Mari Amalkan Alquran

Senin, 20 Juli 2015 - 09:34 WIB
Mari Amalkan Alquran
Mari Amalkan Alquran
A A A
Kita memahami iman itu adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan melaksanakan dengan amal perbuatan.

Artinya antara ucapan dan perbuatan, kata dengan laku, pernyataan dan pelaksanaan adalah sama. Tidak pecah kongsi, begitu istilah Buya Ahmad Syafii Maarif. Bagi seorang mukmin, salah satu yang harus diimani, karena merupakan salah satu dari enam rukun iman, adalah kitab-kitab Allah. Alquran adalah termasuk kitab Allah di samping kitab Taurat, Zabur dan Injil.

Alquran merupakan kitab suci yang menjadi wahyu dan pegangan bagi Rasulullah Muhammad SAW, nabi terakhir dan menjadi teladan bagi umat manusia. Dalam bulan Ramadan yang telah lewat, kita diingatkan tentang ayat Alquran yang pertama kali diturunkan, yakni surat Al-Alaq, tentang perintah untuk membaca. Hal itu sekaligus menjadi salah satu keistimewaan yang ada pada bulan Ramadan ini.

”(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” (QS Al- Baqarah: 185). Jika memahami tafsir atas ayat tersebut, fungsi Alquran adalah tiga.

Pertama, sebagai petunjuk bagi manusia (alhuda). Dengan demikian, kalau seorang manusia ingin bahagia di dunia dan di akhirat, harus menjadikan Alquran sebagaiguidence. Kedua, penjelasan- penjelasan tentang petunjuk. Maknanya, dalam Alquran ada beberapa hal yang mengatur kehidupan manusia dijelaskan secara detail, seperti tentang pembagian harta warisan. Ketiga, pembeda (furqon) antara yang hak dan batil.

Artinya, Alquran juga mengatur kehidupan manusia tentang mana halal dan haram, mana yang boleh dan dilarang, serta mana yang masuk dalam kategori subhat . Dengan begitu manusia tidak tersesat di jalan yang dilarang Allah. Masa setelah Ramadan, jika keimanan kita ingin sempurna, maka sesungguhnya ada salah satu tugas terberat bagi manusia, khususnya orang-orang yang beriman, yaitu mengamalkan Alquran.

Apalagi Syawal, yang secara bahasa dimaknai dengan peningkatan, idealnya pengamalan kita terhadap ajaran Alquran meningkat. Kita sering membaca, mendengar, juga melihat, baik secara langsung maupun melalui media, tentang fenomena kehidupan di dunia ini yang kadang-kadang bertentangan dengan ajaran Alquran. Kita juga dibuat tergeleng- geleng dan tak berdaya dalam menghadapinya.

Karena itu, ada beberapa cara efektif dalam mengamalkan Alquran. 1) Mengimani, 2) Membaca, 3) Menghafal, 4) Memahami, dan terakhir mengamalkan. Hal ini berarti bahwa kita tidak akan bisa mengamalkan dengan sempurna (kafah) kalau tidak pernah membaca (tadarus) Alquran.

Membaca saja tidak cukup kalau kita tidak memahami makna dari kandungan ayatayat yang ada dalam Alquran. Dan kunci dari itu semua adalah kita harus mau belajar Alquran dengan penuh kesungguhan. Jikalau itu semua sudah kita lakukan, maka kita akan dapat mengamalkan Alquran dengan sempurna. Lantas dari mana kita bisa memulai mengamalkan Alquran?

Salah satu problem yang dihadapi oleh bangsa ini adalah adanya krisis keteladanan, utamanya dari para pemimpin, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Akibatnya, umat ini mengalami pecah kepribadiannya (split personality), antara apa yang dia baca, dia lihat, dan dia pahami dengan realitas yang ada di masyarakat, yang terkadang justru bertolak belakang.

Misalnya tentang kekerasan terhadap anak, korupsi, ketidakadilan, dan sebagainya. Padahal, Alquran telah memerintahkan agar kita mendidik anak dengan baik supaya menjadi anak yang saleh, bersikap jujur dan adil dalam menjalani kehidupan, dan sebagainya.

Realitas ini, jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan menghilangkan kepercayaan (trust), yang telah diberikan rakyat kepada para pemimpin dan juga anak-anak akan mengalami krisis keteladanan kepada orang tuanya. Karena itu, cara efektif dalam mengamalkan Alquran adalah memulainya dari diri sendiri (ibdaibda binafsik), dari keluarga dan lingkungan terdekat.

Rasanya berat bagi anak ketika disuruh mengaji sama orang tuanya, sementara orang tuanya tetap bermain gadget atau malah menonton televisi. Begitu pun kita akan sulit mengajak para tetangga berbuat baik, sementara kita sendiri justru melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang kita ucapkan.

Dengan keras Alquran memberikan kritik ”Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apaapa yang tidak kamu kerjakan.” (QS As-Shaff: 2-3). Ibnu Khaldun, seorang bapak sosiologi generasi awal yang terkenal dengan karya magnum opus-nya, Muqaddimah, menyatakan, ”Manusia itu ditimbang dari ucapannya dan dinilai dari perilakunya.”

Bagaimana sesungguhnya kepribadian seseorang bisa dilihat dari kesesuaian atau ketidaksesuaiannya antara ucapan dan perbuatan? Kita akan disebut sebagai pribadi yang konsisten(istiqamah) ketika ucapan kita satu irama dengan perbuatan, disebut sebagai oportunis manakala ucapannya berada di sisi yang berlawanan dengan perilakunya.

Pribadi yang istiqamah didambakan anak, sahabat, tokoh, dan panutan. Pribadi seperti inilah yang akan memberikan kepastian dan menutup kemungkinan hadirnya kebingungan. Istiqamah adalah bersubstansikan kejujuran, keterusterangan, dan kekokohan berpegang pada prinsip yang dipegangnya.

Setelah sebulan menjalani sekolah Ramadan, mari kita tingkatkan pengamalan terhadap ajaran-ajaran Alquran dengan memulainya dalam kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat. Sehingga apa yang kita lakukan memberikan manfaat bangsa dan negara. Wallahu alam.

FAOZAN AMAR
Direktur Al-Wasath Institute dan Dosen Studi Islam UHAMKA
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0742 seconds (0.1#10.140)