Komunikasi Agraria untuk Memberantas Mafia Tanah
loading...
A
A
A
Harliantara
Praktisi Penyiaran
Dekan Fikom Unitomo, Surabaya
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menyatakan telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Kapolda untuk memberantas mafia tanah guna melindungi hak atas tanah masyarakat.
Gaya komunikasi Menteri Hadi terkait masalah agraria sangat lugas. Tekadnya kuat untuk terjun langsung dalam menangani kasus-kasus sengketa tanah serta berjanji akan menyikat habis mafia tanah yang selama ini sangat meresahkan.
Definisi mafia tanah secara sederhana adalah kelompok kriminal yang merampas hak tanah pihak lain. Pelaku mafia tanah membuat tanah rakyat, swasta, atau bahkan milik negara diam-diam berpindah tangan tanpa disertai dokumen resmi, dan prosesnya melanggar hukum. Ironisnya, dalam praktik mafia tanah, banyak oknum pemerintah yang juga sering terlibat.
Bahkan, mantan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengakui bahwa dalam operasi mafia tanah itu aparatnya sering terlibat.Data menunjukkan sebanyak 125 pegawai telah dijatuhi sanksi atas berbagai pelanggaran. Sehingga, perlu sanksi berat berupa pemecatan bagi pegawai yang terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan (pemalsuan dokumen, pungli, korupsi).
Pada prinsipnya mafia tanah memiliki sejumlah modus yakni;Pertama, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat alas hak berupa girik/pipil/kekitir/yasan/letter c/surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah oleh kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama.
Kedua, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah.Ketiga, mereka melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya.
Keempat, pelaku mengubah/memindahkan/ menghilangkan patok tanda batas tanah.Kelima, pelaku mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya, sehingga mengakibatkan adanya dua sertifikat di atas satu bidang tanah yang sama.
Langkah pertama Menteri Hadi untuk menyikat mafia tanah adalah menginstruksikan seluruh Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Program yang dilaksanakan sejak 2017 ini merupakan implementasi dari tugas ATR/BPN untuk menciptakan kepastian hukum hak atas tanah masyarakat, yaitu dengan mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia.
Dengan adanya sertifikat, maka tidak akan ada lagi lahan yang tumpang tindih. Selain itu, masyarakat juga tidak perlu khawatir lagi dengan mafia tanah.
Presiden Joko Widodosaat pelantikan langsung memrintahkan Hadi Tjahjanto untuk segera menyelesaikan urusan sengketa lahan dan persoalan sertifikat tanah, termasuk soal proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Reinventing UUPA 1960
Masalah pertanahan sejak Indonesia merdeka hingga kini masih krusial. Untuk itu, Menteri Hadi perlu reinventing atau menggali kembali nilai dan esensi Undang-Undang No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Cita-cita yang melandasi ditetapkannya UUPA adalah menciptakan pemerataan struktur penguasaan tanah demi mengangkat martabat dan kesejahteraan kaum tani. Programland reformatau pembaruan agraria yang menjadi substansi utama dalam UUPA 1960, oleh Bung Karno disebut sebagai satu bagian mutlak dari jalannya revolusi Indonesia.
Tanah dan petani adalah satu kesatuan dan satu jiwa. Selain mewujudkan pembaruan agraria yang berdasarkan semangat UUPA 1960, pemerintah juga berkewajiban menyediakan infrastruktur yang andal untuk bertani, seperti prasarana irigasi, mekanisasi, bibit, dan pupuk.
Konflik agraria yang masih sering terjadi hingga kini, baik di pedesaan maupun perkotaan. Kementerian ATR/BPN perlu strategi komunikasi massa untuk mereduksi konflik tersebut.
Strategi komunikasi tidak hanya memberikan informasi dan transparansi mengenai isu-isu strategis Kementerian ATR/BPN. Tetapi juga membantu dan memberikan advokasi bagi masyarakat luas terkait masalah pertanahan. Sehingga masyarakat merasakan adanya kepastian hukum dan menangkal mafia tanah.
Kini, petani Indonesia yang erat kaitannya dengan pertanahan, telah masuk dalam perangkap politik pertanian global yang mengakibatkan ketidakmandirian dalam sektor sarana produksi dan tata niaga perdagangan.
Usaha untuk mewujudkan politik pertanian yang tangguh telah dilakukan oleh para pendiri bangsa. Bung Karno sering menegaskan bahwa eksistensi bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan memenuhi kebutuhan esensial bagi rakyat terutama kebutuhan pangan.
Untuk itulah kaum petani harus dikuatkan usahanya. Politik pertanian harus dikokohkan lewat reformasi agraria serta memberi kebebasan untuk berserikat dan menentukan usaha secara bebas.
Lamngka itu diharapkan bisa turut membantu persoalan pangan yang hingga kini masih mendera kehidupan bangsa. Ini terbukti dari komoditas pertanian yang mestinya sangat mudah ditanam di negeri ini, nyatanya sering langka dan harganya terus bergejolak.
Masalah kelangkaan komoditas pertanian merupakan indikasi bahwa pembangunan pertanian masih belum berhasil. Kondisinya semakin runyam karena tata niaga produk pertanian semakin amburadul. Akibatnya produk impor dan ilegal merajalela dan menjadi permainan harga oleh mafia pangan.
Perbaikan tata niaga pangan selama ini kurang efektif. Apalagi kondisi Indonesia pada saat ini sangat rentan terhadap harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan.
Selama ini berbagai insentif kepada petani kurang tepat sasaran. Padahal insentif tersebut mestinya bisa menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Mengatur kembali tata niaga pangan perlu konsistensi dan integritas dari para praktisi dan birokrasi pertanian.
Program Menteri ATR/Kepala BPN yang lalu yakni akan menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah hunian atau kediaman masyarakat menengah ke bawah perlu dikonkretkan oleh Menteri Hadi Tjahjanto.
Perlu segera menentukan kriteria apa saja yang akan dibebaskan dalam pembayaran PBB. Perlu rekayasa ulang prosedur penatausahaan PBB khususnya bagi rumah komersial dan rumah mewah. Mengingat prosedur PBB yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama selama ini belum efektif dan inefisien.
Sektor Perkebunan merupakan komponen PBB yang belum digarap secara optimal. Potensi sektor tersebut hendaknya jangan dianggap remeh. Lebih-lebih komoditas perkebunan pada saat ini sedang cerah. Penatausahaan PBB sektor perkebunan pada saat ini diserahkan dari KPPBB kepada KPP Pratama. Akibatnya semakin banyak beban yang ditangani oleh KPP Pratama.
PBB dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) selama ini adalah salah satu sumber pendapatan daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak pusat, sedangkan daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan yang besarnya cukup signifikan.
Oleh sebab itu pihak pemerintah daerah harus sekuat tenaga membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan segenap perangkat daerah.
Saatnya memperbarui penatausahaan PBB dengan solusi teknologi digital. Objek PBB terbagi dalam sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Sektor perkebunan adalah objek PBB di bidang budidaya perkebunan yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. Objek pajak ini berperan signifikan dalam penerimaan PBB secara nasional.
Praktisi Penyiaran
Dekan Fikom Unitomo, Surabaya
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menyatakan telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Kapolda untuk memberantas mafia tanah guna melindungi hak atas tanah masyarakat.
Gaya komunikasi Menteri Hadi terkait masalah agraria sangat lugas. Tekadnya kuat untuk terjun langsung dalam menangani kasus-kasus sengketa tanah serta berjanji akan menyikat habis mafia tanah yang selama ini sangat meresahkan.
Definisi mafia tanah secara sederhana adalah kelompok kriminal yang merampas hak tanah pihak lain. Pelaku mafia tanah membuat tanah rakyat, swasta, atau bahkan milik negara diam-diam berpindah tangan tanpa disertai dokumen resmi, dan prosesnya melanggar hukum. Ironisnya, dalam praktik mafia tanah, banyak oknum pemerintah yang juga sering terlibat.
Bahkan, mantan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengakui bahwa dalam operasi mafia tanah itu aparatnya sering terlibat.Data menunjukkan sebanyak 125 pegawai telah dijatuhi sanksi atas berbagai pelanggaran. Sehingga, perlu sanksi berat berupa pemecatan bagi pegawai yang terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan (pemalsuan dokumen, pungli, korupsi).
Pada prinsipnya mafia tanah memiliki sejumlah modus yakni;Pertama, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat alas hak berupa girik/pipil/kekitir/yasan/letter c/surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah oleh kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama.
Kedua, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah.Ketiga, mereka melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya.
Keempat, pelaku mengubah/memindahkan/ menghilangkan patok tanda batas tanah.Kelima, pelaku mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya, sehingga mengakibatkan adanya dua sertifikat di atas satu bidang tanah yang sama.
Langkah pertama Menteri Hadi untuk menyikat mafia tanah adalah menginstruksikan seluruh Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Program yang dilaksanakan sejak 2017 ini merupakan implementasi dari tugas ATR/BPN untuk menciptakan kepastian hukum hak atas tanah masyarakat, yaitu dengan mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia.
Dengan adanya sertifikat, maka tidak akan ada lagi lahan yang tumpang tindih. Selain itu, masyarakat juga tidak perlu khawatir lagi dengan mafia tanah.
Presiden Joko Widodosaat pelantikan langsung memrintahkan Hadi Tjahjanto untuk segera menyelesaikan urusan sengketa lahan dan persoalan sertifikat tanah, termasuk soal proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Reinventing UUPA 1960
Masalah pertanahan sejak Indonesia merdeka hingga kini masih krusial. Untuk itu, Menteri Hadi perlu reinventing atau menggali kembali nilai dan esensi Undang-Undang No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Cita-cita yang melandasi ditetapkannya UUPA adalah menciptakan pemerataan struktur penguasaan tanah demi mengangkat martabat dan kesejahteraan kaum tani. Programland reformatau pembaruan agraria yang menjadi substansi utama dalam UUPA 1960, oleh Bung Karno disebut sebagai satu bagian mutlak dari jalannya revolusi Indonesia.
Tanah dan petani adalah satu kesatuan dan satu jiwa. Selain mewujudkan pembaruan agraria yang berdasarkan semangat UUPA 1960, pemerintah juga berkewajiban menyediakan infrastruktur yang andal untuk bertani, seperti prasarana irigasi, mekanisasi, bibit, dan pupuk.
Konflik agraria yang masih sering terjadi hingga kini, baik di pedesaan maupun perkotaan. Kementerian ATR/BPN perlu strategi komunikasi massa untuk mereduksi konflik tersebut.
Strategi komunikasi tidak hanya memberikan informasi dan transparansi mengenai isu-isu strategis Kementerian ATR/BPN. Tetapi juga membantu dan memberikan advokasi bagi masyarakat luas terkait masalah pertanahan. Sehingga masyarakat merasakan adanya kepastian hukum dan menangkal mafia tanah.
Kini, petani Indonesia yang erat kaitannya dengan pertanahan, telah masuk dalam perangkap politik pertanian global yang mengakibatkan ketidakmandirian dalam sektor sarana produksi dan tata niaga perdagangan.
Usaha untuk mewujudkan politik pertanian yang tangguh telah dilakukan oleh para pendiri bangsa. Bung Karno sering menegaskan bahwa eksistensi bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan memenuhi kebutuhan esensial bagi rakyat terutama kebutuhan pangan.
Untuk itulah kaum petani harus dikuatkan usahanya. Politik pertanian harus dikokohkan lewat reformasi agraria serta memberi kebebasan untuk berserikat dan menentukan usaha secara bebas.
Lamngka itu diharapkan bisa turut membantu persoalan pangan yang hingga kini masih mendera kehidupan bangsa. Ini terbukti dari komoditas pertanian yang mestinya sangat mudah ditanam di negeri ini, nyatanya sering langka dan harganya terus bergejolak.
Masalah kelangkaan komoditas pertanian merupakan indikasi bahwa pembangunan pertanian masih belum berhasil. Kondisinya semakin runyam karena tata niaga produk pertanian semakin amburadul. Akibatnya produk impor dan ilegal merajalela dan menjadi permainan harga oleh mafia pangan.
Perbaikan tata niaga pangan selama ini kurang efektif. Apalagi kondisi Indonesia pada saat ini sangat rentan terhadap harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan.
Selama ini berbagai insentif kepada petani kurang tepat sasaran. Padahal insentif tersebut mestinya bisa menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Mengatur kembali tata niaga pangan perlu konsistensi dan integritas dari para praktisi dan birokrasi pertanian.
Program Menteri ATR/Kepala BPN yang lalu yakni akan menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah hunian atau kediaman masyarakat menengah ke bawah perlu dikonkretkan oleh Menteri Hadi Tjahjanto.
Perlu segera menentukan kriteria apa saja yang akan dibebaskan dalam pembayaran PBB. Perlu rekayasa ulang prosedur penatausahaan PBB khususnya bagi rumah komersial dan rumah mewah. Mengingat prosedur PBB yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama selama ini belum efektif dan inefisien.
Sektor Perkebunan merupakan komponen PBB yang belum digarap secara optimal. Potensi sektor tersebut hendaknya jangan dianggap remeh. Lebih-lebih komoditas perkebunan pada saat ini sedang cerah. Penatausahaan PBB sektor perkebunan pada saat ini diserahkan dari KPPBB kepada KPP Pratama. Akibatnya semakin banyak beban yang ditangani oleh KPP Pratama.
PBB dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB) selama ini adalah salah satu sumber pendapatan daerah, tetapi bukan termasuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua pajak tersebut merupakan pajak pusat, sedangkan daerah hanya menerima bagian dari kedua pajak tersebut sebagai dana perimbangan yang besarnya cukup signifikan.
Oleh sebab itu pihak pemerintah daerah harus sekuat tenaga membantu mengintensifkan pemungutan PBB dengan melibatkan segenap perangkat daerah.
Saatnya memperbarui penatausahaan PBB dengan solusi teknologi digital. Objek PBB terbagi dalam sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Sektor perkebunan adalah objek PBB di bidang budidaya perkebunan yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. Objek pajak ini berperan signifikan dalam penerimaan PBB secara nasional.
(ynt)