Manfaatkan Pandemi Covid-19, Penegak Hukum Diminta Berantas Investasi Bodong

Selasa, 16 Juni 2020 - 21:09 WIB
loading...
A A A
Investasi bodong, kata dia, juga tidak terdaftar OJK. Padahal setiap perusahaan yang melakukan perdagangan komoditi berjangka di Indonesia, termasuk trading forex, kripto, dan emas berjangka harus terdaftar OJK, sehingga dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). ”Akses website perusahaan wajib menggunakan VPN (aplikasi untuk merekayasa IP address). Akses tersebut disampaikan karena sejumlah alasan, seperti perbaikan server atau peningkatan, padahal nyatanya website telah diblokir OJK maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo),” ujarnya. (Baca juga: Polisi Minta Korban Penipuan Investasi Bodong untuk Melapor)

Konversi mata uang digital. Tidak hanya meyakinkan anggota dengan adanya pihak ketiga, pelaku investasi bodong meyakinkan dana akan dikonversi menjadi mata uang digital apabila terjadi resesi. "Mata uang digital ini sebenarnya hanya dibuat-buat, tidak memiliki nilai dan membuat anggota semakin dalam menderita kerugian."

Keuntungan bagi anggota aktif. Pelaku investasi bodong meyakinkan anggota baru untuk aktif merekrut anggota lainnya. Alasannya keuntungan hanya akan didapatkan bagi anggota aktif. Mereka juga kerap menggelar seminar mewah dan memberikan hadiah untuk meyakinkan anggotanya. Hadiah dapat berupa paket perjalanan ke luar negeri hingga mobil mewah bagi para anggota yang sukses merekrut downline atau bawahan dalam target tertentu. "Tujuannya untuk meyakinkan perusahaan yang dimaksud merupakan perusahaan sukses, bukan perusahaan kaleng-kaleng," ungkap Aldo.

Menggunakan cek maupun giro kosong perusahaan. Padahal cek maupun giro tersebut bodong, sama seperti perusahaan tersebut. Bahkan, mereka berani mengundang artis ternama hingga penegak hukum untuk meyakinkan para anggotanya. ”Bahkan lebih parahnya, para artis dan penegak hukum itu juga menjadi korban atas penipuan pelaku investasi bodong," paparnya.

Ciri terakhir adalah kerap mengguunakan bahasa dan istilah bisnis yang tidak umum. Langkah tersebut guna meyakinkan anggota menilai leader memiliki keahlian di bidangnya. ”Tidak hanya modus dan rekayasa dalam meyakinkan para korban, para pelaku kerap berperan sebagai korban atau play victim dalam aksi kejahatan tersebut. Jadi mereka seolah-olah turut menjadi korban dan mengalami kerugian serupa dengan para anggota lainnya apabila perusahaan investasi bodong terkuak atau bermasalah. Tujuannya agar para korban tidak menuntut mereka," papar Aldo.

Tidak hanya sebatas itu, pelaku katanya akan menyalahkan perusahaan dan menjadikan perusahaan sebagai kambing hitam. Padahal perusahaan tersebut diketahui merupakan hasil kerja sama pelaku dengan rekannya yang diketahui berasal dari negara asing. "Pada umumnya, rekannya warga negara asing dijadikan pelaku utama oleh pelaku, sehingga para korban dibuat seakan-akan mengejar hantu yang tidak jelas keberadaannya," jelas Aldo Joe.

Meski sudah terkuang, tidak jarang pelaku kerap kali menawarkan kembali investasi bodong dengan perusahaan yang lain. Pelaku kembali mengiming-imingi korban dapat mengembalikan modal mereka yang hilang pada perusahaan investasi bodong pertama. "Dengan kedok usaha bisnis yang berbeda, pelaku menawarkan kembali para korban untuk kembali berinvestasi dan melupakan investasi yang gagal sebelumnya. Tetapi pada akhirnya, korban akan semakin terpuruk," ungkap Aldo.

Dana investasi yang terkumpul tersebut kata dia, biasanya akan diputar kembali untuk menjalankan bisnis serupa. Dana tersebut umumnya digunakan untuk membayar teknisi dan membangun website serta promosi perusahaan guna meyakinkan anggota baru. "Klien saya pernah diberi tahu, untuk membuka money game tersebut diperlukan modal awal Rp10 miliar, dengan keuntungan ratusan miliar, dana ini akan diputar terus dengan skema piramida yang sama," jelas Aldo Joe.
(cip)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1499 seconds (0.1#10.140)