Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat Direndam di Kolam Ikan sampai Dipukul Martil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Analis Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) Yasdad Al Farisi mengungkapan kekerasan yang terjadi dalam kasus kerangkeng manusia Bupati Langkat nonaktif Terbit Perangin-angin. Yasdad menjelaskan, kekerasan kepada korban mulanya terjadi pada periode awal masuk kerangkeng. Hal tersebut terjadi dalam bentuk kekerasan berintensitas tinggi.
"Tindakan kekerasan dengan intensitas tinggi sering terjadi pada periode awal masuk kerangkeng, yakni di bawah satu bulan pertama," ujar Yasdad dalam konferensi pers, Rabu (2/3/2022).
Yasdad mengklaim, setidaknya terdapat 26 bentuk kekerasan yang terjadi selama masa kerangkeng. "Antara lain dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendang, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam," kata dia.
Lanjutnya, kekerasan HAM tersebut masih berlanjut, sampai ke hal-hal yang merendahkan harkat dan martabat manusia, seperti menggelantung seperti kera, hingga memakan cabai dan tidur ditumpukan ulat bulu.
Bahkan ia menilai, kekerasan yang kita sering lihat di film-film bergenre thriller terjadi dalam kasus Bupati Langkat ini.
"Dicambuk anggota tubuhnya menggunakan selang, mata dilakban, dan kaki dipukul menggunakan palu atau martil hingga kuku terlepas dan juga tindakan kekerasan lainnya," ujarnya.
Adapun 18 alat yang digunakan dalam tindak kekerasan, antara lain, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu atau martil, rokok, korek, tang, batako, dan alat setrum. Lalu ada kerangkeng dan juga kolam.
"Tindakan kekerasan dengan intensitas tinggi sering terjadi pada periode awal masuk kerangkeng, yakni di bawah satu bulan pertama," ujar Yasdad dalam konferensi pers, Rabu (2/3/2022).
Yasdad mengklaim, setidaknya terdapat 26 bentuk kekerasan yang terjadi selama masa kerangkeng. "Antara lain dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendang, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam," kata dia.
Lanjutnya, kekerasan HAM tersebut masih berlanjut, sampai ke hal-hal yang merendahkan harkat dan martabat manusia, seperti menggelantung seperti kera, hingga memakan cabai dan tidur ditumpukan ulat bulu.
Bahkan ia menilai, kekerasan yang kita sering lihat di film-film bergenre thriller terjadi dalam kasus Bupati Langkat ini.
"Dicambuk anggota tubuhnya menggunakan selang, mata dilakban, dan kaki dipukul menggunakan palu atau martil hingga kuku terlepas dan juga tindakan kekerasan lainnya," ujarnya.
Adapun 18 alat yang digunakan dalam tindak kekerasan, antara lain, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu atau martil, rokok, korek, tang, batako, dan alat setrum. Lalu ada kerangkeng dan juga kolam.
(muh)