Penataan Regulasi Pasca-Omnibus Law  

Senin, 27 Februari 2023 - 11:22 WIB
Pada tingkat peraturan pelaksanaan seperti di level kementerian/lembaga, pengaturan norma yang bersumber dari atribusi/delegasi dan memuat pembebanan kewajiban, larangan yang dapat berimplikasi sanksi yang bersifat penghukuman tetap harus dilakukan dengan peraturan menteri.

Sementara norma yang berbentuk petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, maupun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang memiliki lingkup pengaturan terbatas dan tidak berimplikasi pada sanksi, dapat diatur dengan instrumen peraturan kebijakan atau sering disebut juga legislasi semu. Peraturan kebijakan ini pada dasarnya bersumber dari penggunaan asasfreies ermessen, yakni kebebasan bertindak pejabat administrasi negara.

Analisis Regulasi

Pemberlakuan UU No. 13/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) sebenarnya telah mempertegas perlunya analisis sebelum pembentukan suatu peraturan perundang-undangan melalui metode sepertiRegulatory Impact Analysis(RIA).

Metode ini sebenarnya dapat menilai instrumen pengaturan yang tepat dan lebih efektif di antara peraturan, peraturan kebijakan, keputusan maupun opsi lain. Analis hukum yang telah diberikan peran dalam UU P3, dapat ikut menilai urgensi pengaturan suatu kebijakan kedalam instrumen yang tepat.

Pada akhir 2019, Pemerintah sebenarnya telah mendorong perlunya efisiensi regulasi dan menjadikan praktiktwo for one ruledi Amerika Serikat sebagai model, yakni pemberlakuan satu peraturan menteri mengharuskan pencabutan dua permen.

Di beberapa negara lain yang memiliki kontrol regulasi yang ketat, juga memberlakukansunset clausedalam regulasi yang dibentuk.Brian Baugus and Feler Bose mengartikannya sebagai keharusan setiap peraturan untuk memuat klausul batas pemberlakuan. Di beberapa negara, batas pemberlakuan suatu peraturan berkisar antara empat hingga dua belas tahun (Baugus & Bose, 2018).

Kebijakansunset clausesebenarnya dimaksudkan untuk meninjau kembali apakah suatu regulasi tertentu masih memiliki relevansi untuk diberlakukan atau tidak. Dalam konteks ini, peran analis hukum sekali lagi menjadi sangat relevan untuk melakukanex-post evaluation.

Tímea Drinóczi, seorang peneliti yang aktif melakukan studi praktik konstitusi dan legislasi di beberapa negara eropa membawa pesan penting mengenai korelasi regulasi berkualitas dengan komitmen pemangku kebijakan terhadap demokrasi dan supremasi hukum. Dalam kerangka sistem demokrasi, regulasi yang berkualitas menuntut perencanaan yang baik, konsultasi, dan penilaian dampak yang efektif (Drinóczi, 2015).

Pemikiran Drinóczi ini mengingatkan kita sekali lagi untuk menimbang kembali budaya serba regulasi dan secara selektif membuka ruang yang lebih luas bagi instrumen non-regulasi tentu dengan tetap memperhatikan batasan yang ada.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More