Salut, Capt!

Jum'at, 16 Januari 2015 - 10:29 WIB
Salut, Capt!
Salut, Capt!
A A A
Reza Indragiri Amriel
Psikolog Forensik, Penulis Buku “Ajari Ayah, Ya Nak”
.

Tiga kejadian mengisi gelembung- gelembung khayali saat saya menulis naskah ini. Pertama, perjumpaan kembali dengan sahabat saya semasa duduk di SD Muhammadiyah 24 Rawamangun, Jakarta.

Puluhan tahun berpisah, belum lama ini dia secara mengejutkan menepuk pundak saya di tangga pesawat. Syamsu Rizal namanya. Si juara kelas yang, saban kali berkomunikasi via ponsel cerdas, kini saya sapa ”Capt!” sesuai panggilan hidupnya. Bangganya hati mempunyai teman yang berhasil membentangkan sayap-sayapnya di langit.

Kedua, lewat proses vicarious learning, pemberitaan panjang tentang musibah pesawat Air- Asia QZ 8501 sedikit banyak memunculkan gambaran tentang berisikonya perjalanan dengan moda transportasi udara. Ditambah lagi, ketiga , beredar dari satu ponsel cerdas ke ponel cerdas lain sebuah tayangan tentang situasi tatkala pesawat sedang menempuh proses pendaratan.

Di situ terlihat, ketika penumpang bisa menyitir Bang Haji Oma Irama, ”Yok kita santai agar syaraf tidak tegang”di kabin, bahkan penumpang yang mabuk udara pun tetap bisa menikmati penderitaannya dengan cara merebahkan badan, pilot dan timnya di kokpit justru sepenuhnya berada dalam keadaan berbeda 180 derajat. Kokpit ternyata bising oleh berbagai suara dan bunyi.

Karena penerbangan berlangsung malam hari, suasana pun gelap. Ruangan lumayan sempit. Jarak pandang, di mata awam saya, tidak ada. Yang terlihat hanya kaca depan kokpit yang ditampar gumpalan awan tebal secara bertubi-tubi. Pesawat berguncang tak kunjung henti. Dengan situasi sedemikian rupa, disertai faktor keletihan dan kecemasan, seberapa besar sebenarnya peluang pilot salah menekan tombol di antara puluhan bahkan mungkin ratusan tombol dengan fungsi yang berbeda-beda di ruang kemudi pesawat itu?

Sepintas terkesan gila, bahwa ada orang (penumpang!) yang sanggup memasrahkan hidup mereka di tangan para pilot. Pasalnya, jangankan penumpang, pilot profesional pun di tengah cuaca yang tidak bersahabat itu tidak lagi bisa mengandalkan matanya sendiri untuk memantau keadaan di depan.

Sang pilot pun ”hanya” bisa berikhtiar melancarkan penerbangan yang ia pimpin dengan mengandalkan sinyal radar dan informasi dari menara bandara yang berada di kejauhan. Padahal, petugasdimenara bandara juga semata-mata membaca gambar radar. Luar biasa: teknologi punya kuasa atas hidup manusia! Dahsyat: sungguh berat tugas yang diemban setiap pilot! Dulu banyak sekali anakanak yang bercita-cita menjadi pilot.

Profesi pilot divisualisasi sebagai sosok gagah: tinggi tegap, berbaju putih, bercelana gelap, berdasi, sejumlah pangkat di bahu, wing di dada, topi ala polisi, dan berkaca mata hitam. Sosoknya perkasa lagi misterius; karena sejak tinggal landas hingga menjelang mendarat, hampir selalu hanya suaranya yang disaksikan penumpang. Itu pun sebatas menyampaikan informasi-informasi yang bisa jadi tidak terlalu dipedulikan penumpang.

Orang-orang juga meyakini pilot sebagai sosok yang pintar dalam ilmu eksakta. Dengan citra paripurna semacam itu, imajinasi awam pun berlanjut. Bahwa pilot adalah cowboy udara merangkap playboy darat. Artinya, pilot tidak hanya bermuhibah dari satu bandara ke bandara lain, pilot juga menjelajah dari satu hati ke hati lainnya.

Saking berkuasanya, sampai-sampai pada suatu masa tersiar desas-desus bahwa konon hanya awak kabin yang sudi menjadi ”tempat pendaratan” yang akan diajak pilot terbang ke angkasa. Sebuah kabar burung yang tidak pernah saya buktikan secara empiris! Sebaliknya, saya beberapa kali menumpang pesawat yang dikemudikan oleh pilot dengan standar kesantunan di atas kelaziman.

Dalam penerbangan SJ 210 dari Jakarta ke Solo Senin lalu, misalnya, sesaat sebelum pintu pesawat dibuka, pilot menegur para penumpang melalui pengeras s u a r a , ”Terima k a s i h , selamat jalan, assalamuassalamualaikum .

” Lebih menyentuh lagi adalah sapaan pilot dalam penerbangan jurusan Rengat-Tanjung Pinang- Palembang-Jakarta belasan tahun silam. Selepas dari bandara Tanjung Pinang, fasih lengkap pilot katakan, ”Assalamu- Assalamualaikum, para penumpang.... Alhamdulillah, cuaca cerah dengan jarak pandang.... Insya Allah kita akan tiba di tujuan pada pukul.... Terima kasih, selamat menikmati penerbangan, assalamuassalamualaikum.”

Bagi penumpang yang acap membaca simpulan bahwa pesawat adalah moda transportasi yang lebih aman ketimbang kendaraan darat dan laut, kemerduan salam sang pilot membuat saya terkesima dan kian yakin bahwa dia memang layak membawa ratusan orang melayang di udara di dalam besi seberat ratusan ton itu.

*** Nah, setelah kemalangan yang dialami maskapai AirAsia berikut para penumpangnya menjelang akhir Desember 2014, muncul pertanyaan: apakah bekerja sebagai pilot masih menjadi impian banyak orang dewasa ini? Sebuah survei dengan tema ”The Conference of Grown-Up Dreams” menemukan bahwa, dari ribuan responden berusia dewasa, hanya 16 persen yang pada hari ini berhasil menekuni pekerjaan yang sesuai dengan cita-cita mereka ketika masih kanak-kanak.

Penyebab kesenjangan itu adalah karena untuk menggapai citacita dibutuhkan biaya finansial yang tidak murah. Andaikan pun biaya itu tersedia, citacita tetap harus dikesampingkan akibat munculnya agendaagenda baru dalam kehidupan yang juga menuntut untuk dipenuhi.

Juga dibutuhkan waktu terbang ribuan jam sebelum pilot benar-benar bisa menjadi juru mudi pesawat yang mumpuni, bekerja di maskapai bonafide, dan memegang setir pesawat kelas raksasa. Bisa dibayangkan, pada kurun yang sama ada sekian banyak biaya sosial yang juga harus dikeluarkan si pilot demi mengubah asa kanak-kanak menjadi kenyataan dewasa.

Kendati demikian, 60 responden survei di atas ternyata masih tetap memendam harapan untuk menggapai cita-cita awal mereka. Harapan yang kemudian ditumpukan keanak cucu mereka agar dapat direalisasikan. Kendala untuk menekuni pekerjaan yang sesuai dengan cita-cita itulah yang kiranya menjadi salah satu penyebab belum berhasilnya dunia penerbangan nasional berhasil memenuhi kebutuhan sumber daya manusia mereka sendiri.

Itu terlihat pada sejumlah data bahwa industri penerbangan Indonesia berkembang sedikitnya dua kali lipat lebih kencang daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Kebutuhan akan pilot anyar naik sekitar 15%, sementara setiap sekolah penerbangan baru bisa menelurkan beberapa ratus lulusan baru dan itu hanya setara dengan 5,21% dari total yang dibutuhkan.

Kenyataan itu memaksa para pemangku kepentingan mengelus-elus dahi mereka, mengingat Indonesia telah memasuki Open Sky 2015 yang mengharuskan maskapai nasional siap bersaing dengan maskapai asing. Sisi lain, laju pertumbuhan industri penerbangan di Tanah Air, serta kian terjangkaunya harga tiket pesawat domestik, boleh jadi membuat masyarakat sudah sangat terbiasa dengan ihwal kepilotan.

Kekaguman yang membahana pada masa lalu terhadap profesi tersebut kini mungkin cenderung menjadi biasa-biasasaja. Namun, entakan yang ditimbulkan peristiwa kelabu AirAsia QZ 8501 berhasil merangsang saya untuk kembali melamunkan dunia pilot.

Dari situ terbit lagi kekaguman, penghormatan, sekaligus keharuan saya terhadap mereka yang telah membuatkeputusanuntukmencukupi kebutuhan anak dan istri mereka dari balik gagang kemudi burung-burung besi. Allahu aAllahu alam .
(ars)
Berita Terkait
Pancasila Sakti
Pancasila Sakti
Opini Guru Besar Anti-TWK
Opini Guru Besar Anti-TWK
Menghapus Asimetris...
Menghapus Asimetris Relasi di Hari Buruh
Pertempuran Sungai Nil,...
Pertempuran Sungai Nil, Perebutan Energi Sumber Daya Alam
Akhir Ramadan, Sportifitas...
Akhir Ramadan, Sportifitas dan Optimisme
Ubah Paradigma “Gali-Jual”...
Ubah Paradigma Gali-Jual Dalam Pemanfaatan Komoditi Timah
Berita Terkini
Kejagung Buka Peluang...
Kejagung Buka Peluang Periksa Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Kasus Apa?
15 menit yang lalu
Kapolri Pimpin Sertijab...
Kapolri Pimpin Sertijab 23 Pejabat Polri termasuk 10 Kapolda
25 menit yang lalu
Riwayat Jabatan Irjen...
Riwayat Jabatan Irjen Pol Anwar yang Baru Terkena Mutasi Jadi Asisten SDM Kapolri
44 menit yang lalu
Staf Sekjen PDIP Hasto...
Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ajukan Praperadilan di PN Selatan
1 jam yang lalu
Pemerintah Tindak Tegas...
Pemerintah Tindak Tegas Kades yang Gunakan Dana Desa untuk Judi Online
1 jam yang lalu
Usulkan Reformasi RUU...
Usulkan Reformasi RUU Penyiaran, Fraksi Golkar: Cari Solusi yang Adaptif dan Inklusif
1 jam yang lalu
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved