Berpihak Kepada Petani

Sabtu, 24 September 2022 - 08:35 WIB
loading...
A A A
Jepang melakukan kebijakan Noochi Kaihoo (Emancipation of Farming Land) pada 1947-1949 untuk membangkitkan ekonomi dan kedaulatan pangan nasionalnya. Pada saat itu, Jepang mendistribusikan lebih dari 23.000 kilometer persegi lahan pertanian (38% dari lahan pertanian nasional) kepada petani miskin.

Selanjutnya di era 1950-an, pemerintah Jepang memperbaiki infrastruktur pertanian di antaranya bendungan, irigasi dan jalan usaha tani. Periode 1960 sampai 70-an, dilakukan upaya pemberdayaan koperasi pertanian “Nihon Nogyoo Kumiai” (Japan Agricultural Cooperative) hingga inisiasi penerapan inovasi dan teknologi terbaru untuk peningkatan produksi pertanian melalui koperasi.

Pembangunan pertanian di Negara Sakura didorong oleh penerapan teknologi dan inovasi pertanian. Sejak pertengahan tahun 60-an didirikan 13 lembaga penelitian pertanian, 255 lembaga penelitian di tingkat prefektur (provinsi), dan enam lembaga pengkajian nasional di berbagai penjuru negeri.

Subsidi pertanian melalui kredit pertanian, pengadaan alat, mesin serta input produksi juga diberikan. Pemerintah Jepang mengalokasikan anggaran 3-4% untuk subsidi di sektor pertanian. Jepang juga memproteksi komoditas pertanian dalam negeri untuk beras, daging, dan susu. Selebihnya dibebaskan pada mekanisme pasar. Kebijakan ini membawa petani Jepang sebagai petani yang paling sejahtera di dunia.

Di Korea Selatan (Korsel) selepas perang saudara di era 50-an, upaya dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menurunkan angka kemiskinan. Pada 1960-an, 60% penduduk Korsel tinggal di perdesaan dan berprofesi sebagai petani. Gerakan Desa Baru (Saemaul Undong Movement/SU) dipimpin langsung oleh Presiden Park Chung-hee sejak awal 1970-an.

SU adalah bagian dari gerakan berbasis masyarakat. Kebijakan di negeri itu juga mendukung kemudahan finansial yang dilakukan dengan membentuk: (1) Farm Land Management Fund Law, dan (2) Farm Land Bank Law. Hasilnya gerakan ini membuat Korsel berhasil mencapai swasembada pertanian di akhir 1970-an.

Pemerintah Korsel sampai saat ini sangat melindungi petani mereka dengan mempertahankan subsidi pertanian dan tarif impor. Meskipun setelah era 1990-an basis kekuatan ekonomi Korsel bertumpu pada sektor industri, tetapi pemerintah tidak mencabut subsidi pertanian tersebut. Karena khawatir akan mengancam kesejahteraan petani, eksistensi sektor pertanian dan kedaulatan pangan.

Keberpihakan Kita
Di Indonesia, pada setiap masa, muncul pemimpin yang secara nyata berpihak kepada kaum tani. Di era kolonial, ideologi Marhaenisme dilahirkan oleh Soekarno sebagai bentuk keberpihakan kepada petani dan buruh tani. Bahkan tahun 1952 di Kampus IPB, Soekarno mengatakan, "Pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa."

Begitu pula Ulama Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Ashari menegaskan keberpihakannya kepada petani dengan mengutip tulisan Muntaha dari kitab Amalil Khuthaba, "Petani adalah benteng terakhir bagi pertahanan negeri".

Di era Orde Baru pembangunan infrastruktur pertanian menjadi prioritas pembangunan nasional. Sementara pada periode Presiden Joko Widodo (Jokowi), keberpihakan pemerintah ditunjukkan dengan menjalankan program strategis untuk mendongkrak produksi dan kesejahteraan petani dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2809 seconds (0.1#10.140)