Kasus ACT dan Kerawanan Altruisme
loading...
A
A
A
Satu sisi gerakan pemantauan dan deteksi dini, pencegahan, pembinaan, penanggulangan, dan penangkapan, semuanya terus dijalankan. Tapi pada sisi yang lain, justru terjadi penyuburan pergerakan dengan bantuan dana yang sesungguhnya untuk misi kemanusiaan.
Jika mengacu pada potensi ancaman terorisme di Indonesia sebagaimana yang disampaikan Kepala Badan Penaggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rafli, Indonesia menempati urutan ke-24 dari 162 negara berdasar data dari Global Terrorism Index (GTI) 2022 (Sindonews, 4 Juli 2022). Dengan kata lain, perkembangan gerakan teror saat ini justru mengalami peningkatan. Terorisme global telah merambah pada pemanfaatan teknologi informasi dengan modus awal propaganda narasi kebencian.
Propaganda ini akan mendulang kesuksesasan di republik ini karena berdasar data dari Digital Civility Index (DCI) yang dilansir Microsoft, warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara alias paling tidak beradab dalam menggunakan internet saat berkomunikasi di dunia maya. Politik identitas dan polarisasi mengental dengan kuat akibat narasi-narasi provokatif di media. Fakta ini akan mudah dimanfaatkan oleh kelompok jaringan teroris.
Kedua, realitas kontra produktif ini akan menguntungkan para kelompok teroris karena mereka terus disuarakan, dibahas, dan didiskusikan. Mereka akan meraup wujud eksistensial untuk menunjukkan kepada publik bahwa jaringan terorisme itu akan terus berkembang. Ini akan menjadi strategi untuk melempar ketakutan kepada publik tanpa keterlibatan mereka secara langsung. Desas-desus pemberitaan dimanfaatkan untuk mendulang eksistensial mereka.
Regulasi
Pada titik inilah, diperlukan kepastian hukum dalam konteks pengelolaan dana umat. Jika penggalangan dana ini tidak diperkuat oleh regulasi yang jelas, maka sangat rentan dan rawan diselewengkan. Penyelewangan ini yang harus menjadi perhatian bersama agar fondasi awal dari tujuan baik mengelola dana umat dapat berjalan dengan amanah. Transparansi dan amanah menjadi kunci untuk memperkuat kepercayaan para pihak yang telah menyalurkan dana dengan maksud tulus untuk meringankan beban sesama.
Selain itu, perlu dilakukan audit secara mendalam sebagai kontrol dan pengawasan. Dugaan kebocoran dana umat untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang ini muncul dan menjadi heboh karena selama ini tidak ada regulasi yang jelas tentang hal itu dan juga disebabkan absennya kontrol dan pemeriksaan. Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin aliran dana yang nilainya begitu besar itu mengalir pada kegiatan-kegiatan yang justru bertentangan dengan misi kemanusiaan, kepentingan publik dan komitmen kebangsaan.
Baca Juga: koran-sindo.com
Jika mengacu pada potensi ancaman terorisme di Indonesia sebagaimana yang disampaikan Kepala Badan Penaggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rafli, Indonesia menempati urutan ke-24 dari 162 negara berdasar data dari Global Terrorism Index (GTI) 2022 (Sindonews, 4 Juli 2022). Dengan kata lain, perkembangan gerakan teror saat ini justru mengalami peningkatan. Terorisme global telah merambah pada pemanfaatan teknologi informasi dengan modus awal propaganda narasi kebencian.
Propaganda ini akan mendulang kesuksesasan di republik ini karena berdasar data dari Digital Civility Index (DCI) yang dilansir Microsoft, warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara alias paling tidak beradab dalam menggunakan internet saat berkomunikasi di dunia maya. Politik identitas dan polarisasi mengental dengan kuat akibat narasi-narasi provokatif di media. Fakta ini akan mudah dimanfaatkan oleh kelompok jaringan teroris.
Kedua, realitas kontra produktif ini akan menguntungkan para kelompok teroris karena mereka terus disuarakan, dibahas, dan didiskusikan. Mereka akan meraup wujud eksistensial untuk menunjukkan kepada publik bahwa jaringan terorisme itu akan terus berkembang. Ini akan menjadi strategi untuk melempar ketakutan kepada publik tanpa keterlibatan mereka secara langsung. Desas-desus pemberitaan dimanfaatkan untuk mendulang eksistensial mereka.
Regulasi
Pada titik inilah, diperlukan kepastian hukum dalam konteks pengelolaan dana umat. Jika penggalangan dana ini tidak diperkuat oleh regulasi yang jelas, maka sangat rentan dan rawan diselewengkan. Penyelewangan ini yang harus menjadi perhatian bersama agar fondasi awal dari tujuan baik mengelola dana umat dapat berjalan dengan amanah. Transparansi dan amanah menjadi kunci untuk memperkuat kepercayaan para pihak yang telah menyalurkan dana dengan maksud tulus untuk meringankan beban sesama.
Selain itu, perlu dilakukan audit secara mendalam sebagai kontrol dan pengawasan. Dugaan kebocoran dana umat untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang ini muncul dan menjadi heboh karena selama ini tidak ada regulasi yang jelas tentang hal itu dan juga disebabkan absennya kontrol dan pemeriksaan. Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin aliran dana yang nilainya begitu besar itu mengalir pada kegiatan-kegiatan yang justru bertentangan dengan misi kemanusiaan, kepentingan publik dan komitmen kebangsaan.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)