Ancaman Resesi Global dan Respons Kebijakan
loading...
A
A
A
Ryan Kiryanto
Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED)
Sampai saat ini gambaran umum perekonomian global cenderung melemah. Hambatan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan meningkat pada kuartal-kuartal mendatang.Indikator utama tampak dari menurunnya indeks manajer pembelian global (Global Purchasing Manager Index/PMI) dan mendekati area kontraksi karena level PMI berada di bawah ambang batas 50.
Beberapa lembaga dunia memperkirakan “resesi ringan” terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa pada akhir 2022 hingga awal 2023.Resesi AS disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif sebagai respon atas kenaikan inflasi yang di luar perkiraan. Sementara resesi di Eropa terpengaruh oleh lonjakan harga energi dan pangan yang ekstrim pasca agresi militer Rusia ke Ukraina pada Februari lalu.
China, negara dengan besaran ekonomi kedua terbesar di dunia setelah AS, mungkin lolos dari resesi, tetapi akan mengalami pertumbuhan yang lemah pada tahun ini karena langkah penguncian(lockdown)berulang kali, koreksi sektor perumahan dan melemahnya pertumbuhan eksternal. Pada 2023, perekonomian negara ini diprediksi membaik seiring terurainya gangguan rantai pasokan global dan melandainya pandemi Covid-19.
Perlambatan ekonomi AS diyakini sedang berproses sebagai “efek samping” dari respons kebijakan bank sentral, The Fed, yangsecara agresif menaikkan suku bunga acuan (FedFund Rate/FFR) ke level 3,00%-3,25%. Langkah agresif iniprediksi berlanjuthingga FFR menyentuh level4,00%-4,25% untuk melandaikan inflasi tahunan yang menyentuh 9,1% (Juni 2022)dan 8,3% (Agustus 2022). PDB riil tahunan AS di 2022 diperkirakan tumbuh 1,4%; sedangkan di 2023 diperkirakan melambat menjadi 0,3%.
Di Eropa, perkiraan pertumbuhan PDB untuk 2022 sebesar 3,2% dan di 2023 sebesar 0,2%. Pemburukanoutlookperekonomian zona Eropa lantaran terpapar efek perang di Ukraina di mana pasokan energi (terutama gas) ke negara-negara Eropa dihentikan Rusia sebagai aksi balasan atas embargo Eropa.
Jerman, salah satu motor perekonomian Eropa, diliputi oleh sentimen bisnis dan konsumen yang menurun.Lembaga risetLeibniz Institute for Economic Researchmemproyeksi ekonomi Jerman hanya tumbuh 1,4%pada tahun ini. Namun, Jerman berpotensi kontraksi 0,4%pada 2023 dan kembali tumbuh 1,9%pada 2024.
Sebagai konsumen gas terbesar di Eropa, Jerman sangat terpukul dengan gangguan pasokan gas yang memperlemah ekonominya.Sejak Januari hingga September 2022 harga energi naik38,3%. Lalu, harga pangan naik 18,7%;harga jasa naik 3,8% dan hargabarang industri non-energi naik 5%.
Banyak ekonom memperkirakan dunia akan terjun kejurangresesi pada 2023, salah satunya karena terdampak oleh langkahbank sentral di negara majuyang agresifmenaikkan suku bungaacuandansekaligusmengetatkan likuiditas.
Langkah serupa juga akan diambil Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang sudah meninggalkan rezim suku bunga negatif. Saat ini, di mana situasi di Eropa berubah dengan inflasi yang mencapai di atas 9%, ECB harus terus menaikkan suku bunga secara tegas karenamakin tingginyarisiko inflasiyang menyentuhdouble digitdan harus diturunkan ke “level ideal”2%dalam jangka menengah. Sejauh iniECB telah menaikkan suku bunga utamanya sebesar 125 basis poin menjadi 0,75%yang merupakanlaju kenaikan suku bunga tercepat dalam sejarahnya.
Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED)
Sampai saat ini gambaran umum perekonomian global cenderung melemah. Hambatan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan meningkat pada kuartal-kuartal mendatang.Indikator utama tampak dari menurunnya indeks manajer pembelian global (Global Purchasing Manager Index/PMI) dan mendekati area kontraksi karena level PMI berada di bawah ambang batas 50.
Beberapa lembaga dunia memperkirakan “resesi ringan” terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa pada akhir 2022 hingga awal 2023.Resesi AS disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif sebagai respon atas kenaikan inflasi yang di luar perkiraan. Sementara resesi di Eropa terpengaruh oleh lonjakan harga energi dan pangan yang ekstrim pasca agresi militer Rusia ke Ukraina pada Februari lalu.
China, negara dengan besaran ekonomi kedua terbesar di dunia setelah AS, mungkin lolos dari resesi, tetapi akan mengalami pertumbuhan yang lemah pada tahun ini karena langkah penguncian(lockdown)berulang kali, koreksi sektor perumahan dan melemahnya pertumbuhan eksternal. Pada 2023, perekonomian negara ini diprediksi membaik seiring terurainya gangguan rantai pasokan global dan melandainya pandemi Covid-19.
Perlambatan ekonomi AS diyakini sedang berproses sebagai “efek samping” dari respons kebijakan bank sentral, The Fed, yangsecara agresif menaikkan suku bunga acuan (FedFund Rate/FFR) ke level 3,00%-3,25%. Langkah agresif iniprediksi berlanjuthingga FFR menyentuh level4,00%-4,25% untuk melandaikan inflasi tahunan yang menyentuh 9,1% (Juni 2022)dan 8,3% (Agustus 2022). PDB riil tahunan AS di 2022 diperkirakan tumbuh 1,4%; sedangkan di 2023 diperkirakan melambat menjadi 0,3%.
Di Eropa, perkiraan pertumbuhan PDB untuk 2022 sebesar 3,2% dan di 2023 sebesar 0,2%. Pemburukanoutlookperekonomian zona Eropa lantaran terpapar efek perang di Ukraina di mana pasokan energi (terutama gas) ke negara-negara Eropa dihentikan Rusia sebagai aksi balasan atas embargo Eropa.
Jerman, salah satu motor perekonomian Eropa, diliputi oleh sentimen bisnis dan konsumen yang menurun.Lembaga risetLeibniz Institute for Economic Researchmemproyeksi ekonomi Jerman hanya tumbuh 1,4%pada tahun ini. Namun, Jerman berpotensi kontraksi 0,4%pada 2023 dan kembali tumbuh 1,9%pada 2024.
Sebagai konsumen gas terbesar di Eropa, Jerman sangat terpukul dengan gangguan pasokan gas yang memperlemah ekonominya.Sejak Januari hingga September 2022 harga energi naik38,3%. Lalu, harga pangan naik 18,7%;harga jasa naik 3,8% dan hargabarang industri non-energi naik 5%.
Banyak ekonom memperkirakan dunia akan terjun kejurangresesi pada 2023, salah satunya karena terdampak oleh langkahbank sentral di negara majuyang agresifmenaikkan suku bungaacuandansekaligusmengetatkan likuiditas.
Langkah serupa juga akan diambil Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang sudah meninggalkan rezim suku bunga negatif. Saat ini, di mana situasi di Eropa berubah dengan inflasi yang mencapai di atas 9%, ECB harus terus menaikkan suku bunga secara tegas karenamakin tingginyarisiko inflasiyang menyentuhdouble digitdan harus diturunkan ke “level ideal”2%dalam jangka menengah. Sejauh iniECB telah menaikkan suku bunga utamanya sebesar 125 basis poin menjadi 0,75%yang merupakanlaju kenaikan suku bunga tercepat dalam sejarahnya.