Pertempuran Sungai Nil, Perebutan Energi Sumber Daya Alam
loading...
A
A
A
Sampe Purba
Penulis dan Praktisi Energi,
Alumni Lemhannas RI.
SUNGAI NIL, panjangnya lebih dari 6 ribu kilo meter (setara jarak dari Sabang–Dili Timor Leste), membelah 10 Negara, berhulu di Danau Victoria Tanzania (Nil Putih). Di pertengahan – di Sudan menerima pasokan air melimpah dari sungai sungai yang bersumber di Ethiopia (Nil Biru).
Sesungguhnya Mesir hanya pemanfaat akhir, dan tidak berkontribusi untuk pelestarian pasokan ke sungai legendaris ini. Sudan dan Mesir adalah daerah kering kerontang dengan curah hujan minim dan hutan yang ranggason (tidak lebat). Namun membicarakan Sungai Nil, orang umumnya langsung mengasosiasikannya dengan Mesir. Ya, memang peradaban dan keberlangsungan Mesir tidak terlepas dari kiprah sungai terpanjang kedua di dunia tersebut.
Lebih dari 95% kebutuhan air di Mesir dipasok Sungai Nil. Pertanian, ketenagalistrikan dan pariwisata. Ini terutama setelah bendungan Aswan yang dibangun zaman Abdul Nasser tahun 1960 dengan bantuan Soviet beroperasi. Anda tahu tarian belly dance putri Mesir yang erotis menggairahkan terukur itu? Ya, itu juga bagian dari paket wisata Nile night cruise yang digandrungi banyak orang.
Tahun 1959, Mesir dan Sudan menandatangani Nile Water Agreement yang memberi kedua negara tersebut hak maritim eksklusif atas Nil. Perjanjian ini kelanjutan yang melestarikan perjanjian perjanjian pra kolonial sebelumnya. Perjanjian pra Kolonial yang diratifikasi secara internasional, mengatur pemanfaatan Sungai Nil sekitar 80% untuk Mesir dan 20% untuk Sudan. Perjanjian tersebut juga memberi hak veto kepada Mesir untuk melarang pembangunan di negara lain di hulu yang dianggap mengganggu pasokan air Sungai Nil.
Etiopia menganggap perjanjian perjanjian pra kolonial tersebut tidak adil. Hampir 85% air Sungai Nil yang bermuara ke Mesir dipasok dari sungai-sungai negara Etiopia. Setelah tertunda puluhan tahun, pada tahun 2011 Ethiopia membangun waduk raksasa di Sungai Nil biru untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA- hydropower), dengan total kapasitas listrik terpasang 6,45 gigawatt.
Proyek Bendungan dan Pembangkit Listrik yang diberi nama Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) berbiaya USD5 miliar. Mengantisipasi perlawanan dan lobi lobi Mesir yang kemungkinan termasuk menghalangi sumber pendanaan, sejak awal proyek ini dirancang menggunakan pinjaman pemerintah. Sebesar 65% menggunakan obligasi internasional, sisanya diperoleh dengan skema pembiayaan dari RRC.
Kontraktor utama bendungan raksasa yang berlokasi di pebukitan sekitar 45 km di perbatasan Timur Sudan ini adalah perusahaan Italia–Salini Impregilo. Sistem pemipaan kelistrikannya dipercayakan kepada perusahaan Italia lainnya Tratos Cavi SPA, turbinnya menggunakan teknologi Francis turbine. Seluruh konstruksi beton yang menghabiskan 10 juta meter kubik semen menggunakan bahan bahan lokal.
Bendungan raksasa ini dapat dikerjakan tepat waktu, sekalipun pada tahun 2018 Project Manajernya bernama Smignew Bekele–Insinyur Sipil Etiopia terbunuh misterius. Saat ini konstruksi telah selesai. Waduknya dapat menampung 74 miliar kubik air. Waduk diiisi bertahap selama lebih kurang 5 tahun untuk menggerakkan 16 turbin yang ada. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan musim penghujan, juga untuk menjaga debit air Sungai Nil, serta mencari pasar untuk ekspor listrik. Pada saat beroperasi penuh Proyek GERD akan menjadi PLTA terbesar di Afrika dan ketujuh terbesar di dunia.
Visi Pemerintah Etiopia jelas. Sumber daya alam harus digunakan secara optimal untuk membangkitkan ekonomi negeri. Pertumbuhan ekonomi Etiopia termasuk yang tertinggi di Afrika, di atas 10% sebelum bencana wabah COVID-19. Negara itu bertekad menjadi hubungan/penghubung untuk industri alat-alat listrik di Afrika. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi bersih dalam negeri, listrik yang dihasilkan akan diekspor melalui jalur transmisi ke negara negara tetangga seperti Sudan dan Kenya.
Penulis dan Praktisi Energi,
Alumni Lemhannas RI.
SUNGAI NIL, panjangnya lebih dari 6 ribu kilo meter (setara jarak dari Sabang–Dili Timor Leste), membelah 10 Negara, berhulu di Danau Victoria Tanzania (Nil Putih). Di pertengahan – di Sudan menerima pasokan air melimpah dari sungai sungai yang bersumber di Ethiopia (Nil Biru).
Sesungguhnya Mesir hanya pemanfaat akhir, dan tidak berkontribusi untuk pelestarian pasokan ke sungai legendaris ini. Sudan dan Mesir adalah daerah kering kerontang dengan curah hujan minim dan hutan yang ranggason (tidak lebat). Namun membicarakan Sungai Nil, orang umumnya langsung mengasosiasikannya dengan Mesir. Ya, memang peradaban dan keberlangsungan Mesir tidak terlepas dari kiprah sungai terpanjang kedua di dunia tersebut.
Lebih dari 95% kebutuhan air di Mesir dipasok Sungai Nil. Pertanian, ketenagalistrikan dan pariwisata. Ini terutama setelah bendungan Aswan yang dibangun zaman Abdul Nasser tahun 1960 dengan bantuan Soviet beroperasi. Anda tahu tarian belly dance putri Mesir yang erotis menggairahkan terukur itu? Ya, itu juga bagian dari paket wisata Nile night cruise yang digandrungi banyak orang.
Tahun 1959, Mesir dan Sudan menandatangani Nile Water Agreement yang memberi kedua negara tersebut hak maritim eksklusif atas Nil. Perjanjian ini kelanjutan yang melestarikan perjanjian perjanjian pra kolonial sebelumnya. Perjanjian pra Kolonial yang diratifikasi secara internasional, mengatur pemanfaatan Sungai Nil sekitar 80% untuk Mesir dan 20% untuk Sudan. Perjanjian tersebut juga memberi hak veto kepada Mesir untuk melarang pembangunan di negara lain di hulu yang dianggap mengganggu pasokan air Sungai Nil.
Etiopia menganggap perjanjian perjanjian pra kolonial tersebut tidak adil. Hampir 85% air Sungai Nil yang bermuara ke Mesir dipasok dari sungai-sungai negara Etiopia. Setelah tertunda puluhan tahun, pada tahun 2011 Ethiopia membangun waduk raksasa di Sungai Nil biru untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA- hydropower), dengan total kapasitas listrik terpasang 6,45 gigawatt.
Proyek Bendungan dan Pembangkit Listrik yang diberi nama Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) berbiaya USD5 miliar. Mengantisipasi perlawanan dan lobi lobi Mesir yang kemungkinan termasuk menghalangi sumber pendanaan, sejak awal proyek ini dirancang menggunakan pinjaman pemerintah. Sebesar 65% menggunakan obligasi internasional, sisanya diperoleh dengan skema pembiayaan dari RRC.
Kontraktor utama bendungan raksasa yang berlokasi di pebukitan sekitar 45 km di perbatasan Timur Sudan ini adalah perusahaan Italia–Salini Impregilo. Sistem pemipaan kelistrikannya dipercayakan kepada perusahaan Italia lainnya Tratos Cavi SPA, turbinnya menggunakan teknologi Francis turbine. Seluruh konstruksi beton yang menghabiskan 10 juta meter kubik semen menggunakan bahan bahan lokal.
Bendungan raksasa ini dapat dikerjakan tepat waktu, sekalipun pada tahun 2018 Project Manajernya bernama Smignew Bekele–Insinyur Sipil Etiopia terbunuh misterius. Saat ini konstruksi telah selesai. Waduknya dapat menampung 74 miliar kubik air. Waduk diiisi bertahap selama lebih kurang 5 tahun untuk menggerakkan 16 turbin yang ada. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan musim penghujan, juga untuk menjaga debit air Sungai Nil, serta mencari pasar untuk ekspor listrik. Pada saat beroperasi penuh Proyek GERD akan menjadi PLTA terbesar di Afrika dan ketujuh terbesar di dunia.
Visi Pemerintah Etiopia jelas. Sumber daya alam harus digunakan secara optimal untuk membangkitkan ekonomi negeri. Pertumbuhan ekonomi Etiopia termasuk yang tertinggi di Afrika, di atas 10% sebelum bencana wabah COVID-19. Negara itu bertekad menjadi hubungan/penghubung untuk industri alat-alat listrik di Afrika. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi bersih dalam negeri, listrik yang dihasilkan akan diekspor melalui jalur transmisi ke negara negara tetangga seperti Sudan dan Kenya.