Menjamin Konsumen Aman dan Nyaman Berbelanja Online
loading...
A
A
A
Megawati Simanjuntak
Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Pengajar pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB University
ISTILAH belanja online sudah sangat familier di telinga konsumen Indonesia. Terjadi peningkatan jumlah pengguna aktif e-commerce pada masa pandemi Covid-19. Hal tersebut diperkirakan tidak akan berkurang meskipun pandemi sudah berakhir.
Volume penjualan pelaku usaha juga mengalami kenaikan yang signifikan. Tujuh dari sepuluh pelaku usaha mengalami kenaikan volume penjualan hingga mencapai 133%. Pertumbuhan dari penjualan yang biasanya berpusat di Pulau Jawa, berkembang ke wilayah luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Belanja online melalui e-commerce dipilih konsumen sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan yang dianggap cepat, mudah, dan lebih murah. Model bisnis e-commerce terdiri atas beberapa kategori. Pertama, ritel online yang menjual barang yang milik sendiri. Kedua, iklan baris online yang hanya menyebarkan iklan saja. Ketiga, marketplace yang menjual barang milik UMKM sebagai penghubung antara konsumen dan penjual.
Berdasarkan riset platform manajemen media sosial HootSuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2022 yang dirilis pada Februari 2022 disebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 204,7 juta orang atau hampir 74% penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi perkembangan bisnis berbasis aplikasi yang saat ini sedang berkembang pesat. Hal ini juga dibuktikan dengan munculnya 39 e-commerce di Indonesia.
Isu Konsumen dalam Belanja Online
Berbelanja online melalui e-commerce memiliki keuntungan, antara lain, konsumen dapat menghemat waktu, sistemnya praktis, biasanya menawarkan harga yang lebih murah karena ada diskon, dan konsumen memiliki banyak alternatif pilihan harga dari sebuah produk. Selain itu, konsumen juga dapat berbelanja di mana saja dan kapan saja serta pastinya dapat meminimalisasi kontak fisik pada masa pandemi.
Namun, di sisi lain, belanja online juga menimbulkan beberapa permasalahan bagi konsumen. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah menghimpun 12 permasalahan yang harus diselesaikan akibat berlangsungnya transaksi ekonomi digital, di antaranya ketidakjelasan subjek dan objek pajak, berkurangnya intermediary, transaksi keuangan tidak semuanya dimonitor, teritorialitas hukum, penipuan e-commerce, keamanan transaksi, keamanan data pribadi, informasi palsu (toko fiktif, barang tidak sesuai, dll).
Selain itu, akuisisi asing e-commerce/start-up, belum ada database e-commerce, ekosistem yang belum matang, dan Zone Improvement Plan (ZIP) tidak sesuai dengan perkembangan wilayah.
Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Pengajar pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia IPB University
ISTILAH belanja online sudah sangat familier di telinga konsumen Indonesia. Terjadi peningkatan jumlah pengguna aktif e-commerce pada masa pandemi Covid-19. Hal tersebut diperkirakan tidak akan berkurang meskipun pandemi sudah berakhir.
Volume penjualan pelaku usaha juga mengalami kenaikan yang signifikan. Tujuh dari sepuluh pelaku usaha mengalami kenaikan volume penjualan hingga mencapai 133%. Pertumbuhan dari penjualan yang biasanya berpusat di Pulau Jawa, berkembang ke wilayah luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Belanja online melalui e-commerce dipilih konsumen sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan yang dianggap cepat, mudah, dan lebih murah. Model bisnis e-commerce terdiri atas beberapa kategori. Pertama, ritel online yang menjual barang yang milik sendiri. Kedua, iklan baris online yang hanya menyebarkan iklan saja. Ketiga, marketplace yang menjual barang milik UMKM sebagai penghubung antara konsumen dan penjual.
Berdasarkan riset platform manajemen media sosial HootSuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2022 yang dirilis pada Februari 2022 disebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 204,7 juta orang atau hampir 74% penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan jaringan internet.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi perkembangan bisnis berbasis aplikasi yang saat ini sedang berkembang pesat. Hal ini juga dibuktikan dengan munculnya 39 e-commerce di Indonesia.
Isu Konsumen dalam Belanja Online
Berbelanja online melalui e-commerce memiliki keuntungan, antara lain, konsumen dapat menghemat waktu, sistemnya praktis, biasanya menawarkan harga yang lebih murah karena ada diskon, dan konsumen memiliki banyak alternatif pilihan harga dari sebuah produk. Selain itu, konsumen juga dapat berbelanja di mana saja dan kapan saja serta pastinya dapat meminimalisasi kontak fisik pada masa pandemi.
Namun, di sisi lain, belanja online juga menimbulkan beberapa permasalahan bagi konsumen. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah menghimpun 12 permasalahan yang harus diselesaikan akibat berlangsungnya transaksi ekonomi digital, di antaranya ketidakjelasan subjek dan objek pajak, berkurangnya intermediary, transaksi keuangan tidak semuanya dimonitor, teritorialitas hukum, penipuan e-commerce, keamanan transaksi, keamanan data pribadi, informasi palsu (toko fiktif, barang tidak sesuai, dll).
Selain itu, akuisisi asing e-commerce/start-up, belum ada database e-commerce, ekosistem yang belum matang, dan Zone Improvement Plan (ZIP) tidak sesuai dengan perkembangan wilayah.