Kawal Kebijakan
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
Pandemi Covid-19 telah membawa keterpurukan yang mendalam bagi perekonomian Indonesia. Kejutan ekonomi dimulai dari data yang menunjukkan bahwa ekonomi kuartal I-2020 tumbuh di luar dugaan, yakni hanya mencapai 2,97% secara tahunan.
Ironisnya, pelemahan ekonomi nasional pada kuartal pertama tersebut diprediksi masih akan terjadi hingga titik terendahnya, yakni di kuartal II-2020. Perekonomian nasional diprediksi hanya tumbuh mendekati 1% atau nyaris stagnan pada kuartal II-2020. Berbagai akumulasi kondisi, mulai dari physical distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), berpotensi ikut menggerus laju perekonomian nasional di kuartal II-2020.
Pembatasan aktivitas masyarakat secara langsung berdampak terhadap pengurangan konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok. Sinyal pelemahan konsumsi ini juga terlihat pada penurunan indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar -5,4% (yoy). (Baca: Kebiasaan New Normal Bikin Cost Transportasi Naik, Menhub Cari Solusi)
Berdasarkan berbagai prediksi bahwa akan terjadi pelemahan ekonomi nasional yang lebih mendalam di kuartal II-2020, maka pemerintah melalui kebijakan ekonominya tidak hanya perlu mempertimbangkan kebijakan yang hanya mengedepankan cepat, namun juga harus tepat. Secara spesifik, pemulihan ekonomi di tengah pandemi perlu dipastikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan harus tepat sasaran, tepat mekanisme (good governance), dan tepat output dan outcome yang muncul sebagaimana direncanakan.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Pemulihan ekonomi nasional melalui PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bertujuan untuk mendukung kebijakan keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, percepatan pemulihan ekonomi juga harus dilakukan dan tidak keluar dari tujuan utama PEN, yakni untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha baik di sektor riil maupun keuangan, termasuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kini kondisi riil di tengah masyarakat terdampak Covid-19 sangat memprihatinkan. Program PEN dengan sebesar total Rp641,17 triliun tersebut diharapkan menjadi satu di antara solusi upaya pemerintah mengatasi persoalan ekonomi yang tengah dihadapi.
Dana sebesar Rp641,17 triliun yang digunakan untuk mendanai 11 instrumen kebijakan PEN tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan awal. Hal ini menunjukkan bahwa dampak Covid-19 pada perekonomian nasional terus berkembang dan akan semakin besar nilainya.
Dukungan anggaran sebesar Rp172,1 triliun diberikan untuk mendorong sisi konsumsi, melalui subsidi atau bantuan sosial, terutama memberikan perlindungan dan insentif masyarakat yang miskin dan rentan secara lebih luas. Pemerintah mengakui dukungan tersebut tidak akan serta-merta menyubstitusi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat signifikan pada kuartal I-2020, setidaknya perlambatan pertumbuhan konsumsi lebih mampu di-“rem” untuk terperosok ke dalam. (Baca juga: New Normal, KA Kedungsepur Dioperasionalkan Mulai Besok)
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
Pandemi Covid-19 telah membawa keterpurukan yang mendalam bagi perekonomian Indonesia. Kejutan ekonomi dimulai dari data yang menunjukkan bahwa ekonomi kuartal I-2020 tumbuh di luar dugaan, yakni hanya mencapai 2,97% secara tahunan.
Ironisnya, pelemahan ekonomi nasional pada kuartal pertama tersebut diprediksi masih akan terjadi hingga titik terendahnya, yakni di kuartal II-2020. Perekonomian nasional diprediksi hanya tumbuh mendekati 1% atau nyaris stagnan pada kuartal II-2020. Berbagai akumulasi kondisi, mulai dari physical distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), berpotensi ikut menggerus laju perekonomian nasional di kuartal II-2020.
Pembatasan aktivitas masyarakat secara langsung berdampak terhadap pengurangan konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok. Sinyal pelemahan konsumsi ini juga terlihat pada penurunan indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar -5,4% (yoy). (Baca: Kebiasaan New Normal Bikin Cost Transportasi Naik, Menhub Cari Solusi)
Berdasarkan berbagai prediksi bahwa akan terjadi pelemahan ekonomi nasional yang lebih mendalam di kuartal II-2020, maka pemerintah melalui kebijakan ekonominya tidak hanya perlu mempertimbangkan kebijakan yang hanya mengedepankan cepat, namun juga harus tepat. Secara spesifik, pemulihan ekonomi di tengah pandemi perlu dipastikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan harus tepat sasaran, tepat mekanisme (good governance), dan tepat output dan outcome yang muncul sebagaimana direncanakan.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Pemulihan ekonomi nasional melalui PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bertujuan untuk mendukung kebijakan keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, percepatan pemulihan ekonomi juga harus dilakukan dan tidak keluar dari tujuan utama PEN, yakni untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha baik di sektor riil maupun keuangan, termasuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kini kondisi riil di tengah masyarakat terdampak Covid-19 sangat memprihatinkan. Program PEN dengan sebesar total Rp641,17 triliun tersebut diharapkan menjadi satu di antara solusi upaya pemerintah mengatasi persoalan ekonomi yang tengah dihadapi.
Dana sebesar Rp641,17 triliun yang digunakan untuk mendanai 11 instrumen kebijakan PEN tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan awal. Hal ini menunjukkan bahwa dampak Covid-19 pada perekonomian nasional terus berkembang dan akan semakin besar nilainya.
Dukungan anggaran sebesar Rp172,1 triliun diberikan untuk mendorong sisi konsumsi, melalui subsidi atau bantuan sosial, terutama memberikan perlindungan dan insentif masyarakat yang miskin dan rentan secara lebih luas. Pemerintah mengakui dukungan tersebut tidak akan serta-merta menyubstitusi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat signifikan pada kuartal I-2020, setidaknya perlambatan pertumbuhan konsumsi lebih mampu di-“rem” untuk terperosok ke dalam. (Baca juga: New Normal, KA Kedungsepur Dioperasionalkan Mulai Besok)