Pupuk, Benih, dan ICMI

Jum'at, 04 Februari 2022 - 09:14 WIB
loading...
A A A
Kedua, persoalan kronis juga kita temukan benih tanaman buah. Kita memiliki ragam buah-buahan tropis seperti pisang, mangga, manggis, dukuh, rambutan, alpukat, durian dan lain-lain. Namun, mohon maaf jika saya salah, belum ada lembaga riset dan industri yang sukses menghasilkan benih unggul ragam buah tadi. Bibit yang saat ini dijual di berbagai gerai bukan hasil pemulian dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika atau teknologi canggih lainnya, melainkan hasil sambung stek pucuk dan semai biji oleh para petani penangkar.

Bibit semacam itu pula yang dijajakan di gerai-gerai bibit kampus pertanian. Sangat ironis dan memalukan. Kampus yang mestinya menjadi pusat unggulan (center of excellence) bibit hanya menjadi penjaja bibit hasil tangkaran para petani. Sejatinya kampus pertanian mampu menghasilkan benih unggul dan contoh kebunnya.

Ketiga, keprihatinan serupa juga terjadi pada benih tanaman perkebunan unggulan Indonesia seperti kopi, kakao dan sawit. Memang sudah ada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, di Jember Jawa Timur. Pun sudah ada pusat penelitian sawit. Mereka sudah berhasil menghasilkan bibit hasil pemuliaan. Tapi masih harus ditingkatkan. Dan, kontribusi kampus pertanian sangat dinantikan.

Mestinya, kampus pertanian memiliki agenda riset inovatif jangka panjang mengenai hal ini. Sekaligus juga mengupayakan sumberdayanya.

Peran ICMI
ICMI diharapkan dapat membantu menemukan solusi persoalan di atas. Namun, perlu kita sadari bersama, ICMI bukan lembaga riset. Pun bukan universitas. ICMI hanyalah kumpulan cerdik pandai muslim yang sejatinya merasa terpanggil bersumbangsih gagasan dan pemikiran untuk mengatasi persoalan bangsa. Termasuk dalam megatasi persoalan pupuk dan benih sebagaimana sekilas diurai di atas. Maka, solusi yang dapat ICMI tawarkan adalah menyampaikan gagasan brilian, komprehensif, mendalam, dan akurat berdasarkan analisis teoiritis dan empiris. Sebab, hanya sebatas itu yang dapat ICMI lakukan.

Lalu, bagaimana ICMI melakukannya? Pertama, ICMI segera melakukan konsolidasi para pakar yang terkait dengan pupuk dan benih tadi. Tidak terbatas pada pakarnya dewan pakar ICMI, melainkan para pakar lintas agama, lembaga, bila perlu lintas negara. ICMI menjadi aktor utamanya.

Kedua, para pakar tersebut segera berkumpul menyusun agenda kajian dan menjalankan agenda tersebut dengan target menghasilkan rekomendasi jitu tanpa ragu kepada pemerintah disertai sedikit tekanan agar pemerintah menjalankannya. Untuk melakukan tekanan, ICMI mesti bebas dari kepentingan politik. Posisioning ICMI harus jelas demi kepentingan bangsa dan negara. Demi kesejahteraan rakyat.

Kendatipun pada akhirnya ada petinggi ICMI yang ditarik ke pusat kekuasaan, itu hanyalah bentuk apresiasi atas prestasi kerja ICMI. Anggaplah sebagai bonus.

Ketiga, ICMI mesti segera menggagas konsorsium riset antaruniversitas dan universitas dengan Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN). Tujuannya demi membangun sinergi dan koordinasi antarpara pakar untuk melakukan agenda riset inovatif bersama. Baik terkait dengan kedua persoalan pertanian kritikal tadi maupun persoalan pertanian lainnya yang juga sama-sama penting untuk diatasi.

Gagasan ini pun mesti didasarkan pada kajian komprehensif agar rekomendasinya argumentatif baik secara teoritis maupun empiris sehingga sulit untuk ditolak. Saya yakin di bawah kepemimpinan Prof Arif Satria, yang juga rektor IPB, ICMI akan mampu mewujudkannya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2357 seconds (0.1#10.140)