Kemal Ataturk Tidak Sebanding Soekarno
loading...
A
A
A
Kalau seandainya Indonesia yang mengusulkan, kira-kira latar belakang pemikirannya apa? Apa yang ingin dituju dengan menjadikan Ataturk sebagai tokoh yang begitu besar hingga dijadikan nama jalan? Tidakkah keputusan (pemilihan) ini bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia?
Kalau sekiranya pihak Pemerintah Turki yang memilih, lalu apa pula latar belakangnya? Apakah ini sebuah konfirmasi bahwa pemerintahan Erdogan mulai panik dengan menguatnya oposisi sejak pecah dengan kelompok Fethullah Gulen?
Ada kecurigaan bahwa ketika seseorang terlalu disanjung, bahkan beberapa pihak di Indonesia akan kerasukan perasaan heroisme (kepahlawanan). Khawatirnya (semoga tidak) Erdogan mulai kemasukan perasaan itu. Selain itu harus dipahami bahwa Erdogan adalah politisi yang tentunya punya ambisi pribadi, kelompok, dan kepentingan nasionalnya. Salah satu kepentingan Turki adalah menjaga keanggotaannya di organisasi NATO.
Ketiga, terlepas dari siapa pun yang memilih nama dan nama siapa pun yang dipilih, kira-kira apa yang akan dituju dari penamaan itu? Negatif mind (pemikiran negatif) saya mengatakan jangan-jangan ini bagian dari konspirasi untuk semakin menguatkan sekularisme di negara Muslim terbesar dunia. Sehingga sesungguhnya ini adalah bagian dari “Islamophobia” global untuk semakin memarjibalkan nilai-nilai Islam (agama) dalam kehidupan publik.
Kalau sekiranya saya benar, tentu ini paradoks dengan apa yang lumayan bagus sedang dikembangkan oleh pemerintahan RI saat ini. Salah satunya adalah menggalakkan berbagai insitusi yang berdasar syariah, termasuk keuangan, perbankan, dan ekonomi syariah secara umum. Bahkan Bung Menteri Sandiaga Uno sedang menggalakkan pariwisata yang berbasis syariah.
Karenanya jangan sampai hal sepele ini memberi ruang bagi publik untuk menguak kebijakan paradoks pemerintah. Di satu sisi menggemborkan kata syariah dalam kegiatan ekonomi. Tapi di sisi lain ingin menghadirkan imej jika Islam (Syariah) itu antinegara. Sebagaimana Ataturk pernah melakukan di masanya.
Membandingkan Kemal Ataturk dengan Soekarno
Hal lain yang menjadi catatan adalah bahwa Kemal Ataturk dan Soekarno tidak dapat disandingkan. Walaupun karena dorongan situasi politik saat itu Soekarno pernah mengembangkan filsafat politik gado-gado (nasionalisme, agama, dan komunisme). Tapi Soekarno tetap yakin dengan urgensi agama dalam Kehidupan publik (berbangsa dan bernegara). Sementara Kemal Ataturk tidak saja antiagama tapi menghancurkan segala hal yang dianggap berbau agama.
Di arena internasional Soekarno jelas sepak terjangnya. Keberanian dan kemampuannya yang didukung kharisma yang tinggi di mata tokoh-tokoh dunia menjadikannya mampu menjadi tokoh yang dihormati dan disegani. Salah satu peninggalan sejarah Soekarno dalam hubungan gobal adalah Gerakan Non Blok (Non Align Movement) atau organisasi negara-negara Asia-Afrika. Hingga kini GNB adalah sub-organisasi terbesar setelah PBB dalam tatanan dunia global kita.
Sementara Ataturk gagal dalam dan luar negeri. Dalam negeri Turki sejak masanya tidak mengalami kemajuan, bahkan dalam demokrasi dan perpolitikan. Karena sejak Ataturk berkuasa kekuatan politik tidak pernah murni di tangan rakyat. Justru kekuasaan ada di tangan militer. Demikian pula perekonomian Turki amburadul dengan segala potensi yang dimilikinya.
Barangkali “embarrassment” (rasa malu) terbesar Ataturk adalah kegagalan memasukkan Turki sebagai anggota NATO. Padahal telah menjual harga diri ke anggota NATO untuk diterima menjadi bagian dari mereka. Justru Turki diterima jadi anggota NATO di saat Erdogan menjadi penguasa negeri itu. Hal ini menjadi catatan penting bahwa dalam hal urusan internasional (global matters) Ataturk tidak sebanding dengan Soekarno.
Kalau sekiranya pihak Pemerintah Turki yang memilih, lalu apa pula latar belakangnya? Apakah ini sebuah konfirmasi bahwa pemerintahan Erdogan mulai panik dengan menguatnya oposisi sejak pecah dengan kelompok Fethullah Gulen?
Ada kecurigaan bahwa ketika seseorang terlalu disanjung, bahkan beberapa pihak di Indonesia akan kerasukan perasaan heroisme (kepahlawanan). Khawatirnya (semoga tidak) Erdogan mulai kemasukan perasaan itu. Selain itu harus dipahami bahwa Erdogan adalah politisi yang tentunya punya ambisi pribadi, kelompok, dan kepentingan nasionalnya. Salah satu kepentingan Turki adalah menjaga keanggotaannya di organisasi NATO.
Ketiga, terlepas dari siapa pun yang memilih nama dan nama siapa pun yang dipilih, kira-kira apa yang akan dituju dari penamaan itu? Negatif mind (pemikiran negatif) saya mengatakan jangan-jangan ini bagian dari konspirasi untuk semakin menguatkan sekularisme di negara Muslim terbesar dunia. Sehingga sesungguhnya ini adalah bagian dari “Islamophobia” global untuk semakin memarjibalkan nilai-nilai Islam (agama) dalam kehidupan publik.
Kalau sekiranya saya benar, tentu ini paradoks dengan apa yang lumayan bagus sedang dikembangkan oleh pemerintahan RI saat ini. Salah satunya adalah menggalakkan berbagai insitusi yang berdasar syariah, termasuk keuangan, perbankan, dan ekonomi syariah secara umum. Bahkan Bung Menteri Sandiaga Uno sedang menggalakkan pariwisata yang berbasis syariah.
Karenanya jangan sampai hal sepele ini memberi ruang bagi publik untuk menguak kebijakan paradoks pemerintah. Di satu sisi menggemborkan kata syariah dalam kegiatan ekonomi. Tapi di sisi lain ingin menghadirkan imej jika Islam (Syariah) itu antinegara. Sebagaimana Ataturk pernah melakukan di masanya.
Membandingkan Kemal Ataturk dengan Soekarno
Hal lain yang menjadi catatan adalah bahwa Kemal Ataturk dan Soekarno tidak dapat disandingkan. Walaupun karena dorongan situasi politik saat itu Soekarno pernah mengembangkan filsafat politik gado-gado (nasionalisme, agama, dan komunisme). Tapi Soekarno tetap yakin dengan urgensi agama dalam Kehidupan publik (berbangsa dan bernegara). Sementara Kemal Ataturk tidak saja antiagama tapi menghancurkan segala hal yang dianggap berbau agama.
Di arena internasional Soekarno jelas sepak terjangnya. Keberanian dan kemampuannya yang didukung kharisma yang tinggi di mata tokoh-tokoh dunia menjadikannya mampu menjadi tokoh yang dihormati dan disegani. Salah satu peninggalan sejarah Soekarno dalam hubungan gobal adalah Gerakan Non Blok (Non Align Movement) atau organisasi negara-negara Asia-Afrika. Hingga kini GNB adalah sub-organisasi terbesar setelah PBB dalam tatanan dunia global kita.
Sementara Ataturk gagal dalam dan luar negeri. Dalam negeri Turki sejak masanya tidak mengalami kemajuan, bahkan dalam demokrasi dan perpolitikan. Karena sejak Ataturk berkuasa kekuatan politik tidak pernah murni di tangan rakyat. Justru kekuasaan ada di tangan militer. Demikian pula perekonomian Turki amburadul dengan segala potensi yang dimilikinya.
Barangkali “embarrassment” (rasa malu) terbesar Ataturk adalah kegagalan memasukkan Turki sebagai anggota NATO. Padahal telah menjual harga diri ke anggota NATO untuk diterima menjadi bagian dari mereka. Justru Turki diterima jadi anggota NATO di saat Erdogan menjadi penguasa negeri itu. Hal ini menjadi catatan penting bahwa dalam hal urusan internasional (global matters) Ataturk tidak sebanding dengan Soekarno.