Cita-Cita Kartini yang Kian Terasa Jauh?
loading...
A
A
A
Netty Prasetiyani
Anggota Komisi IX DPR RI, Dewan Pakar Wanita Persatuan Umat Islam (PUI), Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial DPP PKS, Waketum Srikandi Pemuda Pancasila
RADEN Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat telah wafat lebih dari seratus tahun lalu, namun semangat dan inspirasinya masih terasa hingga saat ini. RA Kartini dikenal sebagai sosok yang berani menentang zamannya yang saat itu berlaku diskriminatif terhadap perempuan. Ada perbedaan perlakuan budaya yang membuat perempuan dibatasi untuk belajar dan berkiprah di masyarakat.
Kartini yang gelisah dengan situasi tersebut bersuara dengan caranya di tengah kungkungan adat-istiadat. Dalam pikiran Kartini, perempuan juga punya hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, berpendapat dan berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Melalui surat-suratnya untuk temannya di Belanda, Kartini menyampaikan isi pikirannya soal memperjuangkan hak dan martabat perempuan Jawa agar tidak sekadar menjadi konco wingking. Kartini ingin agar perempuan Jawa cerdas terdidik hingga mampu menjalankan tugas sebagai pendidik keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, Kartini mendirikan sekolah sederhana khusus perempuan, persis di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang. Kartini berjuang agar sekolah tersebut mendapat dukungan dari pemerintah.
“Permohonan saya ialah, sudilah pemerintah memberi saya pertolongan akan cita-cita yang tersebut diatas; sekarang akan memikul ongkos belajar itu semuanya dan kemudian sehabisnya saya belajar memberi saya kesempatan mengadakan internaat (Sekolah Asrama) untuk anak-anak gadis orang bumiputra yang berpangkat..." (Surat R.A. Kartini yang ditujukan kepada Tuan Van Kol, 21 Juni 1902).
Cerita hidup serta semangat Kartini telah menjadi inspirasi bagi rakyat Indonesia, terutama bagi perempuan. Bangsa dan negara pun mengakuinya dan memberikan perhatian khusus dengan menjadikan tanggal lahir Kartini yakni 21 April sebagai Hari Kartini.
Hari Kartini Jangan Hanya Jadi Peringatan
Hari Kartini yang diperingati setiap tahunnya seharusnya tidak hanya sekadar peringatan seremonial dengan ucapan, desain, quotes, twibbonize dan kata-kata mutiara lainnya. Hari Kartini harus jadi bahan evaluasi dan titik tolak untuk melihat realitas kondisi pemenuhan, pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan di lapangan. Apakah realitas kondisi perempuan pada saat ini sudah sejalan dengan cita-cita yang diperjuangkan Kartini? Bagaimana implementasi hak pendidikan bagi perempuan; bagaimana hak mendapatkan akses pekerjaan dan pendapatan bagi perempuan; bagaimana pula hak mendapatkan layanan kesehatan yang layak untuk Ibu dan anak-anak perempuan?
Sejumlah pertanyaan retoris masih dapat diajukan lagi untuk mengukur kondisi realitas dan cita-cita yang diharapkan.
Sebagai wakil rakyat yang bertugas di Komisi IX DPR RI yang juga membidangi masalah kesehatan dan ketenagakerjaan, saya melihat realitas perempuan Indonesia sampai saat ini masih jauh dari kondisi ideal dalam hal pemenuhan hak-hak kesehatan dan ketenagakerjaan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Dewan Pakar Wanita Persatuan Umat Islam (PUI), Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial DPP PKS, Waketum Srikandi Pemuda Pancasila
RADEN Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat telah wafat lebih dari seratus tahun lalu, namun semangat dan inspirasinya masih terasa hingga saat ini. RA Kartini dikenal sebagai sosok yang berani menentang zamannya yang saat itu berlaku diskriminatif terhadap perempuan. Ada perbedaan perlakuan budaya yang membuat perempuan dibatasi untuk belajar dan berkiprah di masyarakat.
Kartini yang gelisah dengan situasi tersebut bersuara dengan caranya di tengah kungkungan adat-istiadat. Dalam pikiran Kartini, perempuan juga punya hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, berpendapat dan berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Melalui surat-suratnya untuk temannya di Belanda, Kartini menyampaikan isi pikirannya soal memperjuangkan hak dan martabat perempuan Jawa agar tidak sekadar menjadi konco wingking. Kartini ingin agar perempuan Jawa cerdas terdidik hingga mampu menjalankan tugas sebagai pendidik keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, Kartini mendirikan sekolah sederhana khusus perempuan, persis di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang. Kartini berjuang agar sekolah tersebut mendapat dukungan dari pemerintah.
“Permohonan saya ialah, sudilah pemerintah memberi saya pertolongan akan cita-cita yang tersebut diatas; sekarang akan memikul ongkos belajar itu semuanya dan kemudian sehabisnya saya belajar memberi saya kesempatan mengadakan internaat (Sekolah Asrama) untuk anak-anak gadis orang bumiputra yang berpangkat..." (Surat R.A. Kartini yang ditujukan kepada Tuan Van Kol, 21 Juni 1902).
Cerita hidup serta semangat Kartini telah menjadi inspirasi bagi rakyat Indonesia, terutama bagi perempuan. Bangsa dan negara pun mengakuinya dan memberikan perhatian khusus dengan menjadikan tanggal lahir Kartini yakni 21 April sebagai Hari Kartini.
Hari Kartini Jangan Hanya Jadi Peringatan
Hari Kartini yang diperingati setiap tahunnya seharusnya tidak hanya sekadar peringatan seremonial dengan ucapan, desain, quotes, twibbonize dan kata-kata mutiara lainnya. Hari Kartini harus jadi bahan evaluasi dan titik tolak untuk melihat realitas kondisi pemenuhan, pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan di lapangan. Apakah realitas kondisi perempuan pada saat ini sudah sejalan dengan cita-cita yang diperjuangkan Kartini? Bagaimana implementasi hak pendidikan bagi perempuan; bagaimana hak mendapatkan akses pekerjaan dan pendapatan bagi perempuan; bagaimana pula hak mendapatkan layanan kesehatan yang layak untuk Ibu dan anak-anak perempuan?
Sejumlah pertanyaan retoris masih dapat diajukan lagi untuk mengukur kondisi realitas dan cita-cita yang diharapkan.
Sebagai wakil rakyat yang bertugas di Komisi IX DPR RI yang juga membidangi masalah kesehatan dan ketenagakerjaan, saya melihat realitas perempuan Indonesia sampai saat ini masih jauh dari kondisi ideal dalam hal pemenuhan hak-hak kesehatan dan ketenagakerjaan.