Mendesak: Revisi UU Hak Cipta (2 - Tamat)

Rabu, 19 April 2023 - 07:45 WIB
Mungkin pembuat undang-undang dulu membayangkan bahwa bisa terjadi seorang penyanyi, group band, atau EO di daerah (misalnya di Maumere atau Nusa Tenggara Timur), yang ingin membawakan lagu-lagu Group Band Dewa secara komersial, cukup menghubungi dan membayar melalui LMK di mana Group Band Dewa tergabung tanpa perlu meminta izin dahulu kepada Ahmad Dhani atau personil band yang lain.

Mengenai “tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu” atau “tidak diangap sebagai pelanggaran Undang-Undang” UUHC ini juga muncul dalam Pasal 87. Pasal ini mengenai LMK yang berkaitan dengan Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait, yang di dalamnya terdapat juga hak ekonomi Pelaku Pertunjukan. Saya kutipkan Pasal 87 secara lengkap agar lebih jelas:

(1) Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

(2) Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

(3) Pengguna sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan.

(4) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/ atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif.

Maka, berdasarkan ayat (3 dan 4) di atas, siapa saja boleh menggunakan suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait asalkan telah melakukan dan membayar royalti kepada LMK. Pasal 23 Ayat (5) dan Pasal 87 Ayat (4) itulah yang mengesankan terjadi kontradiksi dengan ayat-ayat lain dalam pasal yang sama. Selain itu, “larangan” oleh Perncipta dalam Pasal 9 UUHC seakan bisa “diakali” dengan Pasal 23 Ayat (5) dan Pasal 87 Ayat (4).

Usul saya, Ayat (5) Pasal 23 dan Ayat (4) Pasal 87 dibuang atau dipindah ke Bab VI mengenai Pembatasan Hak Cipta, entah dengan pasal tersendiri atau ditambahkan dalam ayat-ayat yang sudah ada.

Pembatasan Hak Cipta itu bukan hal baru dan bukan tanpa alasan. UUHC kita selain memberikan hak dan perlindungan kepada para pencipta atau pemegang hak cipta, juga memberikan batasan-batasan tertentu, misalnya tentang masa berlaku eksploitasi ekonomi ciptaan tertentu. Atau ada juga ciptaan-ciptaan tertentu yang dianggap tidak memiliki hak cipta. Hal ini agar masyarakat dapat memperoleh manfaat dari sebuah ciptaan.

Pembatasan-pembatasan tertentu sebuah ciptaan itu dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara kepentingan individu pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat. Itu sebabnya dalam dunia hak cipta dikenal, antara lain, istilah “fair use” atau “fair dealing” Ini dimaksudkan agar masyarakat dapat menggunakan karya cipta tanpa membayar atau bebas dari kewajiban meminta izin. Dalam UUHC hal-hal semacam itu diungkapkan dengan terminologi “Pembatasan Perlindungan”; “Tidak Ada Hak Cipta”; “Masa Berlaku Hak Cipta”, dan beberapa lainnya (lihat Sindo News 9 Februari 2023).
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More