Revisi UU Pemilu Harus Bisa Hadirkan Banyak Paslon Capres dan Cawapres

Senin, 22 Juni 2020 - 08:44 WIB
loading...
Revisi UU Pemilu Harus Bisa Hadirkan Banyak Paslon Capres dan Cawapres
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI R Siti Zuhro mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus bisa mendorong hadirnya lebih banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden.
A A A
JAKARTA - Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI R Siti Zuhro mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus bisa mendorong hadirnya lebih banyak pasangan calon presiden (Capres) dan wakil presiden (cawapres).

Menurut Siti Zuhro, sejauh ini revisi UU Pemilu dilakukan secara parsial tanpa memperhitungkan tepat atau tidaknya ketika undang-undang itu diaplikasikan. “Esensi pemilu menghadirkan kompetisi sehat dan beradab, dengan mempromosikan paslon. Bukan menutup kompetisi dengan calon tunggal,” kata Siti dalam diskusi daring bertajuk Ambang Batas Pilpres, Kuasa Uang dan Presiden Pilihan Rakyat yang digelar Voice For Change pada akhir pekan. (Baca juga: Bila PT Dihapus, Refly Harun Tak Melihat Ada Masalah Kontestan Pilpres Banyak)

Siti menyebutkan kecenderungan calon tunggal atau aklamasi sudah gencar dilakukan. Pasalnya, parpol sekarang ini dalam munas atau kongresnya juga memunculkan calon tunggal.Oleh karena itu, Siti berharap revisi UU Pemilu bisa membuka ruang demokrasi bagi lebih banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden. “Motivasi undang-undang pemilu hari ini harus mendorong munculnya calon lebih dari dua paslon, harus lebih sebagai ikhtiar transisi dan pembelajaran demokrasi baik untuk elite dan masyarakat," tutur Siti. (Baca juga: Jimly Ingin Pemilu 2024 Diikuti Lebih dari Dua Capres)

Siti mencontohkan pada Pemilu 2019, setelah pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden usai, namun kompetisi tidak berhenti. Hal itu justru bikin rakyat bingung. Sementara itu, Indonesia punya pengalaman pemilu 2004, diikuti lima paslon dan dua putaran. Siti mencatat meski ada kekurangan dan kekecewaan bagi yang kalah. Namun masa pemilu tidak sampai menimbulkan konflik dan tergoyahnya harmoni seperti 2019. “Karena itu harus ada pertimbangan yang matang, terukur dan pasti kalau tetap menggunakan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden-red)," pungkas Siti Zuhro.

Sebagaimana diketahui, saat ini proses revisi UU Pemilu sedang bergulir di DPR. Beberapa isu berkembang mengenai revisi UU ini, satu di antaranya wacana penurunan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Pembahasan RUU Pemilu sendiri telah masuk di dalam prolegnas prioritas 2020 dan akan dibahas di Komisi II DPR.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1361 seconds (0.1#10.140)