Pelaksanaan Kartu Prakerja Dinilai Rumit dan Tak Tepat Sasaran

Senin, 20 April 2020 - 13:29 WIB
loading...
Pelaksanaan Kartu Prakerja Dinilai Rumit dan Tak Tepat Sasaran
BPJS Watch mengkritisi proses seleksi kartu prakerja dan pembagian kebutuhan pokok bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 atau virus Corona. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - BPJS Watch mengkritisi proses seleksi kartu prakerja dan pembagian kebutuhan pokok bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 atau virus Corona. Besaran uang harus dibedakan sesuai dengan status pekerja yang masih lajang dan berumah tangga.

Proses pendaftaran, tes, dan pelatihan yang diwajibkan dalam pencairan dana Rp600 ribu untuk penerima kartu prakerja dinilai merumitkan. Pelatihan memang baik untuk meningkatkan kemampuan, tapi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan lebih membutuhkan dana untuk hidup.

(Baca juga: Program Kartu Prakerja Dinilai Hanya Untungkan Aplikator)

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, perlu penyederhaan, yakni dengan menghilangkan tes. Persyaratan bagi yang berhak perlu diperjelas sehinga tidak ada karyawan yang bergaji dan mendapatkan pesangon besar ikut mendaftar. Ini akan menghindari membludaknya pendaftaran.

Besaran uang tunai Rp600.000 ini tidak cukup untuk yang sudah berkeluarga. Makanya, harus ada perbedaan antara yang lajang dengan berkeluarga. Nilai pelatihan yang sekarang dipatok Rp1.000.000 sebaiknya dikurangi menjadi Rp250.000. Sisanya, bisa untuk biaya hidup menambah total Rp2.400.000 (empat bulan).

Perlu diingat, pelatihan daring itu membutuhkan biaya untuk membeli paket internet. Tentu menjadi beban tambahan bagi korban PHK. Timboel mengungkapkan besaran Rp600.000 itu jauh dibawah kebutuhan minimal masyarakat saat ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rata-rata masyarakat pada 2019 itu sebesar Rp941.666 per bulan. Kalau tetap memberikan Rp600.000 per bulan, setiap korban PHK hanya bisa mengeluarkan Rp20.000 per hari untuk keluarganya. Itu tidak akan cukup.

Timboel meminta DPR untuk mengawasi pelaksanaan kartu prakerja. "Bukan dibiarkan seperti saat ini sehingga ada dugaan KKN antara perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan dengan orang dalam istana. Kita juga enggak pernah tahu kapan proses lelang untuk pengadaan jasa pelatihan ini," terangnya, Senin (20/04/2020).

Lamanya waktu pemberian bantuan kartu prakerja tidak sinkron dengan program keluarga harapan (PKH). Kartu prakerja diberikan selama empat bukan, sedangkan PKH hanya tiga bulan. Memang besarannya sama Rp600.000. Masyarakat sangat mungkin membutuhkan bantuan biaya hidup lebih dari tiga bulan selama pandemi ini belum berakhir.

Timboel juga menyoroti insetif pajak penghasilan (Pph) 21 yang hanya diberikan pada pekerja di sektor pengolahan saja. Padahal dampak pandemi corona meluluhlantahkan semua sektor. BPJS Watch meminta DPR bersuara kepada pemerintah tentang transparansi dan penggunaan dana Rp405 triliun.

"DPR harus punya hitung-hitungan dan berani berdebat dengan pemerintah soal pelaksanaan mengatasi Covid-19. Khususnya, alokasi dana Rp405 triliun. Anggota DPR harus punya hitungan sendiri, jangan hanya angguk-angguk kepala saja," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1140 seconds (0.1#10.140)