Beberapa Isu Kontrak Pekerja Film

Jum'at, 26 Mei 2023 - 11:45 WIB
Tentu saja “kontrak profesi” ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari kontrak pada umumnya. Misalnya, kontrak itu berisi standar profesional yang mencerminkan standar yang berlaku dalam bidang tertentu. Para professional yang dikontrak harus mengikuti kode etik dan aturan praktik profesional dalam memberikan jasa mereka kepada klien. Lalu, kontrak profesi bersifat spesifik serta menjelaskan secara rinci jasa profesional yang akan disediakan oleh pihak profesional kepada klien. Ini mencakup lingkup pekerjaan, tujuan, dan hasil yang diharapkan.

Biasanya, batasan mengenai tanggung jawab serta pengecualian dalam situasi tertentu juga dicantumkan. Misalnya, batasan tanggung jawab atas kerugian atau kesalahan profesional. Kemudian, biaya jasa, durasi kontrak, jadwal pembayaran, metode pembayaran, dalam kontrak profesi juga disebut secara jelas. Intinya, kontrak profesi berperan penting dalam memastikan keterlibatan yang jelas, adil, dan saling menguntungkan antara profesional dan klien mereka. Kontrak ini membantu mengatur ekspektasi, melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan menyediakan landasan hukum yang kuat dalam hubungan profesional.

Dari pengalaman membaca beberapa kontrak antara perusahaan film dengan pekerja, saya menemukan beberapa pasal yang terkesan sadis atau lucu-lucu. Misalnya, ada kontak yang tidak mencantumkan jangka waktu perjanjian. Malah ada kontrak dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu untuk satu judul film yang ditulis 4 (empat) tahun. Lama sekali, mirip seperti bikin jalan tol atau gedung pertunjukan. Maka, ada baiknya masalah kepastian waktu (certainty of time) kontrak ini dibikin lebih masuk akal demi kepentingan bersama.

Mengenai pemutusan kerja juga nampak tidak memenuhi asas keseimbangan. Ada sebuah kontrak dari perusahaan film besar yang mencantumkan bahwa pihak perusahaan berhak mengakhiri perjanjian secara sepihak sebelum jangka waktu kerjasama berakhir apabila pekerjaan crew dianggap tidak memenuhi syarat dan crew tidak diperkenankan untuk menuntut ganti rugi.

Sebaliknya, pengakhiran perjanjian sepihak oleh crew dengan alasan apapun, maka crew wajib membayar ganti rugi sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta) atau sejumlah nilai yang akan ditentukan kemudian oleh perusahaan. Jadi sangat mungkin juga akan ditentukan lebih dari seratus juta nilainya. Ganti rugi sejumlah itu diberlakukan pula bagi seorang pencatat script yang honornya mungkin tidak lebih dari dua juta rupiah.

Nuansa ketidakseimbangan juga sangat terasa dalam klausul Hak dan Kewajiban Para Pihak. Ketika menyangkut “hak produser”, terdapat sederet daftar hak produser yang dicantumkan. Sementara “kewajibannya” cuma ada satu ayat, yakni memberikan honorarium sejumlah yang disepakati. Sementara menyangkut hak crew, hanya ada satu ayat, yakni menerima honorarium yang sudah disepakat. Ayat selebihnya isinya adalah kewajiban. Maka, bisa dimaklumi apabila ada crew yang merasa bahwa perjanjian itu tidak seimbang atau tidak adil.

Inti certita, ada baiknya mulai sekarang para pihak yang akan membuat perjanjian memperhatikan hukum yang berlaku. Jangan sampai kontrak yang sudah dibuat nantinya dibatalkan atau batal demi hukum. Lebih dari itu, niat baik patut menjadi pertimbangan utama demi kemajuan bersama.
(wur)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More