Seabad Rosihan Anwar (1922-2022): Wartawan yang Tidak Bisa Dikalahkan
loading...
A
A
A
Di masa tua, perhatian Pak Ros terhadap Ibu Zuraida maupun sebaliknya menakjubkan, tidak usang ditelan waktu. Kerika Ibu Zuraida dirawat karena sesuatu penyakit Rosihan menangis sesenggukan. Saya tahu karena Pak Ros secara khusus menelepon saya menginformasikan keadaan menghawatirkan Ibu Zuraida yang sedang opname di Metropolitan Medical Center (MMC). Mereka adalah belahan jiwa (soulmate) satu sama lain.
Di hari wafat Ibu Zuraida, Pak Ros menangis di telepon. Begitu juga ketika saya datang melayat ke rumah duka. Matanya basah ketika memeluk saya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, di pembaringan, almarhumah Ibu Zuraida seperti hanya tertidur. Wajahnya bersih membersitkan senyum, seakan bahagia karena kembali dengan tenang kepada pemiliknya yang sah, Sang Khalik. Ibu Zuraida di makamkan di TPU Karet di dalam pemakaman keluarga Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin.
Lahir empat buku
Tapi Subhanallah, sepeninggal Ibu Zuraida Pak Ros berhasil merampungkan empat buku, terakhir memoar kisah cinta mereka dengan judul "Belahan Jiwa". Semasa hidup Pak Ros menulis sekitar 30 buku.
Waktu saya besuk di ICU RS MMC, Pak Ros bersemangat sekali menceritakan memoar itu. Bukan keluhan mengenai gangguan jantungnya gegara bergadang untuk merampungkan buku tersebut.
Menulis bagaikan tarikan napas sehari-hari bagi Pak Ros. Setiap minggu beliau bisa melayani permintaan artikel dari belasan media, daerah, nasional, dan internasional. Ribuan tulisannya dimuat berbagai media, di daerah, nasional maupun internasional. Belakang hari, menjelang wafat, Pak Ros mengaku produktivitasnya mulai menurun. Sekarang hanya menulis secara rutin di Tabloid C&R, katanya, waktu itu.
Pak Ros menjadi kolumnis sejak Tabloid C&R berdiri, 24 Agustus 1998, hingga akhir hayatnya. Bahkan, di hari pertama dirawat ruang ICU RS MMC, 7 Maret 2011 beliau sempat menanyakan apakah tulisannya untuk kolom Halo Selebriti edisi 654/9-16 Maret 2011, sudah sampai di tangan redaksi. Dan, ia sudah mengisyaratkan itulah tulisan terakhirnya.
Saya masih ingat ceritanya. Sore hari itu rekan Indro 'Warkop' kebetulan berada di RS MMC mengantar anaknya. Secara tak sengaja Indro melihat Pak Ros didorong dengan kereta menuju ruang ICU.
Indro menelepon saya menanyakan apakah mengetahui Pak Ros masuk RS? Segera saya minta Indro membantu menghubungkan saya dengan keluarga yang mengantar. Di luar dugaan Pak Ros sendirilah yang menyambar telepon.
Pertanyaaan pertama, dari mana saya tahu beliau masuk RS? Kedua, apakah tulisannya sudah diterima? "Tolong umumkan, mulai minggu depan saya absen,” katanya. Kenapa? “Karena saya, kan, masuk ICU,” alasannya. "Jangan khawatir, Pak Ros segera sembuh," sambar saya cepat.
Di hari wafat Ibu Zuraida, Pak Ros menangis di telepon. Begitu juga ketika saya datang melayat ke rumah duka. Matanya basah ketika memeluk saya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, di pembaringan, almarhumah Ibu Zuraida seperti hanya tertidur. Wajahnya bersih membersitkan senyum, seakan bahagia karena kembali dengan tenang kepada pemiliknya yang sah, Sang Khalik. Ibu Zuraida di makamkan di TPU Karet di dalam pemakaman keluarga Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin.
Lahir empat buku
Tapi Subhanallah, sepeninggal Ibu Zuraida Pak Ros berhasil merampungkan empat buku, terakhir memoar kisah cinta mereka dengan judul "Belahan Jiwa". Semasa hidup Pak Ros menulis sekitar 30 buku.
Waktu saya besuk di ICU RS MMC, Pak Ros bersemangat sekali menceritakan memoar itu. Bukan keluhan mengenai gangguan jantungnya gegara bergadang untuk merampungkan buku tersebut.
Menulis bagaikan tarikan napas sehari-hari bagi Pak Ros. Setiap minggu beliau bisa melayani permintaan artikel dari belasan media, daerah, nasional, dan internasional. Ribuan tulisannya dimuat berbagai media, di daerah, nasional maupun internasional. Belakang hari, menjelang wafat, Pak Ros mengaku produktivitasnya mulai menurun. Sekarang hanya menulis secara rutin di Tabloid C&R, katanya, waktu itu.
Pak Ros menjadi kolumnis sejak Tabloid C&R berdiri, 24 Agustus 1998, hingga akhir hayatnya. Bahkan, di hari pertama dirawat ruang ICU RS MMC, 7 Maret 2011 beliau sempat menanyakan apakah tulisannya untuk kolom Halo Selebriti edisi 654/9-16 Maret 2011, sudah sampai di tangan redaksi. Dan, ia sudah mengisyaratkan itulah tulisan terakhirnya.
Saya masih ingat ceritanya. Sore hari itu rekan Indro 'Warkop' kebetulan berada di RS MMC mengantar anaknya. Secara tak sengaja Indro melihat Pak Ros didorong dengan kereta menuju ruang ICU.
Indro menelepon saya menanyakan apakah mengetahui Pak Ros masuk RS? Segera saya minta Indro membantu menghubungkan saya dengan keluarga yang mengantar. Di luar dugaan Pak Ros sendirilah yang menyambar telepon.
Pertanyaaan pertama, dari mana saya tahu beliau masuk RS? Kedua, apakah tulisannya sudah diterima? "Tolong umumkan, mulai minggu depan saya absen,” katanya. Kenapa? “Karena saya, kan, masuk ICU,” alasannya. "Jangan khawatir, Pak Ros segera sembuh," sambar saya cepat.