Akhir Ramadan, Sportifitas dan Optimisme

Selasa, 11 Mei 2021 - 12:11 WIB
loading...
Akhir Ramadan, Sportifitas...
Pengurus Pusat ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama), Hj Azzah Zumrud, S.Ag, M.Pd. Foto/SINDOnews
A A A
Hj Azzah Zumrud, S.Ag, M.Pd
Pengurus Pusat ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama)

BEBERAPA sisa malam Ramadan kita berikhtiar menjaga ruh yang Allah SWT titipkan di dalam diri kita, selalu membuka pintu bagi malaikat untuk menemani ruh, sebagaimana doa :
ياحي يا قيوم برحمتك أستغيث أصلح لي شأني كله ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين

“Wahai yang Maha Hidup, Yang Maha Kekal…saya mohon pertolongan-Mu dengan kasih sayang-Mu, perbaikilah untukku keadaanku secara keseluruhan dan jangan kau acuhkan aku atau kau serahkan (perbaikan diri-ku) kepada aku seorang diri”.

Ihtiar bagian dari tawakkal adalah kata sederhana yang berdampak mendalam di masa pandemi saat ini untuk pengejawantahan menata niat dan menentukan sikap. Malam Lailatul Qadar, Laila awal kata gelap atau pengertian malam.

Kadar atau Qadar terjemah awalnya adalah kemulyaan, menurut bahasa berarti kadar atau takaran, kadar takaran sesuatu menurut tafsir Jalalin berarti malam dengan takaran dan kadar istimewa dan luar biasa, satu malam lebih baik dari seribu bulan sama dengan 83 (delapanpuluh tiga) tahun.

Proses Lailatul Qadar ada pendapat terjadi lebih dahulu baru kemudian Nuzulul Qur’an, berdasarkan sumber Al-Qur’an letaknya dari Lauhil Machfuzh (QS.Al Buruuj ayat 21-22), “Fii Lauhil Machfudz”, Al-qur’an mulia letak awalnya di Lauhil Machfuzh. Dari Lauhil Machfudz turun “Asmaiddunya” atau ke Baitul ‘Izzah (: langit dunia) ada pendapat inilah yang dinamai Lailatul Qadar.

Turunnya Al-Qur’an dari Baitul Izzah ke dunia oleh malaikat kepada Nabi Muhammad Saw dengan berulang-ulang dan berangsur dalam waktu riwayat terbanyak selama 23 tahun, ada yang mengatakan 22 tahun 2 bulan, inilah yang dinamakan Nuzulul Qur’an.

Dua proses yang saling terkait Lailatul Qadar dan Nuzulul Qur’an, proses dari Lauhil Machfudz ke Baitul ‘Izzah terjadi sekali disebut Lailatul Qadar, sedangkan dari Baitul Izzah ke Nabi Muhammad dinamakan Nuzulul Qur’an.

Selanjutnya, kenapa di Al-Qur’an bulan Harom bulan istimewa, “minha arbangatun hurum”, yakni 12 bulan Hijriah ada 4 (empat) bulan yang dilarang untuk berperang (Dzul Qa’dah, Dzulhijjah,Rajab dan Muharram), Ramadan tidak ada di dalamnya, relevansinya adalah dilarangnya perang di bulan Harom tersebut.

Sebaliknya Ramadan justru menjadi waktu tepat untuk berperang, apabila 12 (duabelas) bulan diperintahkan untuk berperang maka di bulan Ramadan tepat untuk berperang sebagaimana sahabat Nabi berperang di perang Badar di bulan Ramadan. Kekuatan dan campur tangan atas izin Allah SWT malaikat membantu prajurit Badar yang kadar jumlah personilnya jauh lebih sedikit dari kaum kafir quraisy, dan kemenangan secara gemilang oleh kaum muslimin.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1515 seconds (0.1#10.140)