Otak-Atik Kebijakan Bendung Ancaman Inflasi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PADA kompleksitas tatanan ekonomi global saat ini, semakin tidak stabilnya perekonomian terutama terlihat dari volatilnya tingkat inflasi . Inflasi merupakan fenomena ekonomi di mana harga-harga secara umum mengalami peningkatan secara terus-menerus dalam satu wilayah pemerintahan dan dalam periode waktu tertentu. Pada dasarnya, inflasi mencerminkan tidak seimbangnya antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian nasional, sehingga untuk mengurangi inflasi kebijakan yang dihasilkan untuk mempengaruhi sisi penawaran atau permintaan.
Tak dipungkiri bahwa meski terdapat beberapa inflasi yang dianggap wajar dalam ekonomi, namun kenaikan harga yang terlalu tinggi mutlak dapat merusak daya beli konsumen, mengacaukan alokasi sumber daya, dan membuat perencanaan ekonomi menjadi tidak efektif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pada dasarnya, inflasi adalah gejala ekonomi yang kompleks dan sering kali dipicu oleh sejumlah faktor yang berbeda. Permintaan yang berlebihan merupakan salah satu penyebab utama inflasi, terutama ketika permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang tersedia. Hal ini mendorong produsen untuk menaikkan harga barang dan jasa guna menyesuaikan diri dengan tingkat permintaan yang tinggi (demand pull).
Sementara itu, kenaikan biaya produksi juga berperan penting dalam memicu inflasi. Tatkala biaya bahan baku, tenaga kerja, atau faktor produksi lainnya naik, produsen sering kali menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya yang lebih tinggi tersebut. Tidak ketinggalan, peningkatan upah juga dapat menjadi pemicu inflasi, karena kenaikan upah bagi pekerja mendorong produsen untuk menaikkan harga produk mereka guna menutupi biaya tenaga kerja yang lebih tinggi (cost pull).
Selain faktor internal, fluktuasi harga internasional juga dapat berdampak pada inflasi suatu negara. Ketika harga barang impor meningkat karena fluktuasi di pasar global, hal ini dapat mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa di tingkat domestic (imported inflation). Dengan pemahaman yang baik tentang faktor-faktor ini, para pembuat kebijakan dapat merancang strategi yang tepat untuk mengelola dan mengendalikan inflasi demi menjaga stabilitas ekonomi.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua tingkat inflasi memiliki dampak negatif yang sama. Inflasi yang moderat dan stabil, dalam beberapa kasus, dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mendorong konsumsi dan investasi. Sejarah mencatat bahwa ada berbagai pandangan mengenai dampak inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain pada tahun 1958, Philips menyatakan bahwa inflasi yang tinggi secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran.
Pendapat tersebut juga didukung oleh para tokoh perspektif struktural dan keynesian yang percaya bahwa inflasi tidak berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi sedangkan pandangan monetarist berpendapat bahwa inflasi berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut didukung oleh peristiwa pada tahun 1970 di mana negara-negara dengan inflasi yang tinggi terutama negara-negara Amerika Latin mulai mengalami penurunan tingkat pertumbuhan sehingga menyebabkan munculnya pandangan yang menyatakan bahwa inflasi memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi bukan efek positif.
Secara keseluruhan, inflasi adalah fenomena kompleks yang memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Pemahaman yang baik tentang sifat, penyebab, dan konsekuensi inflasi sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk merancang strategi yang efektif dalam mengelola dan mengatasi tantangan ekonomi yang terkait dengan inflasi. Artinya, kebijakan moneter yang tepat, seperti kontrol suku bunga oleh bank sentral, dapat membantu menjaga inflasi pada tingkat yang dapat diterima.
Hal tersebut dipicu lantaran kenaikan harga bahan bakar minyak. Selanjutnya pada 2023, tingkat inflasi Indonesia berhasil terkendali di angka 2,61% secara tahunan. Capaian keberhasilan pengendalian inflasi Indonesia di tahun 2023 juga disebut menjadi salah satu yang terendah, di antara negara-negara G20 lainnya. Misalnya, Argentina (211 persen yoy), Turki (64,77 persen yoy), Rusia (7,40 persen yoy), India (5,69 persen yoy), Afrika Selatan (5,10 persen yoy), Inggris (4,00 persen yoy), dan Amerika Serikat (3,40 persen yoy). Meski demikian, tantangan masih tetap ada dan harus waspada, terutama dengan adanya faktor-faktor eksternal seperti fluktuasi harga minyak pangan dan energi akibat ketegangan politik, serta perubahan kebijakan global yang dapat memengaruhi inflasi di Indonesia.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PADA kompleksitas tatanan ekonomi global saat ini, semakin tidak stabilnya perekonomian terutama terlihat dari volatilnya tingkat inflasi . Inflasi merupakan fenomena ekonomi di mana harga-harga secara umum mengalami peningkatan secara terus-menerus dalam satu wilayah pemerintahan dan dalam periode waktu tertentu. Pada dasarnya, inflasi mencerminkan tidak seimbangnya antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian nasional, sehingga untuk mengurangi inflasi kebijakan yang dihasilkan untuk mempengaruhi sisi penawaran atau permintaan.
Tak dipungkiri bahwa meski terdapat beberapa inflasi yang dianggap wajar dalam ekonomi, namun kenaikan harga yang terlalu tinggi mutlak dapat merusak daya beli konsumen, mengacaukan alokasi sumber daya, dan membuat perencanaan ekonomi menjadi tidak efektif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pada dasarnya, inflasi adalah gejala ekonomi yang kompleks dan sering kali dipicu oleh sejumlah faktor yang berbeda. Permintaan yang berlebihan merupakan salah satu penyebab utama inflasi, terutama ketika permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang tersedia. Hal ini mendorong produsen untuk menaikkan harga barang dan jasa guna menyesuaikan diri dengan tingkat permintaan yang tinggi (demand pull).
Sementara itu, kenaikan biaya produksi juga berperan penting dalam memicu inflasi. Tatkala biaya bahan baku, tenaga kerja, atau faktor produksi lainnya naik, produsen sering kali menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya yang lebih tinggi tersebut. Tidak ketinggalan, peningkatan upah juga dapat menjadi pemicu inflasi, karena kenaikan upah bagi pekerja mendorong produsen untuk menaikkan harga produk mereka guna menutupi biaya tenaga kerja yang lebih tinggi (cost pull).
Selain faktor internal, fluktuasi harga internasional juga dapat berdampak pada inflasi suatu negara. Ketika harga barang impor meningkat karena fluktuasi di pasar global, hal ini dapat mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa di tingkat domestic (imported inflation). Dengan pemahaman yang baik tentang faktor-faktor ini, para pembuat kebijakan dapat merancang strategi yang tepat untuk mengelola dan mengendalikan inflasi demi menjaga stabilitas ekonomi.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua tingkat inflasi memiliki dampak negatif yang sama. Inflasi yang moderat dan stabil, dalam beberapa kasus, dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mendorong konsumsi dan investasi. Sejarah mencatat bahwa ada berbagai pandangan mengenai dampak inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain pada tahun 1958, Philips menyatakan bahwa inflasi yang tinggi secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran.
Pendapat tersebut juga didukung oleh para tokoh perspektif struktural dan keynesian yang percaya bahwa inflasi tidak berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi sedangkan pandangan monetarist berpendapat bahwa inflasi berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut didukung oleh peristiwa pada tahun 1970 di mana negara-negara dengan inflasi yang tinggi terutama negara-negara Amerika Latin mulai mengalami penurunan tingkat pertumbuhan sehingga menyebabkan munculnya pandangan yang menyatakan bahwa inflasi memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi bukan efek positif.
Secara keseluruhan, inflasi adalah fenomena kompleks yang memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Pemahaman yang baik tentang sifat, penyebab, dan konsekuensi inflasi sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk merancang strategi yang efektif dalam mengelola dan mengatasi tantangan ekonomi yang terkait dengan inflasi. Artinya, kebijakan moneter yang tepat, seperti kontrol suku bunga oleh bank sentral, dapat membantu menjaga inflasi pada tingkat yang dapat diterima.
Dinamika Inflasi di Indonesia
Adapun laju inflasi global saat ini telah mencatatkan tren penurunan, namun masih berada pada level yang tinggi, di mana pada kuartal III/2023 tercatat sebesar 5,4% secara tahunan (yoy). Bank Indonesia mencatat bahwa di kuartal IV – 2023, inflasi global diperkirakan hanya akan turun tipis menjadi sebesar 5,1% (yoy). Di sisi lain, data BPS mencatat bahwa inflasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung stabil dan mengalami penurunan. Indonesia mengalami kenaikan inflasi hingga menyentuh 5,51% pada 2022, melebihi target tahunan Bank Indonesia pada kisaran 2%-4%.Hal tersebut dipicu lantaran kenaikan harga bahan bakar minyak. Selanjutnya pada 2023, tingkat inflasi Indonesia berhasil terkendali di angka 2,61% secara tahunan. Capaian keberhasilan pengendalian inflasi Indonesia di tahun 2023 juga disebut menjadi salah satu yang terendah, di antara negara-negara G20 lainnya. Misalnya, Argentina (211 persen yoy), Turki (64,77 persen yoy), Rusia (7,40 persen yoy), India (5,69 persen yoy), Afrika Selatan (5,10 persen yoy), Inggris (4,00 persen yoy), dan Amerika Serikat (3,40 persen yoy). Meski demikian, tantangan masih tetap ada dan harus waspada, terutama dengan adanya faktor-faktor eksternal seperti fluktuasi harga minyak pangan dan energi akibat ketegangan politik, serta perubahan kebijakan global yang dapat memengaruhi inflasi di Indonesia.