasi pengorbanan Yesus yang kematiannya untuk menebus dosa-dosa anak cucu Adam pun hanya menambah luka.

Saat para dokter berjibaku mencari sebab-sebab duniawiyah mengapa wabah terjadi, para tokoh agama sibuk menyibak langit. Khotbah-khotbah keagamaan dipenuhi dengan seruan pertobatan.

Semakin banyak yang mati, semakin melengking seruan itu untuk mengajak sebanyak mungkin orang berjamaah memohon ampunan Tuhan. Dan, semakin banyak pula nyawa-nyawa umatnya yang menemui kakek-neneknya di surga.

Setengah milenium lebih wabah hitam itu berlalu. Apa yang kita temukan kini? Penjelasan agama tak beranjak. “Tuhan lebih besar dari Coronavirus,” kata pendeta di sana. “Corona hanya akan menginfeksi orang-orang munafik,” kata ustadz di sini.

Tidak seperti saat kehidupan dipenuhi kenyamanan tanpa wabah, kali ini dua pihak yang biasanya berseteru berebut kebenaran itu seakan sepakat melakukan gencatan senjata. Keduanya mengumandangkan himne bersama, “Wabah ini adalah hukuman Tuhan. Saatnya kita bertobat ketika sekian lama kita mengabaikan-Nya karena terlalu menaruh kepercayaan pada sains dan rasio.”
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More