Masuk atau Tidak Pasal Penghinaan Presiden bagi Jokowi Sama Saja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden (wapres) akan kembali dimasukkan dalam draf Rancangan Undangan-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pasal ini sebelumnya pernah ada tapi kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan bahwa sebelum menjadi Menko Polhukam, dirinya pernah menanyakan langsung kepada Presiden Jokowi terkait sikapnya terhadap pasal penghinaan kepada presiden yang masuk dalam KUHP.
"Jawabnya, terserah legislatif, mana yg bermanfaat bg negara. Kalau bg sy pribadi, masuk atau tak masuk sama sj, toh sy sering dihina tp tak pernah memperkarakan," cuit Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Rabu (9/6/2021) malam.
Baca juga: Jawab Tudingan Demokrat Soal Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud MD Sebut Ngawur
Dari jawaban tersebut, Mahfud MD menyimpulkan, Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada pembahasan di legislatif apakah mau memasukkan atau tidak pasal penghinaan presiden dan wakil presiden.
"Bg Pak Jokowi sbg pribadi masuk atau tdk sama sj, sering dihina jg tak pernah mengadu/memperkarakan," cuitnya lagi.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharief Hiariej sebelumnya mengatakan, pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden merupakan delik aduan. Dia menjelaskan, pasal penghinaan terhadap kepala negara itu berbeda dengan pasal yang pernah dicabut oleh MK.
Baca juga: Soal Pasal Penghinaan, Wamenkumham: Presiden dan Wapres Harus Lapor Sendiri
"Kalau dalam pembagian delik, pasal penghinaan yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan delik biasa. Sementara dalam RUU KHUP itu merupakan delik aduan," kata Eddy usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Karena sudah menjadi delik aduan, Eddy menegaskan, presiden dan wapres harus membuat laporannya sendiri. "Kalau delik aduan, itu yang harus melapor sendiri adalah presiden atau wakil presiden," ujarnya.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan bahwa sebelum menjadi Menko Polhukam, dirinya pernah menanyakan langsung kepada Presiden Jokowi terkait sikapnya terhadap pasal penghinaan kepada presiden yang masuk dalam KUHP.
"Jawabnya, terserah legislatif, mana yg bermanfaat bg negara. Kalau bg sy pribadi, masuk atau tak masuk sama sj, toh sy sering dihina tp tak pernah memperkarakan," cuit Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Rabu (9/6/2021) malam.
Baca juga: Jawab Tudingan Demokrat Soal Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud MD Sebut Ngawur
Dari jawaban tersebut, Mahfud MD menyimpulkan, Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada pembahasan di legislatif apakah mau memasukkan atau tidak pasal penghinaan presiden dan wakil presiden.
"Bg Pak Jokowi sbg pribadi masuk atau tdk sama sj, sering dihina jg tak pernah mengadu/memperkarakan," cuitnya lagi.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharief Hiariej sebelumnya mengatakan, pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden merupakan delik aduan. Dia menjelaskan, pasal penghinaan terhadap kepala negara itu berbeda dengan pasal yang pernah dicabut oleh MK.
Baca juga: Soal Pasal Penghinaan, Wamenkumham: Presiden dan Wapres Harus Lapor Sendiri
"Kalau dalam pembagian delik, pasal penghinaan yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan delik biasa. Sementara dalam RUU KHUP itu merupakan delik aduan," kata Eddy usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Karena sudah menjadi delik aduan, Eddy menegaskan, presiden dan wapres harus membuat laporannya sendiri. "Kalau delik aduan, itu yang harus melapor sendiri adalah presiden atau wakil presiden," ujarnya.
(abd)