Komunikasi Agraria untuk Memberantas Mafia Tanah
loading...
A
A
A
Lamngka itu diharapkan bisa turut membantu persoalan pangan yang hingga kini masih mendera kehidupan bangsa. Ini terbukti dari komoditas pertanian yang mestinya sangat mudah ditanam di negeri ini, nyatanya sering langka dan harganya terus bergejolak.
Masalah kelangkaan komoditas pertanian merupakan indikasi bahwa pembangunan pertanian masih belum berhasil. Kondisinya semakin runyam karena tata niaga produk pertanian semakin amburadul. Akibatnya produk impor dan ilegal merajalela dan menjadi permainan harga oleh mafia pangan.
Perbaikan tata niaga pangan selama ini kurang efektif. Apalagi kondisi Indonesia pada saat ini sangat rentan terhadap harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan.
Selama ini berbagai insentif kepada petani kurang tepat sasaran. Padahal insentif tersebut mestinya bisa menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Mengatur kembali tata niaga pangan perlu konsistensi dan integritas dari para praktisi dan birokrasi pertanian.
Program Menteri ATR/Kepala BPN yang lalu yakni akan menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah hunian atau kediaman masyarakat menengah ke bawah perlu dikonkretkan oleh Menteri Hadi Tjahjanto.
Perlu segera menentukan kriteria apa saja yang akan dibebaskan dalam pembayaran PBB. Perlu rekayasa ulang prosedur penatausahaan PBB khususnya bagi rumah komersial dan rumah mewah. Mengingat prosedur PBB yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama selama ini belum efektif dan inefisien.
Sektor Perkebunan merupakan komponen PBB yang belum digarap secara optimal. Potensi sektor tersebut hendaknya jangan dianggap remeh. Lebih-lebih komoditas perkebunan pada saat ini sedang cerah. Penatausahaan PBB sektor perkebunan pada saat ini diserahkan dari KPPBB kepada KPP Pratama. Akibatnya semakin banyak beban yang ditangani oleh KPP Pratama.
PBB dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) selama ini adalah salah satu sumber pendapatan daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak pusat, sedangkan daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan yang besarnya cukup signifikan.
Oleh sebab itu pihak pemerintah daerah harus sekuat tenaga membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan segenap perangkat daerah.
Saatnya memperbarui penatausahaan PBB dengan solusi teknologi digital. Objek PBB terbagi dalam sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Sektor perkebunan adalah objek PBB di bidang budidaya perkebunan yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. Objek pajak ini berperan signifikan dalam penerimaan PBB secara nasional.
Masalah kelangkaan komoditas pertanian merupakan indikasi bahwa pembangunan pertanian masih belum berhasil. Kondisinya semakin runyam karena tata niaga produk pertanian semakin amburadul. Akibatnya produk impor dan ilegal merajalela dan menjadi permainan harga oleh mafia pangan.
Perbaikan tata niaga pangan selama ini kurang efektif. Apalagi kondisi Indonesia pada saat ini sangat rentan terhadap harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan.
Selama ini berbagai insentif kepada petani kurang tepat sasaran. Padahal insentif tersebut mestinya bisa menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Mengatur kembali tata niaga pangan perlu konsistensi dan integritas dari para praktisi dan birokrasi pertanian.
Program Menteri ATR/Kepala BPN yang lalu yakni akan menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah hunian atau kediaman masyarakat menengah ke bawah perlu dikonkretkan oleh Menteri Hadi Tjahjanto.
Perlu segera menentukan kriteria apa saja yang akan dibebaskan dalam pembayaran PBB. Perlu rekayasa ulang prosedur penatausahaan PBB khususnya bagi rumah komersial dan rumah mewah. Mengingat prosedur PBB yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama selama ini belum efektif dan inefisien.
Sektor Perkebunan merupakan komponen PBB yang belum digarap secara optimal. Potensi sektor tersebut hendaknya jangan dianggap remeh. Lebih-lebih komoditas perkebunan pada saat ini sedang cerah. Penatausahaan PBB sektor perkebunan pada saat ini diserahkan dari KPPBB kepada KPP Pratama. Akibatnya semakin banyak beban yang ditangani oleh KPP Pratama.
PBB dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) selama ini adalah salah satu sumber pendapatan daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak pusat, sedangkan daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan yang besarnya cukup signifikan.
Oleh sebab itu pihak pemerintah daerah harus sekuat tenaga membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan segenap perangkat daerah.
Saatnya memperbarui penatausahaan PBB dengan solusi teknologi digital. Objek PBB terbagi dalam sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Sektor perkebunan adalah objek PBB di bidang budidaya perkebunan yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. Objek pajak ini berperan signifikan dalam penerimaan PBB secara nasional.