Guru Terus Bergerak di Era Digital
loading...
A
A
A
Lahir dalam zaman yang berbeda, otak mereka juga tentu berbeda dari generasi sebelumnya. Kenyataan ini adalah adalah fakta yang saat ini dapat kita ditemui di persekolahan, tidak heran jika sering terjadi kesenjangan antara peserta didik dan pendidik.
Kondisi itu dirasakan hingga sekarang dan menjadi tantangan pendidikan ke depan. Banyak guru yang gagap dalam mengejar perkembangan teknologi. Tidak hanya bermasalah dalam menggunakan teknologinya, masih banyak guru yang juga belum mampu mendalami bahwa yang dihadapinya adalah manusia dengan otak digital.
Mengenal Murid Digital
Ciri khas generasi Y dan Z dibandingkan generasi sebelumnya adalah mereka sangat dipengaruhi internet. Generasi Z bahkan sudah akrab sejak usia dini, Sejak belum mengenal baca tulis mereka sudah memainkan gawai pintar. Guru juga harus paham jika generasi ini memiliki kemampuan melakukan berbagai pekerjaan dalam waktu bersamaan.
Tidak heran apabila saat berselancar di dunia maya, banyak laman yang mereka buka dalam waktu bersamaan. Sekilas jika guru atau orang tuanya perhatikan seperti tidak fokus saat belajar online, namun ternyata ini adalah kelebihan mereka.
Berikutnya, generasi ini juga sangat peduli dengan diri mereka masing-masing. Tidak heran jika mereka gandrung dengan Intagram atau Tiktok yang dapat membuat mereka eksis.
Sebaliknya apa yang terjadi pada guru, sebagian masih menganggap media sosial sesuatu yang tabu, masih banyak yang berpikir bermain medsos tidak produktif. Sementara itu, literasi sebagian guru terhadap media sosial juga dirasa masih kurang.
Dalam proses belajar dan mengajar digital natives dan digital immigrants memiliki karakteristik yang bisa dikatakan bertolak belakang. Para guru yang didominasi digital immigrants mempertahankan karakteristiknya step by step, satu pelajaran sekali waktu, serta belajar secara individu.
Perbedaan pandangan, anggapan, dan kemampuan antargenerasi ini tentu menimbulkan masalah dalam pendidikan saat ini. Siswa yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap proses belajarnya, karena mereka memiliki akses informasi yang luas, berhadapan dengan guru yang masih mengandalkan buku lama sebagai rujukan.
Penelitian menyebut jika orang yang otaknya terbentuk secara digital memiliki kemampuan kognitif yang superior. Cirinya cenderung aktif, senang merencanakan dan mengorganisir sesuatu, cenderung menjadi pemimpin dalam bermain ataupun bekerja. Mereka juga tidak bergantung dan tahu apa yang diinginkan. Dengan karakteristik seperti ini, pertanyaannya sejauh mana guru bisa memikat mereka.
Belajar yang Menyenangkan
Proses belajar generasi Y dan Z sangatlah berbeda dengan generasi digital immigrant. Proses belajar generasi sekarang sangat cepat, karena semua informasi ada di ujung jari. Guru harus mengubah cara dan gaya mengajarnya, para guru harus menguasai IT dan memakai sarana pendukung digital untuk membantu pelajaran.
Kondisi itu dirasakan hingga sekarang dan menjadi tantangan pendidikan ke depan. Banyak guru yang gagap dalam mengejar perkembangan teknologi. Tidak hanya bermasalah dalam menggunakan teknologinya, masih banyak guru yang juga belum mampu mendalami bahwa yang dihadapinya adalah manusia dengan otak digital.
Mengenal Murid Digital
Ciri khas generasi Y dan Z dibandingkan generasi sebelumnya adalah mereka sangat dipengaruhi internet. Generasi Z bahkan sudah akrab sejak usia dini, Sejak belum mengenal baca tulis mereka sudah memainkan gawai pintar. Guru juga harus paham jika generasi ini memiliki kemampuan melakukan berbagai pekerjaan dalam waktu bersamaan.
Tidak heran apabila saat berselancar di dunia maya, banyak laman yang mereka buka dalam waktu bersamaan. Sekilas jika guru atau orang tuanya perhatikan seperti tidak fokus saat belajar online, namun ternyata ini adalah kelebihan mereka.
Berikutnya, generasi ini juga sangat peduli dengan diri mereka masing-masing. Tidak heran jika mereka gandrung dengan Intagram atau Tiktok yang dapat membuat mereka eksis.
Sebaliknya apa yang terjadi pada guru, sebagian masih menganggap media sosial sesuatu yang tabu, masih banyak yang berpikir bermain medsos tidak produktif. Sementara itu, literasi sebagian guru terhadap media sosial juga dirasa masih kurang.
Dalam proses belajar dan mengajar digital natives dan digital immigrants memiliki karakteristik yang bisa dikatakan bertolak belakang. Para guru yang didominasi digital immigrants mempertahankan karakteristiknya step by step, satu pelajaran sekali waktu, serta belajar secara individu.
Perbedaan pandangan, anggapan, dan kemampuan antargenerasi ini tentu menimbulkan masalah dalam pendidikan saat ini. Siswa yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap proses belajarnya, karena mereka memiliki akses informasi yang luas, berhadapan dengan guru yang masih mengandalkan buku lama sebagai rujukan.
Penelitian menyebut jika orang yang otaknya terbentuk secara digital memiliki kemampuan kognitif yang superior. Cirinya cenderung aktif, senang merencanakan dan mengorganisir sesuatu, cenderung menjadi pemimpin dalam bermain ataupun bekerja. Mereka juga tidak bergantung dan tahu apa yang diinginkan. Dengan karakteristik seperti ini, pertanyaannya sejauh mana guru bisa memikat mereka.
Belajar yang Menyenangkan
Proses belajar generasi Y dan Z sangatlah berbeda dengan generasi digital immigrant. Proses belajar generasi sekarang sangat cepat, karena semua informasi ada di ujung jari. Guru harus mengubah cara dan gaya mengajarnya, para guru harus menguasai IT dan memakai sarana pendukung digital untuk membantu pelajaran.