Hancurnya Keadaban Hukum

Rabu, 05 Oktober 2022 - 12:55 WIB
loading...
A A A
Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tapi mari menilik fenomena-fenomena penegakan hukum yang tajam untuk kalangan bawah dan tumpul untuk kalangan atas. Misalnya kasus pada 2018, Saulina Sitorus yang berusia 92 tahun divonis 1 bulan 14 hari penjara karena menebang pohon durian milik kerabatnya.

Kasus Rasminah lantaran mencuri enam piring majikannya, kasus pencurian semangka, kasus pencurian pisang, dan kasus-kasus lainnya. Jika penegakan hukum seperti itu tetap terjadi, maka bukan lagi kepercayaan rakyat, melainkan negara kita akan mengalami kehancuran.

Relasi kuasa yang dibangun oleh para penegak hukum dengan penguasa materi menjadi salah satu faktor penyebab fenomena-fenomena itu terjadi. Hak-hak dan kekebalan hakim dapat ditembus dengan hubungan di antara aktor-aktor dalam kepentingannya yang diselimuti tingkat kekuasaan yang berbeda. Akhirnya para penegak hukum dibuat silau dan tidak bisa memberikan penindakan hukum yang berasaskan Pancasila.

Padahal, untuk mewujudkan keadilan hukum, dibutuhkan iktikad politik yang kuat dari para aparat penegak hukum. Tanpanya, nyaris tidak mungkin keadilan hukum bisa diwujudkan. Penguasa memiliki kekuasaan yang bisa mengarahkan, memfasilitasi, dan menciptakan suasana yang kondusif guna terwujudnya hukum sebagai panglima, untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat.

Hukum menjadi sekadar permainan bagi mereka yang memiliki kekuatan uang dan politik. Hukum hanya hiasan belaka, sebab hukum tidak mampu lagi menjalankan fungsinya sebagai penegak keadilan di negeri ini. Keadilan hanya permainan bagi mereka yang berkuasa. Ini menandakan hilangnya keadaban hukum.

Hukum mudah dimanipulasi dan direkayasa asal bisa memenuhi keinginan pihak tertentu. Hukum ditegakkan sekaligus dilecehkan, sering kali mengabaikan sisi utamanya, yakni keadilan. Kepekaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang tidak seimbang muncul.

Masyarakat memiliki perasaan yang tidak bisa dimanipulasi, bahkan dikendalikan. Atas itu semua, apabila jajaran penegak hukum masih sering bertindak di luar batas-batas kepekaan masyarakat, yang terjadi adalah kristalisasi ketidakpuasan dari berbagai penjuru. Bahaya paling besar dari perkara seperti ini adalah kemunduran yang luar biasa dari proses demokrasi yang sudah kita percayai untuk membangun bangsa ini.

Hukum sering kali hanya menjadi pajangan dan retorika pasal-pasal di depan cengkeraman kekuasaan dan orang kuat hukum tak lagi memiliki taring. Hukum mandul karena hanya mampu menginjak ke bawah dan mengangkat yang di atas. Hukum belah bambu telah mengiris-iris rasa keadilan di negeri ini.

Persoalan dari apa yang sudah terjadi dengan tertangkap tangannya pihak dari MA ini adalah adanya tangan tersembunyi yang berkuasa di negeri ini. Hukum benar-benar mudah dipermainkan dan hanya menjadi pajangan bagi mereka yang memiliki uang, kekuasaan, dan pengaruh politik. Hukum sekadar hiasan belaka, sebab hukum tidak mampu lagi menjalankan fungsinya sebagai penegak keadilan di negeri ini. Keadilan hanya permainan bagi mereka yang berkuasa. Inilah penyebab hilangnya keadaban hukum.

Hukum telah kehilangan keadabannya, maka hukum kehilangan juga rasa kemanusiaan dan keadilan. Masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap lembaga hukum, masyarakat juga kehilangan rasa hormat dan apresiasi terhadap otoritas hukum. Akibatnya masyarakat semakin memiliki kecenderungan untuk menjalankan hukum dengan hukum sendiri atau yang sering disebut main hakim sendiri (vigilante).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1180 seconds (0.1#10.140)