Dokter Reisa Ajak Daerah Berlomba Jadi Wilayah Zona Hijau COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 , Reisa Broto Asmoro mengatakan, tim pakar Gugus Tugas terus memantau perubahan peta zona risiko daerah administrasi di tingkat kabupaten dan kota dalam sistem integrasi data yang berguna untuk monitoring dan evaluasi yakni Bersatu Lawan Covid atau BLC.
Pemetaan zona dilambangkan dengan warna hijau, kuning, orange dan merah. Reisa mengatakan yang harus dipahami adalah kategorisasi warna tersebut mewakili pencapaian indikator epidemiologi dan data kesehatan masyarakat.
"Dan pencapaian tersebut tidak pernah karena upaya sendiri-sendiri, harus upaya kolektif gotong-royong, bersama-sama," kata Reisa di Media Center Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Senin (6/7/2020).( )
Reisa menjelaskan, misalnya warna hijau adalah wilayah administrasi yang tidak terdapat atau tidak ada kasus baru. "Berarti pemimpin dan masyarakat berhasil disiplin menerapkan protokol kesehatan dan memutus rantai penularan," katanya.
Namun, kata Reisa, perubahan atau dinamika zonasi kabupaten kota sangat tinggi. "Bisa saja sebuah wilayah berpindah dari zona risiko rendah menjadi zona risiko tinggi, biasanya apabila ada yang tidak lagi disiplin menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Reisa mengatakan, pekan lalu, sebanyak 53 kabupaten/kota dengan risiko kenaikan kasus yang tinggi, 177 kabupaten/kota dengan resiko sedang, 185 kabupaten/kota dengan risiko rendah, dan 99 kabupaten/kota tidak terdampak atau tidak ada kasus baru. "Tentunya angka-angka ini berubah-ubah dan data terkini akan diumumkan oleh Tim Pakar Tugas minggu ini," katanya.( )
Reisa pun mengatakan, berita baiknya berdasarkan data yang dihimpun oleh tim pakar perubahan peta zonasi risiko rendah dan tidak terdampak meningkat tajam. "Per 31 Mei 2020 jumlahnya 46,7% dari setengah kabupaten/kota di Indonesia. Namun per 28 Juni 2020 ada di tingkat 55,25%," katanya.
Lalu, apa kunci pergerakan warna zona? Reisa mengatakan, pertama pengawasan ketat oleh pemerintah daerah. Kedua kedisiplinan seluruh anggota masyarakat mulai dari para tokoh agama dan budaya, akademisi, dunia usaha serta media massa. Ketiga, visi bahwa daerah yang lebih sehat akan membuat masyarakat lebih produktif dan wilayah tersebut kompetitif.
"Baik dari sisi kualitas sumber daya manusia maupun dari sisi persepsi positif citra daerah tersebut," kata Reisa.( )
Ia mengatakan, keberhasilan bersama melalui pandemi ini hanya bisa diraih lewat gotong-royong, bekerja bersama mendisiplinkan diri, melakukan perubahan menerapkan adaptasi kebiasaan baru.
"Ingat jaga jarak aman satu sampai dua meter, pakai masker dengan benar, cuci tangan minimal 20 detik dan menjalankan perilaku hidup bersih dan gaya hidup sehat. Yuk, semangat berlomba jadikan wilayah kita jadi zona hijau. Lingkungan kita berisiko rendah dan akhirnya kita semua terbebas dari COVID-19, kita pasti bisa, kita harus bisa," kata Reisa.
Pemetaan zona dilambangkan dengan warna hijau, kuning, orange dan merah. Reisa mengatakan yang harus dipahami adalah kategorisasi warna tersebut mewakili pencapaian indikator epidemiologi dan data kesehatan masyarakat.
"Dan pencapaian tersebut tidak pernah karena upaya sendiri-sendiri, harus upaya kolektif gotong-royong, bersama-sama," kata Reisa di Media Center Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Senin (6/7/2020).( )
Reisa menjelaskan, misalnya warna hijau adalah wilayah administrasi yang tidak terdapat atau tidak ada kasus baru. "Berarti pemimpin dan masyarakat berhasil disiplin menerapkan protokol kesehatan dan memutus rantai penularan," katanya.
Namun, kata Reisa, perubahan atau dinamika zonasi kabupaten kota sangat tinggi. "Bisa saja sebuah wilayah berpindah dari zona risiko rendah menjadi zona risiko tinggi, biasanya apabila ada yang tidak lagi disiplin menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Reisa mengatakan, pekan lalu, sebanyak 53 kabupaten/kota dengan risiko kenaikan kasus yang tinggi, 177 kabupaten/kota dengan resiko sedang, 185 kabupaten/kota dengan risiko rendah, dan 99 kabupaten/kota tidak terdampak atau tidak ada kasus baru. "Tentunya angka-angka ini berubah-ubah dan data terkini akan diumumkan oleh Tim Pakar Tugas minggu ini," katanya.( )
Reisa pun mengatakan, berita baiknya berdasarkan data yang dihimpun oleh tim pakar perubahan peta zonasi risiko rendah dan tidak terdampak meningkat tajam. "Per 31 Mei 2020 jumlahnya 46,7% dari setengah kabupaten/kota di Indonesia. Namun per 28 Juni 2020 ada di tingkat 55,25%," katanya.
Lalu, apa kunci pergerakan warna zona? Reisa mengatakan, pertama pengawasan ketat oleh pemerintah daerah. Kedua kedisiplinan seluruh anggota masyarakat mulai dari para tokoh agama dan budaya, akademisi, dunia usaha serta media massa. Ketiga, visi bahwa daerah yang lebih sehat akan membuat masyarakat lebih produktif dan wilayah tersebut kompetitif.
"Baik dari sisi kualitas sumber daya manusia maupun dari sisi persepsi positif citra daerah tersebut," kata Reisa.( )
Ia mengatakan, keberhasilan bersama melalui pandemi ini hanya bisa diraih lewat gotong-royong, bekerja bersama mendisiplinkan diri, melakukan perubahan menerapkan adaptasi kebiasaan baru.
"Ingat jaga jarak aman satu sampai dua meter, pakai masker dengan benar, cuci tangan minimal 20 detik dan menjalankan perilaku hidup bersih dan gaya hidup sehat. Yuk, semangat berlomba jadikan wilayah kita jadi zona hijau. Lingkungan kita berisiko rendah dan akhirnya kita semua terbebas dari COVID-19, kita pasti bisa, kita harus bisa," kata Reisa.
(abd)