Hasil Survei, Masyarakat Ingin Ada Perombakan Kabinet Jokowi-Maruf

Jum'at, 19 Juni 2020 - 21:24 WIB
loading...
Hasil Survei, Masyarakat Ingin Ada Perombakan Kabinet Jokowi-Maruf
Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin jelang satu tahun masa periodenya. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei penilaian kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Maruf Amin jelang satu tahun masa periodenya. Meski hasil survei di atas 67,4 % mengatakan puas pada pemerintahan Jokowi, sebanyak 75,6 % masyarakat menginginkan adanya pergantian menteri di Kabinet Indonesia Maju.

(Baca juga: Pengamat Nilai Kinerja Erick Thohir Sudah Sejalan dengan Visi Jokowi)

Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai, menguatnya keinginan masyarakat Indonesia yang setuju adanya pergantian personalia Menteri Kabinet Indonesia Maju harus menjadi perhatian Presiden Jokowi.

Menurut Umam, jika mengacu pada survei, maka ada 3 bidang kategori yang paling tidak memuaskan publik di antaranya ekonomi, politik dan hukum. Hal ini bisa jadi representasi kegelisahan publik karena belakangan ini ada banyak masalah yang terkait dengan ketiga bidang itu.

(Baca juga: Pejabat Nekat Korupsi Anggaran Covid, Jokowi: Silakan Digigit Keras)

Umam kemudian menyontohkan soal proyeksi ekonomi terbaru yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani. Menkeu menyebutkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II berpotensi menyentuh minus 3,8 persen. Sementara di sisi hukum, banyak kasus hukum tidak tertangani, seperti masih buronnya Harun Masiku, kasus Jiwasraya dan kasus PT Asabri, dan lainnya.

"Tren pemburukan ekonomi bisa terjadi, karena capaian kuartal 2 akan berefek pada kuartal 3 dan 4. Jika itu terjadi, negara terancam resesi. Kalau terjadi resesi, inflasi bisa tidak terkendali, harga bahan pokok melangit dan akhirnya kepuasan publik terhadap pemerintah akan jeblok," kata Umam, Jumat (19/6/2020).

Untuk itu, pemerintah perlu reshuffle kabinet, utamanya di bidang ekonomi, kesehatan dan penegakan hukum. Adapun kementerian yang terkait dengan potensi ancaman inflasi itu antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan hingga Kemenko Perekonomian.

"Ekonomi negara makin rapuh, presiden harus perkuat tim ekonominya. Kinerja Menko Perekonomian Airlangga Hartarto belakangan juga disorot KPK karena terkait program kartu pra-kerja," ungkapnya.

Terkait dinamika reshuffle, Umam juga menyoroti peluang bergabungnya Partai Demokrat dan PAN. Direktur Paramadina Public Policy Institute itu berpendapat, kedua partai tersebut telah melakukan suksesi dan konsolidasi internal masing-masing. Komunikasi yang baik antara Demokrat dan PAN dengan pemerintah berpotensi membuka peluang masuknya kader utama mereka ke bursa reshuffle kabinet mendatang.

Ia melihat, cara berpolitik Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kritis namun proporsinal akan menarik perhatian Jokowi. Selain itu, di PDIP sebagai mengalami faksionalisme yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh Presiden Jokowi. Jika Jokowi memberi ruang kepada Demokrat dan PAN, mesin pemerintahan akan lebih stabil dan efektif.

"Memang koalisi pemerintah akan menjadi sangat gemuk, tapi kalau Jokowi mau berpikir panjang, masuknya Demokrat dan PAN akan membuat jalan politiknya lebih aman, utamanya setelah periode pemerintahannya menjelang akhir," demikian kata Doktor lulusan University of Queensland, Australia ini.

Di sisi lain, peluang merapatnya PAN di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan akan berdampak signifikan terhadap masa depan partai ini, terutama setelah terjadinya konflik internal yang memecah belah kekuatan PAN.

"Kepemimpinan Zulkifli Hasan telah terbebas dari bayang-bayang hegemoni besannya, Amien Rais, yang terkesan anti-pemerintah. Jika PAN terlalu lama 'berpuasa' dari kekuasaan, partai berpotensi terlempar dari parlemen nantinya akibat keterbatasan logistik dan perpecahan akibat konflik internal," jelas Umam.

Yang tidak kalah penting, Jokowi juga perlu mempertimbangkan perwakilan Nahdlatul Ulama di dalam pemerintahan. Sebab, setelah diumumkannya Kabinet Oktober 2019 lalu, hubungan Jokowi dengan NU nampak renggang. "Banyak kelompok di internal NU yang kecewa karena tidak terkomodasi dalam kekuasaan," ucapnya.

Bahkan, keberadaan Maruf Amin sebagai Wapres, tambah Umam, juga tidak begitu diberdayakan secara optimal oleh pemerintah. Karena itu, sikap kritis NU belakangan ini harus benar-benar diantisipasi oleh Presiden Jokowi.

"Jika kekecewaan di internal NU tidak terwadahi, pemerintahan Jokowi bisa kehilangan dukungan dan berhadapan dengan sejumlah faksi di internal NU yang selama ini sangat solid mendukungnya," kata Umam.

Banyak nama kader NU yang layak untuk masuk dalam bursa reshuffle kabinet. Mulai dari Ali Masykur Musa, Yenny Wahid, hingga Witjaksono belakangan ini berkiprah di bidang pembangunan ekonomi, pertanian dan perikanan. "Nama-nama kader muda Nahdliyyin itu juga bisa jadi opsi yang cukup untuk dipertimbangkan," pungkas Umam.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1917 seconds (0.1#10.140)