Belajar Hadapi Pandemi Covid-19 dari Ibu Kota Dunia

Senin, 05 Juli 2021 - 07:52 WIB
loading...
Belajar Hadapi Pandemi...
Dr. Arifi Saiman, MA
A A A
Dr. Arifi Saiman, MA*
Konsul Jenderal RI New York

New York sebagai “Ibukota Dunia” sempat menjadi episentrum pandemi Covid-19 , tidak hanya di lingkup Amerika Serikat (AS) namun juga di dunia. New York dan Indonesia relatif bersamaan waktunya terkait pengungkapan kasus Covid-19 di wilayah masing-masing.

Gubernur New York Andrew M Cuomo mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama di wilayahnya pada 1 Maret 2020 menyusul ditemukannya seorang health worker berusia 39 tahun di Manhattan, New York yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Momentum kasus Covid-19 pertama di Manhattan New York relatif bersamaan waktunya dengan pengungkapan dua warga Depok yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada tanggal 2 Maret 2020.

Dampak pandemi di New York sangat parah dan kompleks, disebut-sebut lebih parah dan lebih kompleks dari dampak Covid-19 di wilayah manapun di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini karena dampak pandemi Covid-19 tidak hanya berisiko secara aspek kesehatan, namun juga memilik ekses sosial, seperti adanya kebencian rasial terhadap warga keturunan Asia yang dianggap sebagai biang penyebab pandemi Covid-19.

Tsunami COVID-19
Penyebaran Covid-19 di New York begitu cepat. Kawasan New York City langsung menjadi zona merah. Situasi ini berdampak pada ketidaksiapan prasarana dan sarana medis di New York untuk menghadapi tsunami Covid-19.

Tidak hanya rumah sakit, namun keterbatasan daya tampung jenazah di lembaga funeral home setempat juga menjadi bagian dari permasalahan krusial di saat puncak pandemi. Situasi tsunami Covid-19 ini diperburuk lagi dengan aksipanic buying di kalangan warga masyarakat New York dan adanya kelangkaan suplai Alat Perlindung Diri (APD) di pasaran, khususnya masker dan sanitizer.

Tsunami Covid-19 menjadikan New York benar-benar tak berdaya. Pemerintah New York bersama pemerintah federal pun bergerak cepat membangun rumah sakit-rumah sakit darurat termasuk rumah sakit tenda. Pendirian rumah sakit darurat tersebut memanfaatkan ruang-ruang publik/ruang terbuka hijau, seperti Javits Center dan Central Park.

Khusus pasien non-Covid-19, pemerintah federal mengerahkan kapal rumah sakit milik Angkatan Laut Amerika Serikat USNS Comfort ke New York sebagai tempat pelayanan medis bagi mereka. Sementara hotel dan motel yang sepi penghuni akibat pandemi dialih-fungsikan sebagai tempat karantina mandiri bagi pasien Covid-19.

Dalam menyikapi penyebaran infeksi Covid-19 di New York, pada tanggal 7 Maret 2020 Gubernur Cuomo mengeluarkan Executive Order penetapan status Disaster Emergency. Seiring dengan menurunnya jumlah kasus di New York, status keadaan darurat di New York tidak diperpanjang masa pemberlakuannya terhitung setelah hari Kamis tanggal 24 Juni 2021.

New York on Pause
Pemerintah New York tidak mengambil opsi lockdown sebagai solusi mengatasi pandemi, namun lebih memilih menerapkan kebijakan New York on Pause. Bahkan, saat kasus melonjak tajam di wilayah Westchester County, pemerintah New York tetap memilih tidak melakukan lockdown melainkan containment dengan mengerahkan Garda Nasional ke wilayah terdampak.

Berbeda dengan kebijakan lockdown yang berdampak pada terhentinya secara total aktivitas ekonomi, Kebijakan New York on Pause membolehkan dilakukannya aktivitas ekonomi namun secara terbatas, terutama untuk sektor usaha esensial, seperti rumah sakit/klinik, SPBU, groceries, dan apotik.

Sektor-sektor non-essential businesses termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga pemerintahan yang tidak berhubungan dengan pelayanan publik dilarang beraktivitas secara in-person sesuai ketentuan stay at home order.

Selain itu, Gubernur Cuomo menyelenggarakan konferensi pers setiap hari saat puncak pandemi, untuk memberikan update perkembangan pandemi Covid-19 di New York. Strategi komunikasi bencana (risk communication) ala Gubernur Cuomo ini sangat diapresiasi oleh masyarakat New York sebagai wujud kehadiran dan perhatian negara di tengah situasi pandemi.

Kepatuhan hukum
Masyarakat New York secara umum sangat patuh hukum, termasuk patuh pada peraturan-peraturan penanganan Covid-19, termasuk kepatuhan melakukan vaksinasi. Sikap patuh hukum/peraturan ini turut membantu keberhasilan penanganan Covid-19 di New York.

Selain kepatuhan yang bersifat individual, juga terdapat kepatuhan kolektif yang melibatkan antara lain lembaga-lembaga socio-keagamaan, seperti masjid dan gereja. Kepatuhan kolektif disini sangat mengindahkan peraturan seperti larangan melakukan kegiatan peribadatan yang bersifat offline (in person) yang berpotensi menciptakan kerumunan.

Kebijakan pelarangan berkerumun di masa Covid-19 memang sempat tercederai oleh aksi demo Black Lives Matter (BLM) yang sempat berlangsung ricuh dan tak terkendali. Namun, sikap tegas dan tidak mengenal kompromi pemerintah negara bagian/pemerintah kota New York mampu meredam kekisruhan sosial tersebut dengan pemberlakuan jam malam (curfew) di kota New York.

Herd immunity
Dalam menekan penularan Covid-19 di New York, Gubernur Cuomo mengambil sejumlah langkah kebijakan yang berkontribusi pada terciptanya herd immunity di New York di antaranya melalui pemberian layanan swab test dan PCR test secara masif, layanan contact tracing secara intens, serta layanan vaksinasi secara masif.

Selain itu, New York bersama negara-negara bagian dalam kelompok Tri-State area (New York, New Jersey, Connecticut) juga melakukan langkah-langkah preventif berbasis ‘sanksi denda’. Bagi mereka yang datang ke Tri-state area harus mengisi formulir kesehatan dan jika datang dari negara bagian yang masuk daftar hot spot Covid-19 harus melakukan karantina mandiri. Mereka yang menolak pengisian formulir kesehatan dapat dikenai denda USD2.000 dan pemberlakuan denda USD10.000 bagi yang menolak isolasi mandiri.

Program vaksinasi secara masif diakui membantu tercapainya herd immunity di New York. Saat ini program vaksinasi Covid-19 di New York sudah mencapai target nasional sebanyak 70% orang dewasa yang telah divaksinasi per 15 juni 2021. Situasi ini ditandai dengan penurunan jumlah kasus positif Covid-19 di wilayah New York, termasuk jumlah kasus positif Covid-19 di kota New York yang saat ini berada di bawah 1% (0,72%).

Penurunan juga terjadi pada jumlah PCR test di kota New York dari 80,033 orang/100 ribu penduduk pada 28 Maret 2021 menjadi 13,650 orang/100 ribu penduduk pada tanggal 27 Juni 2021.

Saat ini New York menghadapi tantangan masuknya varian-varian Covid-19 seperti varian Alpha (B.1.1.7), varian Gamma (P.1), varian Delta (B.1.617.2), varian Afrika Selatan (B.1.351), dan varian Iota dari New York (B.1.526).

Pada 5 Juni 2021 kota New York mengalami kenaikan varian Delta dari 22,7% pada tanggal 5 Juni 2021 menjadi 4,4% pada 19 Juni 2021. Sementara itu, program vaksinasi di New York saat ini terus berlanjut dan sudah menyasar anak-anak kelompok usia 12 tahun ke atas.

Vaksinasi secara masif sebagai bagian dari proses penanganan pandemi Covid-19 merupakan penopang penting terciptanya herd immunity di New York. Pemerintah New York dalam melakukan pembukaan kembali aktivitas socio-ekonominya tetap memperhatikan berbagai dampak dan kemungkinan, serta melakukannya secara bertahap dengan disertai tinjauan mendalam untuk setiap tahapan yang dilaluinya.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2059 seconds (0.1#10.140)